MA Diharapkan Objektif Memutus Perkara Pilkada Makassar

MA Diharapkan Objektif Memutus Perkara Pilkada Makassar

NERACA

Makassar - Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA) diharapkan memutus perkara sengketa Pilkada Makassar secara ojektif yang kini menjadi sorotan publik, hal ini dapat berimplikasi pada hilangnya rasa keadilan serta penegakan hukum di Indonesia.

"Kita berharap proses demokrasi di Makassar berkualitas dan fair sesuai tahapan, tetapi ternyata berproses hukum. Mudah-mudahan MA memutus betul sesuai dengan nilai hukum demi keadilan dan ketuhanan Yang Maha Esa," ujar pengamat hukum Unhas, Sakka Pati di Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (8/4).

Dalam diskusi politik serial bertajuk 'Mungkinkah MA Reken Putusan Panwaslu?', Sakka mengatakan meski adanya dugaan kekeliruan dalam putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN), semoga bisa diluruskan MA dalam kasus ini.

Karena sebelumnya, PT TUN yang menerima gugatan pasangan Munafri Arifuddin-Rachmatika Dewi (Appi-Cicu) atas penetapan KPU Makassar kepada Petahana Moh Ramdhan Pomanto (DIAmi) sebagai calon, sehingga diperkarakan di tingkat Panwaslu Makassar."Mudah-mudah MA bisa meluruskan masalah ini demi Makassar agar semua berjalan kondusif, sebab berdasarkan gugatan banding yang diajukan ke PT TUN, pokok perkara melenceng dari gugatan, namun tetap dimenangkan hingga KPU Makassar banding," beber dia.

Berdasarkan gugatan yang diajukan pemohon kuasa hukum App-Cicu, seperti dugaan pelanggaran wewenang yakni pengadaan ponsel bagi Ketua RT dan RW, penambahan honorer serta tagline 'Dua Kali Tambah Baik', enam bulan sebelum pencalonan, kata dia, salah subtansi, sebab dua dari poin itu sudah menjadi program pemerintah.

"Dua poin itu kan jauh sebelumnya masuk di RPJMD Pemkot Makassar dan jelas arahnya, sementara tagline dijadikan perkara itu bukan subtansi. Mudah-mudah putusan itu berdasar pada memori kasasi," papar dia.

Mengenai potensi adanya gerakan massif masyarakat hingga berujung pada kerusuhan karena tidak terima calonnya dipatahkan ditengah jalan, kata Dosen Unhas ini, itu bisa saja berpeluang hanya saja itu sangat tidak diharapkan.

Sementara Humas Panwaslu Makassar, Mohammad Maulana menjelaskan, dari tiga poin gugatan diajukan pemohon telah dikaji secara spesifik baik secara epsepsional maupun pertimbangan lain, sehingga diputuskan tidak ada pelanggaran.

"Panwaslu menilai setelah dilakukan kajian atas delik pelanggaran itu, tidak ditemukan lalu dinyatakan tidak ada pelanggaran, sehingga penetapan KPU Makassar sudah tepat. Keputusan yang diambil bersifat mengikat dan harus dijalankan KPU," jelas dia.

Selain itu, lanjut dia, putusan Panwaslu seharusnya dijalankan KPU Makassar sebagai dasar menjalankan Pilkada. Bagaimana mungkin putusan PT TUN selanjutnya menjadi kerancuan membatalkan putusan KPU, padahal putusan Panwaslu kedudukannya mengikat.

Pengamat sekaligus Pakar Kepemiluan, Mappinawang, dalam diskusi ini menjelaskan bahwa muaranya ada dua, kalau MA menerima banding KPU Makassar dengan memori kasasi, maka demokrasi akan tetap berjalan sesuai dengan tahapannya, bila sebaliknya maka proses hukum akan panjang.

"Kalau seandainya memori kasasi banding ditolak MA maka KPU Makassar akan mendiskualifikasi pasangan DIAmi, tim hukum pasangan ini tentu melakukan upaya hukum lalu menggugat ke Panwaslu hingga pada akhirnya proses hukum jalan sampai waktu pemilihan. Bila diterima maka berjalan sesuai tahapan," jelas dia.

Menurut dia, dalam gugatan yang diajukan permohon tentu ada tendensi, mengingat subtansi masalah pada tiga poin tersebut, tidak ada dalam poin persyaratan calon, sehingga gugatan yang diajukan sampai berujung di MA.

"Kalau yang dilanggar itu ada dalam item pencalonan tentu sejak awal KPU membatalkan pencalonannya, tapi pada kasus ini malah ditengah jalan. Perkara sengketa pilkada Makassar ini terbilang unik, kasusnya baru pertama kali terjadi di Indonesia," beber dia.

Mantan Komisioner Panwaslu Agussalim menyebutkan, sengketa Pilkada Makassar kali ini adalah malapetaka demokrasi yang jelas merusak tatanan berdemokrasi dan terkesan dipaksakan untuk menghadapi kotak kosong.

"Putusan PT TUN tersebut menjadi simalakama, ada malapetaka demokrtasi yang terjadi di Makassar. Baru kali ini ada proses demokrasi dibatalkan ditengah jalan dan mengharapkan kotak kosong. Kalau lawan kotak kosong sama saja itu bukan berdemokrasi," tambah dia. Ant

 

BERITA TERKAIT

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…