IMBAS REVOLUSI INDUSTRI 4.0 - Sekitar 800 Juta Pekerjaan Hilang di Dunia

Jakarta-Co-Founder dan Presiden Bukalapak, Fajrin Rasyid, mengungkapkan akan ada sekitar 800 juta pekerjaan yang hilang di seluruh dunia imbas revolusi industri 4.0. "Riset dari McKinsey itu menyebutkan pada 2030 sekitar 400-800 juta pekerjaan akan hilang di seluruh dunia. Namun, di saat yang bersamaan juga akan create more new jobs yaitu 900 juta pekerjaan. Jadi lebih banyak yang baru sebenarnya," ujarnya di Jakarta, Senin (7/10).

NERACA

"Pertanyaannya apakah di Indonesia akan lebih banyak pekerjaan yang baru apa yang hilang? Apakah 4.0 ini positif atau negatif. Menambah kesenjangan atau mengurangi kesenjangan," tutur Fajrin saat menyampaikan sambutan dalam peluncuran buku 'Pancasilanomics: Jalan Keadilan dan Kemakmuran karya Wakil Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEIN) Arif Budimanta.

Kendati begitu, pekerjaan baru yang muncul akan lebih banyak dibandingkan pekerjaan yang hilang tersebut. Sebab itu, banyak pertimbangan yang mengiringi ketika mendiskusikan prospek dari pada industri 4.0.

"Riset dari McKinsey itu menyebutkan 2030 itu 400-800 juta pekerjaan akan hilang di seluruh dunia. Namun, di saat yang bersamaan juga akan create more new jobs yaitu 900 juta pekerjaan. Jadi lebih banyak yang baru sebenarnya," ujarnya.

Dia menyebut, memang ada banyak riset dari berbagai dunia mengenai dampak positif dan negatif dari revolusi industri 4.0. Karenanya, banyak pengkajian dari perkembangan teknologi yang disruptif ini, termasuk bagi Indonesia sendiri.

Menghadapi derasnya kemajuan teknologi industri tersebut, pemerintah telah mencanangkan program prioritas pembangunan nasional ke depan adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Langkah strategis ini menjadi penting karena untuk mengambil peluang dengan adanya bonus demografi yang akan dinikmati Indonesia.

"Pada periode 2020 hingga 2024, kita berada di puncak periode bonus demografi. Artinya, Indonesia diprediksi mengalami jumlah penduduk usia produktif (berusia 15-64 tahun) yang lebih besar," kata Staf Ahli Menteri Perindustrian Bidang Komunikasi Masrokhan dalam keterangan tertulisnya belum lama ini.

Menurut Masrokhan, potensi yang bakal dimiliki Indonesia tersebut, perlu dioptimalkan secara baik terutama dalam upaya memacu pertumbuhan ekonomi nasional. "Seperti yang disampaikan oleh Bapak Presiden Joko Widodo, apabila kita lebih fokus mengembangkan kualitas SDM dan menggunakan cara-cara baru, diyakini bonus demografi itu menjadi bonus lompatan kemajuan kita," tuturnya.

Dia menyebutkan lima kompetensi yang perlu dikembangkan untuk menciptakan SDM unggul agar bisa menopang implementasi industri 4.0. "Generasi muda kita, antara lain harus menguasai tentang coding dan programming, mekatronika atau otomasi, data analysis dan statistics, artificial intelligence, serta soft skill flexibility," ujarnya.

Guna mendukung sasaran tersebut, Kemenperin telah menggulirkan berbagai program jitu, di antaranya pendidikan vokasi yang link and match antara Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan industri, Diklat sistem 3in1 (pelatihan, sertifikasi, dan penempatan kerja), pengembangan pendidikan dual system di unit pendidikan Kemenperin, pembangunan politeknik atau akademi komunitas di kawasan industri, serta mencetak SDM industri 4.0.

Oleh karena itu, pemerintah meluncurkan peta jalan Making Indonesia 4.0 sebagai wujud kesiapan memasuki era industri 4.0. Salah satu poin yang ditekankan adalah memacu kompetensi SDM industri. Sebab, industri selama ini konsisten menjadi kontributor terbesar bagi pertumbuhan ekonomi nasional.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor industri masih memberikan kontribusi paling besar terhadap struktur produk domestik bruto (PDB) nasional pada triwulan II tahun 2019 dengan capaian 19,52 persen (y-on-y). "Kinerja industri manufaktur kita masih terlihat agresif, seiring dengan adanya ekspansi dan investasi baru," ungkap Masrokhan.

Kementerian Perindustrian mencatat, investasi di sektor industri manufaktur pada tahun 2014 sebesar Rp 195,74 triliun, naik menjadi Rp 226,18 triliun di tahun 2018. Hal ini mencerminkan bahwa iklim investasi di Indonesia masih tetap kondusif, seiring dengan upaya pemerintah memberikan kemudahan izin usaha serta memfasilitasi insentif fiskal dan nonfiskal.

"Peningkatan investasi menjadi kunci daya saing kita. Selain itu membawa multiplier effect, seperti pada penambahan serapan tenaga kerja baru," imbuhnya. Pada tahun 2015, jumlah tenaga kerja di sektor industri sebanyak 15,54 juta orang, meningkat menjadi 18 juta orang di tahun 2018 atau naik 17,4 persen.

Masrokhan pun menyampaikan, bergulirnya era ekonomi digital dan penerapan industri 4.0, diproyeksi mampu membuka hingga 10 juta lapangan kerja baru pada tahun 2030. Jumlah itu dinilai cukup realistis karena rata-rata keseluruhan industri bisa menyerap 700 ribuan tenaga kerja per tahun.

"Apalagi, pemerintah sedang giat menarik investasi masuk ke Indonesia. Di samping itu, dengan adanya industri 4.0, perkembangan teknologi semakin berkembang, dan membutuhkan SDM yang kompeten dan harus melek dengan yang namanya digitalisasi," paparnya.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan, pemerintah telah menginisiasi langkah strategis dalam upaya merevitalisasi sektor industri manufaktur nasional melalui adopsi teknologi era industri 4.0. Hal ini tertuang dalam peta jalan Making Indonesia 4.0, yang memiliki aspirasi besar untuk mewujudkan Indonesia masuk jajaran 10 negara dengan perekonomian terkuat di dunia pada tahun 2030.

"Ke depan, pekerjaan akan berbasis pada data, dan selalu berhubungan dengan internet of things. Oleh karena itu, hal-hal tersebut harus dikuasai sumber daya manusia (SDM) ke depan, bahkan bukan hanya kelompok milenial, tetapi juga kelompok Selenial atau setelah milenial," ujarnya seperti dikutip merdeka.com.

Menperin menambahkan, pemerintah sedang mendorong pembangunan ekonomi berbasis inovasi. "Ini sejalan dengan upaya pemerintah yang telah menerbitkan peraturan yang tidak hanya bisa menarik untuk manufakturnya saja, tetapi juga untuk menumbuhkan pusat inovasi di Indonesia," tegasnya.

Regulasi itu adalah PP No. 45 Tahun 2019, yang mengatur pemberian insentif super tax deduction sebesar 200 %  bagi perusahaan yang melakukan pengembangan SDM berbasis kompetensi dan sampai 300% bagi perusahaan melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan di Indonesia.

Belum Punya Akun Bank

Di tengah kemajuan teknologi industri saat ini, ternyata masih banyak jutaan penduduk Indonesia yang belum memilki akun bank. Menurut laporan ekonomi digital e-Conomy South East Asia (SEA) 2019, terdapat 92 juta orang Indonesia atau setengah populasi orang dewasa, masuk kategori unbanked. Artinya, mereka tidak memiliki akun bank, kartu kredit, simpanan, maupun asuransi.

Ini berbeda dengan Malaysia dan Thailand yang masing-masing hanya 3 (tiga) juta dan 10 juta populasi mereka yang masuk kategori unbanked. Laporan itu juga mencatat masalah unbanked di Asia Tenggara memang banyak dipengaruhi infrastruktur. Selain itu regulasi yang ketat juga disebut mengekang kompetisi dan inovasi.

Sejatinya layanan keuangan digital dari fintech bisa menjadi andalan untuk merangkul para unbanked, tetapi itu dijegal oleh infrastruktur yang tidak memadai. Alhasil, tak hanya bank konvensional yang sulit masuk, pemain fintech pun sulit memberikan akses.

"Akses mereka (unbanked) ke mobile internet mungkin lebih terkekang, seperti yang kau ketahui, mobile broadband terkadang masih sulit di luar area urban kunci. Jadi peluangnya lebih sulit dilihat dan sulit menggapai mereka," ujar Leader of Asia-Pacific Digital Practice di Bain & Company, Florian Hoppe seperti dikutip Liputan6.com di Jakarta, kemarin. bari/mohar/fba

 

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…