Permasalahan Pilkada 2018 Menumpuk : Siapa yang Peduli ?

 

Oleh : Pramitha Prameswari, Pemerhati Masalah Politik Indonesia

Keterbatasan anggaran yang dialami oleh KPU Provinsi/Kabupaten/Kota dapat berdampak terhadap kurang maksimalnya kinerja KPU Provinsi/Kabupaten/Kota dalam menyelenggarakan setiap tahapan Pilkada, namun demikian keterbatasan anggaran diharapkan tidak menurunkan semangat dan profesionalisme KPU Provinsi/Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan Pilkada.  Sementara itu, desa-desa yang letaknya terpencil dan terbatasnya akses jalan menjadi kendala KPU Provinsi/Kabupaten/Kota dalam penempatan TPS, sehingga dikhawatirkan rendahnya partisipasi pemilih yang dikarenakan faktor geografis. Keterbatasan anggaran yang dialami oleh KPU Provinsi/Kabupaten/Kota dapat berdampak terhadap kurang optimalnya kinerja KPU Provinsi/Kabupaten/Kota dalam menyelenggarakan setiap tahapan Pilkada, namun demikian keterbatasan anggaran diharapkan tidak menurunkan semangat dan profesionalisme KPU Provinsi/Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan Pilkada. 

Terkait permasalahan APK seperti pelanggaran pemasangan, keterlambatan dukungan pengadaan dan aksi perusakan, selain dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara Pilkada, juga rawan mengakibatkan terjadinya pelanggaran pemasangan APK yang dilakukan Paslon dan massa pendukungnya serta kemungkinan terjadinya bentrok antara massa pendukung. Terkait itu, KPU Provinsi/Kabupaten/Kota harus memberikan perhatian serius dan mengusut setiap pelanggaran dan segera melakukan langkah percepatan pengadaan APK kepada para Paslon.

Belum tuntasnya perekaman KTP elektronik dimanfaatkan oleh Paslon (pasangan calon, red) dan pendukungnya untuk membantu masyarakat untuk surat keterangan (Suket) guna meningkatkan daftar pemilih yang mendukungnya. Suket pengganti KTP elektronik yang didistribusikan oleh salah seorang calon gubernur cenderung sebagai strategi untuk menarik dukungan dari masyarakat yang belum mendapatkan KTP elektronik yang dijadikan persyaratan untuk mendapatkan hak pilihnya dalam Pilkada. Urusan Suket maupun KTP elektronik merupakan kewenangan Disdukcapil namun hal tersebut dapat dijadikan peluang bagi salah satu Paslon, sehingga rawan dinilai tindak pelanggaran yang berpotensi gugatan hasil Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK), bahkan bisa menggagalkan hasil Pilkada jika Paslon tersebut memenangkannya.

Selain itu, pembagian Surat Keterangan (Suket) Pengganti E-TKP oleh salah seorang calon gubernur saat berkampanye di Deli Serdang, Sumatera Utara, cenderung sebagai strategi untuk menarik dukungan dari masyarakat yang saat ini belum mendapatkan E-KTP yang dijadikan persyaratan untuk penyusunan daftar pemilih dalam Pilkada. Urusan Suket ataupun E-KTP menjadi kewenangan Disdukcapil ataupun Pemerintah Daerah, namun hal tersebut cenderung dijadikan peluang bagi Paslon Cagub Sumut untuk menarik dukungan suara pada Pilgub Sumut.  Fenomena ini rawan dipolitisasi kelompok anti Paslon yang diusung PDIP sebagai bentuk “dukungan tidak langsung” pemerintah khususnya Disdukcapil terhadap Paslon tersebut.

Selain bentuk perlawanan terhadap calon tunggal yang dinilai hendak memperpanjang kekuasaannya, fenomena kelompok “kotak kosong” pada Pilkada di beberapa daerah (setidaknya di 14 daerah yang terjadi “head to head” Paslon tunggal vs kotak atau kolom kosong) merupakan upaya kelompok kepentingan yang ingin menyuarakan agar masyarakat tidak lagi dipimpin oleh petahana. Strategi relawan kotak kosong untuk memobilisasi pemilih dapat mempengaruhi hasil Pilkada yang pada gilirannya akan menurunkan kualitas demokrasi.

Deklarasi dan pengukuhan Relawan Kotak Kosong menunjukkan bahwa Paslon yang maju dalam Pilkada relatif kurang mendapatkan kepercayaan dari masyarakat, termasuk bentuk kekecewaan dan protes terhadap Parpol yang gagal melakukan pendidikan politik dan kaderisasi karena mayoritas aktifitas Parpol bergerak dinamis ketika memasuki tahun-tahun politik saja.  Untuk menghindari terpilihnya Paslon yang tidak diinginkan maka masyarakat cenderung memilih kotak kosong.  Fenomena pilihan kotak kosong cenderung berpotensi membuat semakin mahal biaya pelaksanaan Pilkada, jika kotak kosong nantinya mengungguli Calon tunggal Paslon, maka jalannya pemerintahan untuk sementara akan dipimpin Pejabat Pelaksana Tugas Harian yang harus mempersiapkan Pilkada ulang di tahun berikutnya.

Sementara itu, survei merupakan salah satu cara tercepat untuk mengetahui kecenderungan pemilih menentukan pilihannya sekaligus gambaran seberapa besar peluang kemenangan Paslon dalam kontestasi politik. Namun demikian, kredibilitas lembaga survei menjadi persoalan yang penting dan pokok, mengingat survei Pilkada rawan dimanipulasi untuk menaikkan citra Paslon dengan tujuan membentuk opini publik dan menarik pemilih untuk memilih pasangan yang unggul dalam survei tersebut. Selain itu, perlu diwaspadai hasil survei maupun polling yang berpotensi memecah belah masyarakat akibat perbedaan pilihan politik.

Dengan terpengaruhnya masyarakat dengan hasil survei maka para Paslon sengaja melakukan dan mengumumkan survei sebagai strategi untuk mendongkrak perolehan suara Paslon. Lembaga survei yang tidak independen sering dimanfaatkan oleh Paslon, sehingga hasil survei cenderung sesuai pesanan dari Paslon, hal ini akan menimbulkan gejolak dari pendukung Paslon lainnya. 

Ketidaknetralan aparatur pemerintah menunjukan keterlibatannya dalam skenario pemenangan Paslon tertentu dengan motif untuk mendapatkan posisi dan kedudukan di jajaran pemerintah daerah maupun kepentingan ekonomi jika Paslon yang didukungnya memenangi Pilkada. Rendahnya kesadaran aparatur pemerintah dalam mematuhi kode etik dan perundang-undangan yang berlaku serta lemahnya penegakan hukum memungkinkan pelanggaran serupa akan terus mewarnai penyelenggaraan Pilkada Serentak 2018 yang implikasinya membuat birokrasi terkotak-kotak dan menurunkan kualitas demokrasi. Selain itu, dugaan pelanggaran oleh ASN dalam penyelenggaraan Pilkada masih terjadi di beberapa daerah pada saat pelaksanaan kampanye. Ketidaknetralan ASN dalam penyelenggaraan Pilkada merupakan bentuk pelanggaran yang harus ditindaklanjuti oleh Panwaslu untuk menjamin Pilkada yang demokratis dan menghindari timbulnya konflik antar pendukung.

Masih adanya keterlibatan aparatur sipil negara yang  ikut berpolitik praktis, kendati hanya sebatas menghadiri kampanye dan foto bersama dengan Paslon namun dapat menimbulkan berbagai spekulasi. Kasus tersebut dimungkinkan karena masih lemahnya pengawasan terhadap ASN sehingga menjadi tidak netral dalam pelaksanaan Pilkada serentak 2018. Namun permasalahan tersebut diperkirakan tidak akan berkelanjutan, karena draft Instruksi Presiden sedang dipersiapkan Kemenpan RB untuk memberi sanksi yang lebih tegas kepada ASN yang tidak netral dalam Pilkada.

 

Untuk kelancaran dan meminimalisir pelanggaran dalam penyelenggaraan Pilkada sudah selayaknya penyelenggara Pilkada di daerah (KPU Provinsi/Kabupaten/Kota dan Panwaslu) melakukan sosialisasi tahapan penyelenggaraan Pilkada serta aturan-aturan yang berlaku, termasuk aturan yang mengikat bagi ASN yang terlibat dalam penyelenggaraan Pilkada 2018. Dengan sosialisasi tersebut baik Paslon, pemilih dan penyelenggara Pilkada diharapkan dapat mengetahui hal-hal yang harus dilakukan dan hal-hal yang dilarang, sehingga dapat timbul upaya saling mengawasi dalam proses penyelenggaraan Pilkada, dan diharapkan dapat menekan berbagai bentuk pelanggaran Pilkada.

Pada masa kampanye para Paslon cenderung memanfaatkan berbagai momentum seperti kegiatan olah raga, kegiatan budaya ataupun hari ulang tahun suatu organisasi untuk dimanfaatkan menarik perhatian dan simpati guna memperoleh dukungan suara dari masyarakat. Kegiatan masa yang bernuansa politik ataupun kampanye tersebut tersebut dapat mengarah sebagai bentuk kampanye terselubung yang dilakukan para Paslon. Dengan demikian Panwaslu perlu jeli dalam melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan kampanye ataupun kegiatan Paslon yang berkedok dengan kegiatan sosial maupun kemanusiaan dengan melibatkan masyarakat. Sementara itu, pada kegiatan kampanye para Paslon cenderung menyampaikan janji-janji politiknya jika terpilih akan membangun berbagai fasilitas untuk kepentingan masyarakat. Bahkan salah satu calon Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menjanjikan akan memperjuangkan secara politik untuk mewujutkan 40 daerah kabupaten dan kota di wilayahnya.  Untuk merealisasikan janji-janji politik tersebut tidak sepenuhnya menjadi kewenangan kepala daerah, sehingga janji-janji tersebut perlu disikapi secara cerdas oleh para pemilih, agar masyarakat tidak salah pilih dalam Pilkada dan kecewa di kemudian hari. Kampanye-kampanye seperti ini hanyalah materi kampanye yang bersifat “populisme pejorative” 

Parpol dan elemen masyarakat pendukung Paslon melakukan berbagai kegiatan, seperti bakti sosial pada dasarnya sebagai upaya untuk menarik dukungan dari masyarakat guna mendukung Paslon mereka, jika pada kegiatan tersebut ditemukan adanya pemberian uang ataupun barang maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai money politics, sehingga Panwaslu harus jeli dalam melakukan pengawasan terhadap kegiatan kampanye untuk meminimalisir “political hazard”. Sementara itu, konsolidasi dilakukan sejumlah Parpol pendukung salah satu Paslon Gubernur Jawa Tengah di Kabupaten Grobogan merupakan upaya Parpol untuk mengerakkan mensin politiknya seiring semakin dekatnya pelaksanaan Pilkada, walaupun upaya seperti ini juga mengindikasikan Paslon tersebut belum yakin memenangkan Pilkada.

Masih ada permasalahan terkait hukum yang melibatkan beberapa calon kepala daerah yang telah ditetapkan oleh penyelenggara Pilkada. Permasalahan tersebut apabila tidak ditangani secara serius  dikhawatirkan dapat menghambat pelaksanaan Pilkada dan mencederai kredibilitasnya. Sementara kegiatan para Paslon masih mengedepankan komunikasi massa dengan massa pendukungnya dengan memanfaatkan berbagai momentum, seperti dialog maupun melalui berbagai kegiatan sosial. 

Sementara pemberian dukungan politik FPI  dan Alumni 212 terhadap salah satu Paslon di Kota Bandung, Jawa Barat selain karena programnya dinilai sejalan dengan kelompok tersebut, juga merupakan bentuk ajakan kepada masyarakat untuk menaikkan elektabilitas Paslon tersebut.

Kampanye negatif menjelang pelaksanaan Pilkada rawan menimbulkan konflik antar para pendukung dan berpotensi menghambat penyelenggaraan Pilkada. Terkait maraknya penggunaan berbagai media dalam Pilkada, lebih disebabkan karena penggunaan Medsos masih dinilai sebagai wadah yang paling efektif untuk menyampaikan pesan-pesan kampanye baik yang positif maupun negatif terkait Pilkada oleh pihak-pihak kepentingan di beberapa daerah, selain untuk mendiskreditkan Paslon tertentu, juga cenderung provokatif untuk menurunkan dukungan dan elektabilitas Paslon rivalnya.

Berbagai dinamika permasalahan Pilkada 2018 masih terus ditemukan seperti permasalahan E-KTP maupun  belum cairnya NPHD serta beragam permasalahan lainnya.  Berlanjutnya masalah ini dapat menimbulkan sejumlah kendala bagi lembaga penyelenggara Pilkada untuk menyukseskan hajatan demokrasi tersebut dengan baik serta dapat berdampak pada  penambahan jumlah Golput dan disisi lain menurunkan prosentase partisipasi politik warga dalam Pilkada serentak 2018. 

Selain itu, panitia pengawas masih menemukan penyebaran isu hoax dan ujaran kebencian yang dilakukan tim sukses masing-masing Paslon, yang selanjutnya akan ditindaklanjuti hingga pelakunya mendapat sanksi yang tegas. Sedangkan kegiatan sosialisasi KPU di beberapa daerah, selain merupakan upaya dalam meningkatkan angka partisipasi calon pemilih, juga sebagai bentuk edukasi kepada masyarakat agar pelaksanaan Pilkada dapat berjalan secara demokratis sesuai aturan yang berlaku.

Harus ada pihak yang serius dan peduli untuk menyelesaikan semua permasalahan Pilkada ini, agar masyarakat dapat mengikuti pesta demokrasi tersebut dengan aman, lancar, damai dan gembira bukan kondisi sebaliknya seperti Pilkada tidak aman bahkan ditunda. Semoga tidak terjadi.

 

 

BERITA TERKAIT

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…

BERITA LAINNYA DI Opini

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…