Perkumpulan Profesi Likuidator Gugat UU Perseroan Terbatas

Perkumpulan Profesi Likuidator Gugat UU Perseroan Terbatas

NERACA

\Jakarta - Perkumpulan Profesi Likuidator Indonesia (PPLI) menggugat 10 pasal dalam Undang-Undang (UU) Perseroan Terbatas di Mahkamah Konstitusi.

"Hak konstitusional para pemohon yang dijamin UUD 1945 telah dilanggar dan dirugikan oleh berlakunya ketentuan frasa 'likuidator' dalam 10 pasal UU PT," ujar kuasa hukum para pemohon, Resa Indrawan Samir, di Gedung MK Jakarta, Rabu (11/4).

Sebanyak 10 pasal yang diujikan adalah Pasal 142 ayat (2) huruf a, 142 ayat (3) sepanjang frasa direksi, Pasal 143 ayat (1), Pasal 145 ayat (2), Pasal 146 ayat (2), Pasal 147 ayat (1), ayat (2) huruf b, Pasal 148 ayat (2), Pasal 149 ayat (1), ayat (2), ayat (4), Pasal 150 ayat (1), ayat (4), Pasal 151 ayat (1), ayat (2), dan Pasal 152 ayat (1), ayat (3) serta ayat (7) sepanjang frasa likuidator.

Pemohon melalui kuasa hukumnya menjelaskan bahwa pihaknya seringkali mengalami kendala di lapangan yang secara potensial dapat merugikan profesi likuidator akibat berlakunya ketentuan-ketentuan a quo.

Pemohon meminta batasan dan syarat yang jelas tentang likuidator, hal itu karena UU PT hanya menyebutkan peran, kewajiban, dan wewenang yang harus dikerjakan oleh seorang yang berprofesi sebagai likuidator tanpa menyebutkan apa sebenarnya makna dari likuidator dan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang likuidator.

"Tanpa persyaratan yang jelas menyebabkan siapa pun dapat mengklaim dirinya sebagai pihak yang berprofesi sebagai likuidator," ujar Resa.

Selain itu, para pemohon juga mengalami kerugian faktual, yakni banyaknya likuidator yang bukan warga negara Indonesia (likuidator asing) atau lembaga likuidator asing melakukan praktik likuidasi terhadap perseroan-perseroan berbadan hukum Indonesia atau perseroan asing yang ada di Indonesia, sehingga merugikan para likuidator yang berpraktik di Indonesia.

Terkait dengan frasa "direksi bertindak sebagai likuidator" yang terdapat pada Pasal 142 ayat (3) tersebut berpotensi menimbulkan konflik kepentingan."Sebab ketika direksi bertindak selaku likuidator, maka dapat dipastikan apa yang dilakukan direksi adalah menyelamatkan harta kekayaan perseroan agar tidak merugi," kata Resa.

Hal itu dapat dikatakan bahwa tindakan direksi tidak berlaku objektif dalam melakukan tugas dan fungsi likuidator, yakni membagi harta kekayaan perseroan kepada kreditur. Oleh sebab itu, para pemohon meminta Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan pasal-pasal yang diujikan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap dan bertentangan dengan UUD 1945. Ant

 

BERITA TERKAIT

Perangi Korupsi - RUU Perampasan Aset Harus Segera Disahkan

Komitmen pemerintah dan DPR terhadap agenda pemberantasan korupsi kembali dipertanyakan publik seiring dengan sikap kedua institusi negara itu yang masih…

Jokowi Harap Keanggotaan Penuh RI di FATF Perkuat Pencegahan TPPU

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo berharap keanggotaan penuh Indonesia di Financial Action Task Force on Money Laundering and Terrrorism…

KPK Akan Evaluasi Pengelolaan Rutan dengan Dirjen PAS

NERACA Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham)…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Perangi Korupsi - RUU Perampasan Aset Harus Segera Disahkan

Komitmen pemerintah dan DPR terhadap agenda pemberantasan korupsi kembali dipertanyakan publik seiring dengan sikap kedua institusi negara itu yang masih…

Jokowi Harap Keanggotaan Penuh RI di FATF Perkuat Pencegahan TPPU

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo berharap keanggotaan penuh Indonesia di Financial Action Task Force on Money Laundering and Terrrorism…

KPK Akan Evaluasi Pengelolaan Rutan dengan Dirjen PAS

NERACA Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham)…