UU Perkoperasian Harus Tiru Jepang dan Korea

UU Perkoperasian Harus Tiru Jepang dan Korea

NERACA

Jakarta - Pengamat perkoperasian Suroto menyoroti begitu rumit dan 'njlimet' draft RUU Perkoperasian. Padahal, di negara seperti Jepang dan Korea, aturan main tentang koperasi cukup dua lembar saja."Isinya pun sangat sederhana, namun mengena. Isi aturan di Jepang adalah segala privilege mengenai usaha koperasi. Misalnya, sektor pertanian hanya bisa dilakukan oleh koperasi, titik", tegas Suroto di Jakarta, kemarin.

Di Jepang, lanjut Suroto, ketika petani mau membuka lahan pertanian, maka peran koperasi yang akan membukanya. Bahkan, sampai hasil panen gagal pun, koperasi yang akan mengurus asuransinya."Di Jepang tidak dikenal bail-out bagi perbankan. Tapi, bila koperasi petani gagal panen, itu yang akan dibailout", jelas Suroto.

Tak heran bila petani di Jepang berkehidupan makmur dan semangat terus karena dilindungi negara. Petani disana pun masih termotivasi untuk terus menanam, meski terjadi gonjang-ganjing kurs mata uang."Di Indonesia, UU yang mengatur kehidupan koperasi kita terlalu banyak mengatur dan bertele-tele. Sementara di Jepang dan Korea, selain ringkas namun padat, UU disana juga sifatnya Lex Specialis. Di Jepang ada tujuh UU Koperasi yang mengunci di setiap sektor dan di Korea ada delapan UU Koperasi", ucap Suroto.

Yang pasti, Suroto menekankan bahwa substansi UU Perkoperasian ini harus untuk kepentingan rakyat dan bukan untuk kepentingan yang lain."Isi UU itu harus mengandung filosofi Rekognisi, yaitu nilai-nilai dan prinsip koperasi. Kedua, Distingsi, yaitu ada pembedaan dibanding bentuk usaha lain. Misalnya, soal pengenaan pajak yang justru tidak ada dalam RUU. Di Singapura, koperasi menikmati Tax Free dan bebas bea cukai untuk produk pangan", ulas Suroto.

Yang tak kalah penting, kata Suroto, adalah filosofi proteksi. Yaitu, untuk kepentingan publik dan jati diri koperasi itu sendiri.”UU itu hanya mengatur yang boleh dan tidak boleh. Atau, lebih baik tidak ada UU. Toh, negara lain juga tidak ada UU koperasi seperti di Indonesia. Tapi, koperasi di negara lain bisa berkembang secara alami. Ada yang tidak punya UU seperti Norwegia dan Denmark tapi koperasinya berkembang pesat karena diberikan pengakuan otonomi yang kuat.", ungkap Suroto.

Bagi Suroto, bila ada UU Perkoperasian tapi tidak bisa menarik minat orang untuk berbadan hukum koperasi, maka bisa dipastikan bahwa UU tersebut buruk."Padahal, koperasi adalah lembaga pelindung ekonomi rakyat dan lembaga yang membangun keadilan ekonomi dan memupus kesenjangan", terang Suroto.

Dalam kajian Suroto, kebijakan Paket Input yang selama ini dijalankan, justru menghancurkan ekonomi kerakyatan."Membuka akses kredit, sarana produksi, pengadaan pupuk, dan sebagainya. Padahal, yang kita butuhkan dalam UU itu adalah Equal Treatment. Sampai-sampai masalah Renstra dan SHU diatur dalam RUU Perkoperasian. Ini kan gila", tandas Suroto.

Suroto tak menampik bahwa proses UU memang harus cepat. Namun, harus berkualitas."UU Perkoperasian harus memberikan pilihan atau alternatif bagi berkembangnya ekonomi rakyat. Jangan mengkerdilkan koperasi hanya sebagai lembaga penyalur kredit kelas dua di republik ini. Karena biasanya, di Indonesia itu antara cita-cita dan realitas sangat jauh", pungkas Suroto. Mohar/Rin

 

 

 

BERITA TERKAIT

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…