Pola Konsumsi Berubah

Melihat fenomena perubahan perilaku belanja sebagian masyarakat, dari semula rajin berbelanja di toko ritel secara langsung (offline), kini mulai bergeser ke pola belanja melalui aplikasi dalam jaringan (online), semakin menguatkan indikasi bahwa perubahan tren gaya hidup menjadi faktor pendorong konsumsi dalam negeri pada tahun ini.

Hal ini diakui oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Prof Dr. Bambang Brodjonegoro yang membantah terjadinya penurunan daya beli masyarakat. Namun yang terjadi saat ini, adalah perubahan pola konsumsi masyarakat.

Perubahan pola konsumsi itu terlihat dari perilaku masyarakat yang lebih memilih berbelanja kebutuhan rumah tangga di toko dekat rumah dibandingkan pergi ke supermarket besar. "Orang cenderung sekarang belanja lebih dekat rumah. Banyak penjualan convenience store yang meningkat, di sisi lain penjualan supermarket menurun. Jadi orang membeli barang yang simpel seperti kebutuhan dapur di toko terdekat, sehingga Itu yang mempengaruhi supermarket menurun," ujarnya  dalam sebuah seminar di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Berdasarkan data makro ekonomi saat ini, tidak ada penurunan daya beli masyarakat. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga Indonesia pada kuartal II-2017 mencapai 4,95% naik 0,05% dibandingkan kuartal I-2017 yang sebesar 4,9%. "Kalau kita menggunakan data makro terkait konsumsi, jelas tidak ada pelemahan daya beli, baik konsumsi per jenis barang atau per kapita semua menunjukkan pertumbuhan. Pelemahan daya beli tidak tercermin pada data ekonomi makro," ujar Bambang.

Pendapat senada juga dilontarkan Guru Besar FEUI Prof Dr. Ari Kuncoro. Menurut dia, pendapatan nominal masyarakat kelas menengah tidak mengalami kenaikan yang berarti. Namun, terjadi pergeseran pola konsumsi dari belanja barang ke liburan. Pergeseran pola konsumsi ini dilakukan untuk menunjukan aktualisasi diri mereka di mata orang banyak. "Leisure, gaya hidup hedonis dan itu menjadi gaya hidup mereka," ujarnya.

Tidak hanya birokrat dan akademisi, pengamat ekonomi INDEF Faisal Basri pun mengatakan, daya beli nasional sejatinya tidak turun. Penurunan omzet dan laba beberapa outlet modern tidak bisa dijadikan rujukan penurunan daya beli nasional. “Penyebabnya adalah perubahan perilaku," katanya.

Faisal tegas menilai, tidak ada kejadian luar biasa yang menyebabkan daya beli masyarakat secara nasional mengalami penurunan. “Bila ada kejadian luar biasa seperti perang dan bencana kemungkinan besar daya beli masyarakat akan turun. Sedangkan saat ini situasinya cukup aman,” ujarnya.

Dari gambaran mereka, kita melihat kondisi pusat perbelanjaan (mal) sepi bukanlah cerminan daya beli turun. Mal sebenarnya tidak sepi, tetapi pembelian beralih lewat daring. Contohnya, beberapa produk pakaian dan elektronik kini mengalihkan penjualannya lewat online store.

Artinya, pertumbuhan sektor non leisure stagnan bahkan turun. Sebaliknya terjadi peningkatan tajam pada pertumbuhan sektor leisure seperti travelling, hospitality, hotel, restoran, rekreasi, dan kebudayaan. Ini menggambarkan sebagian masyarakat kini lebih banyak menyisihkan uangnya untuk bersenang-senang (leisure) ketimbang berbelanja datang ke pusat perbelanjaan.

Fakta masyarakat kini gemar leisure itu setidaknya terlihat pada data BPS, di mana sektor transportasi dan pergudangan mengalami peningkatan menjadi 8,37% pada kuartal III-2017, dari sebelumnya 8,03% pada kuartal II-2017. Hal yang sama juga terlihat pada sektor akomodasi, makanan, dan minuman pada kuartal IV yang mengalami peningkatan sebesar 5,07 % pada kuartal III/2017, dari sebelumnya 4,68% pada kuartal II/2017.

Tidak hanya itu. Ada indikasi penurunan konsumsi kelompok menengah atas. Namun, mereka melakukan hal itu untuk berjaga-jaga dengan menaikkan tabungan. Ini terlihat dari peningkatan porsi pendapatan yang ditabung pada kuartal IV-2017 meningkat menjadi 20,77% dari 18,60% pada kuartal IV-2016. Ini tentu menjadi perhatian penting bagi petinggi pemerintahan dalam membuat keputusan strategis terkait dengan perubahan pola konsumsi masyarakat.

BERITA TERKAIT

Sinergitas Lintas Sektoral

Dalam upaya menjaga Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas), serta untuk menciptakan situasi dan kondisi di wilayah agar tetap dalam keadaan…

Optimalisasi Pangan

Harga pangan di sejumlah wilayah Indonesia mengalami kenaikan dalam beberapa waktu terakhir, terlebih menjelang Ramadhan dan Lebaran Idul Fitri. Tidak…

Momentum Jalin Persatuan

Pasca pemilihan umum, bulan Ramadhan menyajikan momentum yang berharga bagi masyarakat untuk menyatukan diri. Meskipun perbedaan politik mungkin telah menimbulkan…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Sinergitas Lintas Sektoral

Dalam upaya menjaga Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas), serta untuk menciptakan situasi dan kondisi di wilayah agar tetap dalam keadaan…

Optimalisasi Pangan

Harga pangan di sejumlah wilayah Indonesia mengalami kenaikan dalam beberapa waktu terakhir, terlebih menjelang Ramadhan dan Lebaran Idul Fitri. Tidak…

Momentum Jalin Persatuan

Pasca pemilihan umum, bulan Ramadhan menyajikan momentum yang berharga bagi masyarakat untuk menyatukan diri. Meskipun perbedaan politik mungkin telah menimbulkan…