Belajar dari Inggris

 

Oleh: Ariyo DP Irhamna

Ekonom INDEF

Di tengah perjalanan menuju kantor di London, saya terlibat pembicaraan dengan seorang senior manajer di sebuah perusahaan konstruksi ternama asal Eropa. Secara umum, kami banyak berbicara mengenai projek kereta api cepat di Inggris.

Awalnya, saya hanya tahu bahwa kereta cepat ini akan menghubungkan Birmingham dan London saja. Namun dari informasi yang saya dapat dari rekan perjalanan saya, ternyata itu hanya tahap awal, tahap kedua akan melanjutkan dari Birmingham ke Manchester dan tahap ketiga menghubungkan Birmingham ke Leeds.

Kereta api cepat ini akan mengurangi waktu tempuh perjalanan Birmingham-London dari 1 jam 21 menit hingga menjadi 49 menit. Jika fase kedua selesai dibangun, maka dapat mengurangi waktu tempuh perjalanan Manchester-London dari 2 jam 8 menit hingga menjadi 1 jam 8 menit, Birmingham-Leeds dari 2 jam menjadi 57 menit.

Rekan perjalanan saya ke London ini menjelaskan bahwa kereta cepat ini berukuran 400-meter yang dapat menampung 1100 penumpang. Kereta cepat ini beroperasi dengan kecepatan 402 kilometer per jam, merupakan yang tercepat di daratan Eropa. Serta direncanakan akan ada 14 perjalanan dalam satu jam di setiap tujuan. Sehingga dalam 1 jam perjalanan, dapat menampung sekitar 15.000 penumpang antara London dan Birmingham, Manchester, dan Leeds. 3 kali lebih banyak dibandingkan kapasitas sekarang.

Kemudian saya bertanya mengenai waktu pengerjaan proyek dari perencanaan hingga kereta cepat ini dapat beroperasi. Rencana pembangunan kereta cepat ini muncul di tahun 2009, kemudian di tahun 2010 dimulai konsultasi publik. Dan studi perencanaanya dilaksanakan selama 5 tahun, pengerjaan konstruksi dimulai di tahun 2016. Sedangkan kereta cepat tahap pertama ini direncanakan dapat beroperasi pada Desember 2026. Untuk tahap kedua jika beroperasi di tahun 2030.

Diujung penjelasan, tiba-tiba dia bertanya balik ke saya, “What about Indonesia?”. Saya yang tidak siap mendapatkan pertanyaan demikian hanya merespon seadanya. Saya jelaskan bahwa Indonesia sedang membangun kereta api cepat yang menghubungkan dua kota besar Jakarta-Bandung. Namun karena kereta kami sudah sampai di stasiun akhir London Euston, maka saya tidak sempat menjelaskan lebih banyak mengenai proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung.

Sepanjang perjalanan di London Underground, saya mencoba membandingkan proses pengerjaan proyek kereta api cepat di Inggris dan Indonesia. Di Inggris, proses studi perancanaan memakan waktu 5 tahun, mulai dari analisis sosial, lingkungan, dan politik. Sedangkan proses konstruksi memakan waktu 10 tahun. Tidak heran konstruksi transportasi di Inggris memiliki kualitas yang tinggi.

Sedangkan di Indonesia, kita baru 2015 kemarin mencanangkan proyek kereta api cepat namun satu tahun berikutnya sudah groundbreaking. Bahkan awalnya kereta api cepat Jakarta-Bandung ditargetkan dapat beroperasi tahun 2019, dan mundur di tahun 2020. Tentu target awal dapat beroperasinya kereta api cepat Jakarta-Bandung di tahun 2019 memiliki muatan politis yang sangat kental.

Kita perlu belajar dari Inggris dalam hal pembangunan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur membutuhkan waktu yang tidak sebentar, mulai dari perencanaan hingga waktu infrastruktur tersebut dapat beroperasi. Pembangunan infrastruktur harus mengutamakan kualitas dan terhindar dari siklus politik.

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…