Parameter BI untuk Terbitkan Mata Uang Digital

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Bank Indonesia (BI) mengatakan jika tren berbelanja melalui daring (e-Commerce) sudah sedemikian pesat, tidak tertutup kemungkinan mata uang digital resmi bank sentral atau "Central Bank Digital Currency/CBDC)" bisa diterbitkan. Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Erwin Haryono usai sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (7/8), mengatakan perkembangan "e-Commerce" menjadi salah satu indikator bagi BI untuk menerbitkan instrumen resmi mata uang krypto tersebut.

Saat ini, otoritas masih mengkaji dampak baik dan juga buruk jika CBDC diterbitrkan di Indonesia. CBDC juga kini sedang didalami bank sentral di seluruh dunia, sebagai salah satu instrumen untuk mendukung pembayaran digital yang aman dan terawasi. “Apabila kebutuhan uang digital itu dipenuhi oleh orang lain, dia tidak akan stabil. Itu harus dipenuhi oleh otoritas. Saat masyarakat butuh banyak uang digital, bank sentral harus masuk,” ujar Erwin.

Namun, tidak hanya efisiensi dan juga efektivitas dari CBDC yang sedang dipikirkan Bank Sentral. Pasalnya, CBDC juga bisa membawa risiko bagi perekonomian. Jika tidak dipersiapkan dengan matang, penerbitan CBDC bisa menggerus peredaran uang kartal dan mengganggu likuiditas perekonomian. "Bank bisa tergerus uangnya dan masuk lagi ke bank sentral. Ini masih dalam tahap tahap penelitian dan perkembangan," ujar dia.

CBDC akan menggunakan teknologi pencatatan transaksi terintegrasi modern (blockchain) sebagai platform. Teknologi "blockchain" ini pula yang saat ini digunakan oleh mata uang digital swasta seperti Bitcoin, Etherum dan lainnya. BI mulai mengkaji penerbitan CBDC sejak 2017. Menurut keterangan Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Onny Widjanarko di waktu sebelumnya, proses kajian untuk menerbitkan CBDC akan selesai 2020. Sejak 2017 itu BI juga membandingkan (benchmarking) dengan propyek percontohan mata uang digital seperti di Inggris, Singapura, Malaysia, dan Ekuador.

Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyatakan bahwa beberapa negara mulai mencoba menerapkan mata uang digital bank sentral (Central Bank Digital currency/CBDC) dan crypto fiat currency yang menggunakan blockchain. Hanya, di Indonesia hal ini masih harus dikaji. “Untuk Indonesia yang berpenduduk besar yang tersebar di sekitar 17 ribu pulau, berkembangnya fintech dan digital payments yang andal harus terus kami dukung," ujar Wimboh.

Menurut Wimbo, penerapan CBDC harus tetap mempertahankan peran Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter dan sistem pembayaran. Aspek stabilitas sistem keuangan dan perlindungan konsumen juga tidak boleh dikesampingkan dalam penerapan CBDC. Di satu sisi, ia menyadari bahwa penerapan CBDC akan menghemat banyak biaya di sistem pembayaran dan mempercepat peningkatan inklusi keuangan masyarakat. Hanya, dalam penerapannya perlu transisi bertahap dan paralel, serta mekanisme konversi yang jelas dan transparan. Begitu pula dari aspek legalitas juga perlu untuk disesuaikan.

Kabar baiknya, riset dari Angela Walch, Professor di St. Mary’s University School of Law menunjukkan bahwa penyesuaian legalitas sistem pembayaran digital di negara yang pasarnya tengah berkembang (emerging market) relatif lebih mudah ketimbang Amerika Serikat (AS). Sebab, di negeri Paman Sam itu prosesnya lebih panjang. Menurut Wimboh, kedua alat pembayaran itu perlu dikaji guna melengkapi ekosistem sistem pembayaran yang terintegrasi atau Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) yang baru saja dirilis oleh BI. Ia menegaskan, bahwa ia bersama Pemerintah, BI, akademisi, dan lembaga internasional berkomitmen menerapkan CBDC ke arah yang dikehendaki dan bermanfaat bagi masyarakat luas.

 

BERITA TERKAIT

HUT Ke 61, TASPEN Gelar Empat Kegiatan Sosial

HUT Ke 61, TASPEN Gelar Empat Kegiatan Sosial NERACA  Jakarta – PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Persero) (TASPEN)…

Sektor Keuangan Siap Memitigasi Dampak Konflik Timur Tengah

    NERACA Jakarta – Rapat Dewan Komisioner Mingguan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 17 April 2024 menilai stabilitas sektor…

Rupiah Melemah, OJK Diminta Perhatikan Internal Bank

      NERACA Jakarta – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan memandang bahwa…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

HUT Ke 61, TASPEN Gelar Empat Kegiatan Sosial

HUT Ke 61, TASPEN Gelar Empat Kegiatan Sosial NERACA  Jakarta – PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Persero) (TASPEN)…

Sektor Keuangan Siap Memitigasi Dampak Konflik Timur Tengah

    NERACA Jakarta – Rapat Dewan Komisioner Mingguan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 17 April 2024 menilai stabilitas sektor…

Rupiah Melemah, OJK Diminta Perhatikan Internal Bank

      NERACA Jakarta – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan memandang bahwa…