Menperin Ajak Pengrajin Rotan dan Furnitur Hijrah ke Luar Jawa

NERACA

Cirebon – Indonesia merupakan negara penghasil rotan terbesar di dunia. Sekitar 85% bahan baku rotan di seluruh dunia dihasilkan oleh Indonesia. Sisanya dihasilkan oleh negara lain seperti Philipina, Vietnam dan negara Asia lainnya. Namun pengembangan Industri rotan di Indonesia masih terganjal beberapa masalah seperti kekurangan bahan baku dan yang lebih parah lagi saat ini masih ada upaya untuk menyelundupkan bahan baku rotan oleh oknum tertentu.

Untuk mengatasi beberapa masalah tersebut, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengajak para pengrajin rotan dan furniture yang ada di Pulau Jawa untuk mendekatkan diri ke daerah penghasil rotan di Indonesia yang sebagian besar berada di Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera. Hingga saat ini, industri furnitur Indonesia masih terpusat di Pulau Jawa khususnya Cirebon. Oleh karena itu, saya meminta industri furnitur yang berada dalam naungan Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) untuk hijrah ke luar Jawa khususnya di Palu, Sulawesi Tengah," ujar Menperin Airlangga di PT House of Rattan di Cirebon, akhir pekan kemarin.

Lebih lanjut Menperin mengatakan ajakan tersebut dinilai cukup menjanjikan, pasalnya Sulawesi Tengah khususnya Palu menjadi basis kuat penghasil bahan baku rotan di Indonesia.  "Di sana (Palu) bahan baku rotan melimpah, oleh karena itu saya mengajak industri yang ada di Cirebon untuk hijrah ke Palu. Dan saya minta proses awal dipindahkan ke sana, untuk menjadi bagian rekonstruksi Palu setelah terjadi bencana," paparnya.

Selain itu, Menperin mengatakan pihaknya telah menyediakan gedung, mesin, serta gudang di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Palu yang bisa digunakan untuk proses produksi industri furnitur.  "Mereka tinggal bawa sumber daya manusia (SDM) ke sana, sedangkan perakitan dan finishingnya tetap di Cirebon," kata Airlangga.

Hal ini sejalan dengan upaya Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang tengah memacu daya saing industri furnitur selaku sektor padat karya berorientasi ekspor. "Industri furnitur harus menjadi kebanggaan Tanah Air. Oleh karenanya, harus terus dikembangkan dan terus berinovasi," tegasnya.

Airlangga pun optimistis, industri furnitur nasional khususnya berbasis rotan akan mampu kompetitif di pasar global melalui desain dan kualitasnya.

Di tempat yang sama,  Ketua Umum HIMKI Soenoto menyambut baik ajakan Menperin Airlangga. Menurutnya, dengan ekspansi kesana (Palu) bisa lebih mendekatkan industri dan bahan baku sekaligus menggenjot ekspor furnitur nasional. "Rencananya sebelum akhir tahun ini kita berangkat kesana (Palu) untuk mulai penjajakan," kata Soenoto.

Soenoto menegaskan bahwa pihaknya siap untuk ekspansi ke Palu, Sulawesi Tengah. "Ini kan program hilirisasi industri, disana pusat bahan baku rotan. Kita siap ekspansi kesana,"  tegasnya.

Namun, tambahnya, yang menjadi tantangan disana yaitu sumber daya manusia (SDM). "Mungkin nanti tenaga kerjanya kita akan bawa dari Cirebon, kemudian akan kita siapkan teknisi untuk dapat mendonorkan ilmunya kepada 5-10 orang pekerja. Memang butuh waktu, tetapi harus segera dimulai," tutup Soenoto.  Seperti diketahui, kinerja ekspor industri furnitur Indonesia dalam tiga tahun terakhir menunjukkan tren yang cenderung stagnan, pada tahun 2015 mencapai sebesar US$ 1.71 miliar, pada tahun 2016 mencapai US$ 1.61 miliar, dan pada tahun 2017 sebesar US$ 1.63 miliar.

Sementara itu, Dewan Penasihat Himpunan Meubel Kerajinan Indonesia (HIMKI), Zaenal Arifin mengatakan saat ini industri kerajinan rotan di Cirebon, Jawa Barat, terancam gulung tikar. Kendati demikian, sejumlah pengusaha maupun perajin rumahan berupaya bangkit.

Ternyata, minimnya suplai bahan baku rotan yang dikirim dari Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera menjadi kendala utama. Bahkan, para eksportir rotan Cirebon terpaksa menolak permintaan buyer atau pembeli, baik dari Eropa maupun Asia. "Suplai bahan baku selama tiga tahun terakhir sulit didapat. Tahun ini bahkan puncak kesulitan kami, baik industri maupun rumahan, untuk mencari bahan," ucapnya.

Di sisi pengusaha, agak sulit membuat komitmen dengan buyer. "Karena pertama, buyer meminta volume yang kita sendiri takut mengatakan, iya," ia menambahkan.

Kondisi tersebut, menurut Zaenal, membuat kualitas hasil kerajinan rotan yang diproduksi menurun. Bahkan, hampir semua jenis barang yang diproduksi dilakukan substitusi. Misalnya, satu kursi yang dibuat menggunakan rangka kayu dan dibalut dengan anyaman rotan.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…