Separuh Pelaku Kreatif Ditargetkan Daftar HKI

NERACA

Jakarta – Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) menargetkan sebanyak 50 persen dari 8,2 juta unit usaha ekonomi kreatif yang tercatat mau mendaftar hak kekayaan intelektual (HKI) pada akhir tahun 2019.

"Dari tahun 2016 itu 11 persen, mudah-mudahan di akhir 2019 atau 2020 ini bisa sampai 50 persen," kata Deputi Fasilitasi HKI dan Regulasi BEKRAF Ari Juliano Gema kepada Antara di Jakarta, disalin dari laman tersebut.

Ari menilai bahwa HKI merupakan inti dari industri ekonomi kreatif, sehingga mendaftar HKI adalah hal yang penting untuk dilakukan. Menurut dia, pelaku ekonomi kreatif yang mendaftar HKI masih sangat sedikit disebabkan oleh beberapa faktor, yang paling utama adalah kurangnya pemahaman. "Dari awal kurang sekali pemahaman tentang HKI tersebut sehingga kesadaran untuk melindungi tidak ada," ujarya.

Selain itu, proses pendaftaran juga menjadi faktor lain yang membuat banyak pelaku ekonomi kreatif belum tertarik untuk mendaftar HKI. "Masalah pendaftaran, prosesnya, dalam artian kendalanya kalau tidak mahal ya prosesnya rumit," katanya.

Untuk menangani hal tersebut, Ari menyebut pihaknya sudah menjalankan program fasilitasi sertifikasi HKI di 80 kota dan kabupaten dengan harapan bisa membantu meningkatkan para pendaftar.

Sementara itu, dalam rangka memperingati Hari Kekayaan Intelektual Sedunia ke-19 pada 26 April 2019, BEKRAF melakukan sosialisasi tentang HKI melalui gelaran acara lari santai. Tahun ini, Indonesia mengambil tema "bangga pakai yang original" untuk Hari Kekayaan Intelektual Sedunia sebagai salah satu kampanye mempromosikan HKI dan melawan pembajakan. "Kerugian (dari pembajakan) dipastikan banyak. Misalnya untuk di film saja dalam satu tahun kita bisa rugi Rp1,4 triliun, kalau musik bisa mengklaim sampai Rp7 triliun," ujarnya.

Sementara itu, jauh sebelumnya, Kementerian Perindustrian semakin serius mendorong pelaku industri kecil dan menengah (IKM) di dalam negeri agar terus memanfaatkan perkembangan teknologi terkini. Upaya yang sejalan dengan implementasi Making Indonesia 4.0 ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produk secara efisien sekaligus memperluas pasarnya.

“Untuk itu, kami aktif mengajak mereka terlibat dalam program e-Smart IKM. Sejak tahun 2017 diluncurkan, sudah melahirkan banyak IKM yang berkembang pesat. Dengan mengadopsi teknologi, produktivitasnya naik dan mampu memasarkan di marketplace,” kata Direkur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Gati Wibawaningsih di Jakarta, dalam sebuah kesempatan.

Kemenperin mencatat, yang telah mengikuti loka karya e-Smart IKM sebanyak 5.945 pelaku usaha dengan total omzet sebesar Rp1,5 miliar. Berdasarkan sektornya, industri logam mendominasi hingga 40,99% dari total transaksi di e-Smart IKM.

Kemudian disusul sektor industri fesyen sebesar 30,13%, industri makanan dan minuman 23,50%, industri herbal 1,22%, industri furnitur 0,90%, serta industri kreatif dan lainnya 0,72%. “Hingga tahun 2019, ditargetkan bisa mencapai total 10.000 peserta dengan sekitar 30.000 produk IKM yang dapat diakses konsumen melalui marketplace,” ungkap Gati.

Sampai saat ini, program e-Smart IKM yang dilaksanakan hingga di 22 provinsi, telah melibatkan beberapa pihak, seperti BI, BNI, Google, iDeA serta Kementerian Komunikasi dan Informatika. Selain itu, menggandeng pemerintah provinsi, kota dan kabupaten. “Program e-Smart IKM juga telah bekerja sama dengan marketplace seperti Bukalapak, Tokopedia, Shopee, BliBli, Blanja.com, Ralali, dan Gojek Indonesia,” sebut Gati.

Lebih lanjut, program e-Smart IKM akan pula memfasilitasi pelaku usaha agar dapat mengakses pasar yang lebih luas melalui kerja sama dengan ATT Group selaku Authorized Global Partner Alibaba.com di Indonesia.

“Kerja sama ini meliputi pelatihan pemasaran online bagi IKM dalam melaksanakan operasional di dalam Alibaba.com serta pertukaran data dan informasi mengenai perkembangan dan pencapaian IKM yang masuk di dalam program e-Smart IKM,” paparnya.

Salah satu peserta yang sukses dalam mengaplikasikan program e-smart IKM adalah Jaket Bola Distro. Pelaku usaha sektor fesyen ini didirkan sejak tahun 2016 oleh Andri, ketika dia masih duduk di bagku kuliah. Andri mengatakan, workshop e-Smart IKM yang diikutinya pada tahun 2017 menjadi lompatan besar dalam menjalani usahanya. Apalagi dia merintis melalui pemasaran di media sosial. “Dari dulu saya memasarkan produk lewat Facebook, Instagram dan Twitter,” tuturnya.

BERITA TERKAIT

Kunci Cermat Bermedia Sosial - Pahami dan Tingkatkan Kompetensi Platform Digital

Kecermatan dalam bermedia sosial sangat ditentukan oleh pemahaman dan kompetensi pengguna terkait platform digital. Kompetensi tersebut meliputi pemahaman terhadap perangkat…

IKM Tenun Terus Dipacu

NERACA Jakarta – Dalam menjaga warisan budaya nusantara, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya mendorong pengembangan sektor industri kerajinan dan wastra…

PLTP Kamojang Jadi Salah Satu Rujukan Perumusan INET-ZERO

NERACA Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tengah menyusun Dokumen…

BERITA LAINNYA DI Industri

Kunci Cermat Bermedia Sosial - Pahami dan Tingkatkan Kompetensi Platform Digital

Kecermatan dalam bermedia sosial sangat ditentukan oleh pemahaman dan kompetensi pengguna terkait platform digital. Kompetensi tersebut meliputi pemahaman terhadap perangkat…

IKM Tenun Terus Dipacu

NERACA Jakarta – Dalam menjaga warisan budaya nusantara, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya mendorong pengembangan sektor industri kerajinan dan wastra…

PLTP Kamojang Jadi Salah Satu Rujukan Perumusan INET-ZERO

NERACA Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tengah menyusun Dokumen…