Tak Berkorelasi Kesejahteraan Rakyat
RUU Pertanahan Dinilai Terlalu Berorientasi Bisnis
Jakarta--Pembahasan RUU Pengadaan Tanah dinilai terlalu berpihak pada kepentingan bisnis ketimbangan membela rakyat kecil. Sehingga ditengarai RUU ini terkesan "disponsori" swasta. Alasanya swasta bisa menguasai kepemilikan tanah demi alasan kepentingan umum.
"Ada kecenderungan membela kepentingan swasta, terutama menyangkut aspek bisnis dan komersil, misalnya terkait pembangunan jalan tol," kata kata Anggota Pansus RUU Pengadaan Tanah, Abdul Malik Haramain ditemui disela-sela Panja RUU Pertananan dengan Konsorsium Pembaharuan Agraria di Jakarta,10/3.
Lebih jauh kata politisi PKB ini, memberi contoh Pasal (4) dalam RUU tersebut dijelaskan pengadaan tanah untuk pembangunan meliputi kepentingan umum dan kepentingan swasta. "Kami mempertanyakan kenapa swasta menggunakan RUU ini. Karena masuknya swasta dalam UU ini, pasti demi kepentngan bisnis dan komersil. Kita menolak swasta masuk karena akan mendistorsi pengadaan tanah," cetusnya.
Namun demikian, kata Mantan Sekjen Ansor ini, swasta diberikan hak sepenuhnya untuk melaksanakan pembangunan proyek infrastruktur melalui tender yang dilakukan pemerintah. "Yang membebaskan tanahnya harus pemerintah, jangan swasta. Tapi swasta diberikan mengerjakan proyek tersebut," tambahnya.
Ditanya soal ketidaksepakatan pasal pelibatan swasta dalam pembebasan tanah, Malik meminta agar pasal tersebut sebaiknya dihilangkan. "Sebaiknya memang dibatalkan saja pasal itu,"tegasnya.
Malik tak menyalahkan niat baik pemerintah menarik sebanyak-banyaknya investor ke dalam negeri, seperti yang tertuang dengan baik dalam RUU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan. Namun masalahnya RUU ini justru potensial merampas hak warga. Seperti diketahui, RUU ini terdiri 11 bab dan 73 pasal. Beberapa pasal dianggap krusial terkait agenda pemerintah soal pembangunan infrastuktur.
Diakui Malik, beberapa poin dalam RUU tersebut perlu diklarifikasi kembali karena rawan penyalahgunaan. Seperti Pasal (4) disebutkan pengadaan tanah untuk pembangunan meliputi untuk kepentingan umum dan kepentingan swasta. Demikian pula pasal 35 terkait "Penilaian Ganti Kerugian".
Sebelumnya, Dianto Bachriadi dari Agrarian Resource Center (ARC) RUU mengatakan pengadaan tanah untuk pembangunan terdapat empat potensi kemudharatan, antara lain pengkhianatan populisme UU PA tahun 1960 yang membela kepentingan rakyat dan petani. "RUU ini juga memiliki semangat menggusur. Rakyat ditempatkan sebagai korban, calon korban atau potensial korban penggusuran," paparnya.
Kemudaratan lainnya, menurut Dianto, RUU ini mengedepankan ideologi pasar dan bahkan kemandirian bangsa takluk oleh kekuatan asing atas nama pembangunan. "Karena pihak Asia Development Bank (ADB) setuju membiayai proyek penyusunan RUU Pertanahan ini sekitar Rp5 miliar. Syaratnya, memuat proses penggusuran dan akuisisi tanah yang sesuai standar intenasional," pungkasnya. **cahyo
Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini NERACA Jakarta - Bangkok RHVAC 2024 dan…
NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…
NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…
Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini NERACA Jakarta - Bangkok RHVAC 2024 dan…
NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…
NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…