RUU Pertanahan Bertentangan dengan Keinginan Jokowi Tarik Investasi - Anggota Panja RUU Pertanahan FPG Firman Subagyo

RUU Pertanahan Bertentangan dengan Keinginan Jokowi Tarik Investasi

Anggota Panja RUU Pertanahan FPG Firman Subagyo

NERACA

Jakarta - Rancangan Undang-undang (RUU) Pertanahan yang tengah dibahas, jika diteliti secara mendalam, ternyata bertentangan dengan keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menarik investasi besar-besaran guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Selaian itu RUU ini juga bertentangan dengan komitmen Presiden untuk menyelesaikan konflik agraria secara cepat dan tepat.

Penilaian tersebut dikemukakan anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Pertanahan dari Fraksi Partai Golkar, Firman Subagyo, Kamis (15/8) menjawab pertanyaan pers, seputar polemik RUU Pertanahan yang kini justru didesak untuk ditunda pengesahannya pada periode ini karena sejumlah masalah yang bakal timbul di kemudian hari.

Firman Subagyo menjelaskan, dari serangkaian pengamatan dan keinginan Presiden yang termuat di berbagai media, Jokowi semua ingin agar RUU Pertanahan ini dapat membantu untuk menuumbuhkan iklim investasi yang menggairahkan sehingga mendorong atau mendukung capaian target pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen pada lima tahun mendatang.

“Faktanya, RUU Pertanahan ini malah mereduksi berbagai kewenangan lintas kementerian dan lembaga. Artinya, iklim investasi justru semakin buruk, karena tidak ada kordinasi yang holistik di tiap kementerian/lembaga,” ujar Firman.

Politisi senior Partai Golkar ini juga mengemukakan, keinginan Presiden Jokowi untuk mempercepat penyelesaian berbagai konflik agraria yang menahun terbantu dnegan adanya UU Pertanahan ini. Namun, ternyata dlama pembahasan, RUU Pertanahan justru tidak seperti yang diinginkan Kepala Negara, potensi konflik malah bakal tinggi jika RUU Pertanahan disahkan secara tergesa.

Karena itu, Firman yang kini ditempatkan di Komisi II dan menjadi anggota Panja RUU Pertanahan menilai, Fraksi Partai Golkar di DPR melihat belum urgensi jika RUU Pertanahan disahkan dalam periode ini.“Kita ingin RUU ini menjawab 5 persoalan pokok terkait penyempurnaan UU Pokok Agraria. Kita melihat justru sebaliknya, jika disahkan, akan berpotensi menimbulkan banyak persoalan baru,” kata dia.

Kelima persoalan ini lanjutnya, ketimpangan struktural agraria yang tajam, konflik agraria yang muncul secara struktural dan belum tuntas, kerusakan ekologi yang meluas, laju alih fungsi lahan yang berdampak pada ketahan pangan, dan struktur agraria yang belum berkeadilan.

Sikap Golkar sama dengan Kemenkumham

Pada bagian lain penjelasannya, Firman Subagyo mengatakan, dalam mencermati pembahasan RUU Pertanahan, Fraksi Golkar katanya juga mendengar bahwa dalam rapat  terbatas atau ratas di Istana, semula Presiden Jokowi meminta pada menko perekonomian untuk mengkordinasi antarkementerian guan membuat DIM yang komprehensif, tapi tidak berjalan dan Kementerian ATR/BPN kurang aktif. Pada ratas terakhir, Presiden meminta kepada Wapres Jusuf Kalla untuk ikut membantu menyelesaikan soal ini, tapi sampai saat ini wapres belum mengumumkan.“Artinya, maslaah RUU Pertanahan memang masih perlu pembahasan mendalam, dan kita tidak ingin disahkan segera,” kata dia.

Masih dalam kaitan ratas khusus RUU Pertanahan di Istana tersebut, Firman mengatakan, pihaknya setuju dengan pandangan yang disampaikan menteri hukum dan HAM Yasonna Laoly yang mengungkapkan bahwa RUU Pertanahan ini berkaitand engan kewenangan beberapa kementerian  dan sampai saat ini masukan kementerian terkiat belum sepenuhnya diakomodasi dalam RUU.

Masih mengutip pernyataan menkumham ini, Firman mengatakan, mengingat masa sidang pembahasan RUU di DPR akan segera berakhir,, maka disarankan agar penyusunan DIM dilakukan melalui rapat panitia antar kementerian.

Menkumham juga menegaskan, RUU pertanahan perlu dibahas kembali dan disepakati di internal pemerintah dengan mengikutsertakan semua kementerian yang terkiat dengan RUU Pertahanan.“Fraksi Golkar di DPR sama dengan pandangan Menkumham bahwa RUU Pertanahan iniperlu dibahas lagi secara mendalam dengan melibatkan kementerian/lembaga terkait dan juga berbagai pihak yang bersentuhan langsung dengan RUU ini,” ujar Firman Subagyo.

Masukan Masyarakat

Terkiat dengan indikasi adanya keinginan dari segelintir anggota Panja yang menginginkan segera disahkan RUU Pertanahan ini, Firman Subagyo menjawab pertanyaan pers mengatakan, pihaknya banyak mendapat pertanyaan dan masukan yang menginformasikan bahwa ada kecurigaan publik atas pembahasan RUU Pertanahan ini dengan politik uang. 

“Kami di DPR kan sering dituduh jika membahas RUU selalu dikaitkan dnegan adanya sponsor pihak ketiga. Nah, jangan sampai bau busuk pembahasan RUU pertanahan yang disampaikan masyarakat kepada kami benar-benar nyata adanya. Kita harus hari-hati dalam membahas ini. Jangan smapai pengesahan sebuah RUU karena pesanan pihak lain dan seharusnya karena kepentingan jangka panjang bangsa dan negara yang memang membutuhkan UU tersebut,” ujar Firman mengingatkan.

Diberitakan sebelumnya, sebuah lembaga swadaya masyarakat, Jikalahari melakukan penelaahan atas RUU Pertanahan yang tengah dibahas di DPR, menunjukkan bila RUU Pertanahan menjadi UU dampaknya akan terjadi deforestasi besar-besaran dengan cara melakukan pembakaran hutan dan lahan serta melegalkan kejahatan kehutanan 378 korporasi sawit yang lahannya kembali terbakar sepanjang 2019 hingga 6 juta warga Riau kembali terpapar polusi asap.

“Anda bayangkan 1,8 juta kawasan hutan anggaplah hutan alam tersisa 1 juta hektare, lahan seluas itu akan segera digunduli oleh korporasi. Lalu dibakar karena biayanya murah. Habitat flora dan fauna yang selama ini hidupnya di hutan alam, mereka akan punah secara cepat,” ujar Koordinator Jikalahari, Made Ali, Selasa (13/8) menanggapi RUU Pertanahan.

Made Ali mengingatkan, jika ini terjadi, Presiden Jokowi telah melanggar sendiri komitmen berupa moratorium sawit, moratorium hutan. Dua kebijakan itu sebagai wujud komitmen presiden jokowi di Paris Agreement yang telah menjadi UU No 16 tahun 2016 yaitu komitmen nasional hendak menurunkan emisi berupa; pelestarian hutan, energi terbarukan, dan peran serta masyarakat lokal dan masyarakat adat dalam pengendalian perubahan iklim yang selama ini diperjuangkan Indonesia. Termasuk menghentikan karhutla dengan cara merestorasi gambut akan sia-sia sebab sebagian besar 378 korporasi itu berada di atas lahan gambut. Itu artinya jokowi akan melegalkan tindakan korporasi itu merusak gambut. Mohar/Iwan

 

 

BERITA TERKAIT

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…