Berkoperasi Syariah ala Muhammadiyah

Oleh : Agus Yuliawan

Pemerhati Ekonomi Syariah

Seiring dengan perkembangan ekonomi syariah yang ada di tanah air, keberadaan lembaga keuangan syariah (LKS) tak hanya di monopoli oleh perbankan, asuransi, multifinance, reksadana dll. Tapi  tak kalah pentingnya peran dan   kontribusi dari koperasi syariah  yang ada selama ini banyak bermunculan diberbagai daerah. Sehingga kebijakan tentang pengembangan dan pembangunan ekonomi syariah—tak bisa dipisahkan dengan keberadaan koperasi syariah.

Berbicara koperasi syariah, selama ini yang dituangkan dalam regulasi Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah (KSPPS) dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS), memberikan pengetahuan menarik untuk disimak dan menjadikan kajian diskursus bagi koperasi syariah berbasis keumatan atau organisasi. Salah satu frame yang bisa dijadikan titik tolak keunikan adalah koperasi syariah yang dikembangkan oleh organisasi Muhammadiyah dengan nama gerakan Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM).

Meskipun sebelumnya sudah ada istilah Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) yang merupakan gerakan ekonomi umat, tapi dalam BTM ini berbeda sekali dengan BMT dan tidak bersebrangan dengan regulasi yang ada, baik UU No 25 tahun 1992 (tentang koperasi) dan UU No 1 Tahun 2013 (LKMS). Dalam pengelolaan BTM sejauh ini tidak mengelola dana zakat, infaq, shodaqoh dan waqaf (Ziswaf). Terkait dengan dana Ziswaf tersebut yang dimiliki oleh BTM, baik secara institusional  dan personal dikelola oleh LAZISMU dan Majelis Waqaf dan Kebendaraan Muhammadiyah. Dengan demikian peran fungsi dari BTM murni bisnis dan menjadi pusat keuangan Muhammadiyah baik di daerah, wilayah dan pusat. Dengan tanpa melakuan pengelolaan Ziswaf, BTM tidak terbebani dalam menyalurkan dana tersebut kepada 8 asnaf dan sekaligus selalu bersinergi dengan LAZISMU dan Mejelis lainya di Muhammadiyah.

Selain tidak mengelola maal, sisi menariknya lagi dari BTM ini adalah peran dan pengaruh dari Muhammadiyah sebagai pengendali pengambil kebijakan tetap terus ada, meskipun dalam setiap periode terjadi pergantian para pengurus. Hal ini diwujudkan dalam kepemilikkan Muhammadiyah dalam bentuk keterwakilan atau ex-officio oleh pengurus di BTM sebesar 51% dan sisanya adalah para anggota. Ex–officio  Muhammadiyah bisa dilakukan dengan pendekatan penerbitan sertifikat penyertaan modal dan good will dari para anggota. Dengan pengertian ini memberikan pemahaman bahwa BTM sebagai amal usaha Muhammadiyah (AUM)  dalam kebijakannya akan selalu segaris dengan kebijakan Muhammadiyah.

Dengan mayoritas kepemilikkan Muhammadiyah maka BTM akan terus menjadi AUM dan selalu sinergi dengan berbagai majelis dan ortom di Muhammadiyah. Hal ini sangat berbeda jika BTM tidak mayoritas dari segi kepemilikkan Muhammadiyah dan mayoritas adalah para anggota, bisa – bisa seiring dengan perkembangan jaman kepentingan Muhammadiyah akan teralenasi. Apalagi dalam UU Koperasi menyebutkan; kepemilikkan suara tertinggi adalah para anggota. Inilah yang menyebabkan BTM mengambil posisi agar kepentingan Muhammadiyah tidak hilang di BTM.

Selain ex–officio ada yang menarik, yakni dalam pembuatan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga di BTM, dimana minimal 20 persen dari Sisa Hasil Usaha (SHU) tiap tahunya, diberikan kepada organisasi Muhammadiyah setempat untuk gerakan dakwah. Dengan BTM sebagai pusat keuangan persyarikatan, maka segala aktifitas kegiatan dakwah Muhammadiyah bisa bergerak dan terus bersinar. Dengan adanya BTM maka segala kegiatan ekonomi anggota akan terfasilitasi, begitu juga dengan pembangunan AUM akan mudah. Inilah yang mendasari adanya Gerakan Microfinanfe Muhammadiyah dalam mendirikan satu PDM satu BTM.

Dengan adanya BTM bagi Muhammadiyah bukan hanya sekedar ex– officio  51% dan SHU minimal 20% saja, tapi pendapatan lain seperti Ziswaf ke LAZISMU dan dana sosial dari pendapatan yang semuanya untuk Muhammadiyah. Dari sinilah BTM benar – benar menjalankan Ta’awun Untuk Negeri dan sebuah model Badan Usaha Milik Muhammadiyah. Semoga pemaran ini bisa menjadikan pencerahan bagi koperasi syariah berbasis keuamatan lainya untuk selalu berjamaah dan tidak terkooptasi dengan kepentingan individu dan kelompok dalam koperasi.

BERITA TERKAIT

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…

BERITA LAINNYA DI

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…