Samad: Isu Radikalisme di KPK untuk Hilangkan Kepercayaan Rakyat

Samad: Isu Radikalisme di KPK untuk Hilangkan Kepercayaan Rakyat  

NERACA

Jakarta - Tuduhan radikalisme di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah isu tidak berdasar yang digaungkan untuk menghilangkan kepercayaan publik terhadap lembaga itu, menurut mantan Ketua KPK Abraham Samad.

"Saya ingin membantah secara keras bahwa isu yang dikembangkan tentang radikalisme di KPK itu tidak ada sama sekali. Itu isu yang sengaja dikembangkan oleh orang-orang yang sebenarnya takut pada agenda pemberantasan korupsi," ujar Abraham Samad ketika ditemui di diskusi media yang dilakukan di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (7/8).

Mantan pemimpin KPK periode 2011-2015 itu mengatakan penyebaran kabar burung tersebut dilakukan agar masyarakat menjauh dan kehilangan kepercayaan terhadap KPK. Isu radikalisme, ujar Samad, akan mudah dimainkan untuk membuat masyarakat khawatir dan itu terjadi ketika tuduhan tersebut dilontarkan ke KPK."Tidak ada radikalisme di KPK. Saya pernah memimpin di sana, tidak ada itu, bohong semua itu," tegas dia.

Dia mengatakan, atribut tertentu yang dipakai seseorang bukan berarti telah terjadi radikalisme dan menegaskan bahwa pluralisme ada salah satu nilai penting yang terus dianut lembaga pemberantasan korupsi itu.

Sebelumnya di media sosial sempat muncul isu adanya faksi kelompok agamis dan konservatif secara ideologi di KPK. Bahkan, isu itu juga semakin dihembuskan karena panitia seleksi calon pimpinan KPK berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk melacak rekam jejak dari para calon yang lolos tes psikologi capim KPK.

Padahal, BNPT hanyalah satu dari delapan lembaga yang berkoordinasi dengan panitia seleksi untuk melacak rekam jejak 40 peserta yang lolos tes psikologi. 

Kemudian Samad mengatakan kewajiban menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) harusnya dilakukan para peserta seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tanpa terkecuali sebagai bentuk tanggung jawab moril.

"Kalau untuk saya itu perlu, di situlah kita mengukur kejujuran seseorang, komitmen untuk pemberantasan korupsi. Dari harta yang terlihat di LHKPN kita coba telusuri lewat profiling pendapatan mereka. Jadi kalau antara LHKPN itu tidak sesuai dengan profil gaji mereka, maka ada sesuatu itu sebenarnya," ujar dia.

Menurut Samad, LHKPN harusnya bisa menjadi pertimbangan dalam seleksi pimpinan karena bisa mengukur kejujuran seseorang dan merupakan hal yang penting.

Sebelumnya, beberapa dari 40 peserta yang lolos tes psikologi seleksi capim KPK diketahui belum melakukan atau tidak rutin melaporkan LHKPN. Kondisi itu sempat dikritik oleh kelompok sipil yang menyebut isu tersebut harusnya menjadi salah satu kriteria penting Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK untuk meloloskan peserta.

Pansel harusnya tegas untuk memberikan tenggat waktu kepada peserta yang belum melaporkan LHKPN terbaru ke KPK. Bahkan, menurut Samad, pansel bisa melakukan mekanisme larangan mengikuti tahapan ujian terakhir jika peserta masih belum melakukannya.

LHKPN memang wajib dilakukan oleh aparatur negara, namun, itu tidak berlaku bagi publik yang ikut seleksi capim KPK. Tapi, menurut Samad, hal itu harusnya tetap dilakukan untuk mendapatkan kepercayaan penuh dari masyarakat sebagai pimpinan KPK.

"Itu menjadi kewajiban moril, bukan kewajiban hukum, sebagai calon pimpinan KPK untuk menyampaikan sesuatu kepada publik tentang harta mereka, di dapat dari mana dan sebagainya. Mereka calon pimpinan KPK oleh karena itu semua harus clear dulu," ujar dia. Ant

 

BERITA TERKAIT

Dua Pengendali Pungli Rutan KPK Sampaikan Permintaan Maaf Terbuka

NERACA Jakarta - Dua orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berstatus tersangka atas perannya sebagai pengendali dalam perkara pungutan…

Ahli Sebut Penuntasan Kasus Timah Jadi Pioner Perbaikan Sektor Tambang

NERACA Jakarta - Tenaga Ahli Jaksa Agung Barita Simanjuntak mengatakan penuntasan kasus megakorupsi timah dapat menjadi pioner dalam upaya perbaikan…

Akademisi UI: Korupsi Suatu Kecacatan dari Segi Moral dan Etika

NERACA Depok - Dosen Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI) Dr. Meutia Irina Mukhlis mengatakan dalam…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Dua Pengendali Pungli Rutan KPK Sampaikan Permintaan Maaf Terbuka

NERACA Jakarta - Dua orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berstatus tersangka atas perannya sebagai pengendali dalam perkara pungutan…

Ahli Sebut Penuntasan Kasus Timah Jadi Pioner Perbaikan Sektor Tambang

NERACA Jakarta - Tenaga Ahli Jaksa Agung Barita Simanjuntak mengatakan penuntasan kasus megakorupsi timah dapat menjadi pioner dalam upaya perbaikan…

Akademisi UI: Korupsi Suatu Kecacatan dari Segi Moral dan Etika

NERACA Depok - Dosen Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI) Dr. Meutia Irina Mukhlis mengatakan dalam…