Menperin Ungkap Komitmen Pemerintah Serap Garam Lokal

NERACA

Jakarta – Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah berkomitmen untuk menyerap garam petani lokal. Untuk itu, Kementerian Perindustrian  menginisiasi kerjasama antara industri dengan para petani garam lokal. Selain penyerapan, industri dalam negeri juga sepakat untuk membantu petani meningkatkan kualitas produksi.

“Selain itu, terkait penyerapan garam produk dalam negeri, ini merupakan salah satu implementasi dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman Sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri,” jelas Airlangga di Jakarta, Kamis (5/4).

Lebih lanjut Menperin mengatakan dalam rangka menjamin perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam, sekaligus menjamin ketersediaan dan penyaluran sumber daya alam untuk industri dalam negeri, maka perlu dilakukan pengendalian impor yang salah satunya adalah komoditas pergaraman sebagai bahan baku dan bahan penolong Industri," kata dia.

Airlangga menjelaskan, rencana penyerapan garam hasil produksi dalam negeri oleh industri pada tahun ini sebesar 1.430.000 ton. Hal ini terbagi atas beberapa daerah antara lain, Jawa Barat yang terdiri atas Cirebon, Indramayu dan Karawang. Jawa Tengah yang terdiri atas Demak, Jepara, Rembang dan Pati.

Kemudian, Jawa Timur yang terdiri atas Sumenep, Pamekasan, Sampang, Bangkalan dan Surabaya. Sulawesi Selatan yang terdiri atas Takalar dan Jeneponto. Nusa Tenggara Barat yang terdiri atas Bima dan Nusa Tenggara Timur yang terdiri atas Nagekeo dan Kupang.

"Pada hari ini akan dilaksanakan Penandatanganan Nota Kesepahaman Penyerapan Garam oleh Industri yang akan dilakukan oleh 10 industri pengolah garam dengan 100 petani garam. Penandatanganan Nota Kesepahaman ini diharapkan menjadi bentuk konkret kerjasama antara industri dengan petani garam dalam hal penyerapan garam produksi dalam negeri," paparnya.

Menurutnya untuk menjamin ketersediaan dan penyaluran sumber daya alam untuk industri dalam negeri khususnya garam untuk bahan baku dan bahan penolong industri, pemerintah juga telah menerbitkan izin impor garam industri pada tahun 2018 sebesar 3.016.185,27 ton.

Di tempat yang sama, Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) menyatakan belum ada garam impor yang masuk hingga saat ini. Pihaknya memperkirakan dalam dua minggu garam asing tersebut baru sampai Indonesia.

Ketua AIPGI, Tony Tanduk, mengatakan garam impor tersebut membutuhkan waktu paling tidak 4 minggu sampai ke Indonesia. "Mereka (industri) mungkin sudah mengajukan, tapi garam itu tidak bisa pesan sekarang, minggu depan datang. Itu butuh 3-4 minggu," ujar Tony.

Tony menjelaskan, masuknya garam impor ini tergantung dari proses pengiriman dari negara asal ke Indonesia. Dia memperkirakan dua minggu lagi garam tersebut sudah mulai masuk. "Kan pakai kapal, belum lagi kapalnya ada atau tidak, kemudian kapalnya jalan ke sini, kemudian tergantung cuaca. Belum ada (yang masuk). Dua minggu lagi baru masuk," jelas dia.

Dia menyatakan, saat ini stok garam di industri memang semakin menipis. Namun, menurutnya, hal tersebut belum mengganggu proses produksi. "Posisi sih memang sudah tipis, tapi saya tidak tahu persis tipisnya itu seberapa banyak. (Produksi tetap jalan?) Iya," tandas dia.

Seperti diketahui, pemerintah telah menetapkan kuota impor garam untuk kebutuhan industri sebanyak 3,7 juta dari sebelumnya 2,37 juta ton di tahun ini. Petani garam lokal optimis mampu memenuhi kebutuhan garam bagi industri dalam negeri. Hal tersebut menyusul adanya perjanjian kerja sama antara industri dan petani untuk menyerap garam lokal sebanyak 1,4 juta ton.

Salah satu petani garam asal Sumenep, Ubed, mengatakan jika cuaca mendukung, produksi garam lokal mampu mencapai 1,6 juta ton per tahun. "Kalau cuaca normal itu bisa sampai 1,6 juta ton per tahun. Kisarannya di situ, 1 juta-1,6 juta ton. Kan sekitar 1,4 juta ton, jadi kalau cuaca bagus masih ada surplus," ujar Ubed.

Namun demikian, lanjut Ubed, diperlukan dukungan dari industri dan pemerintah agar kualitas garam yang dihasilkan oleh petani mampu memenuhi standar industri.Selama ini industri lebih memilih untuk mengimpor karena kualitas garam lokal masih di bawah garam impor. "Untuk industri kan selama ini memang tidak bisa menggunakan garam lokal, tidak memenuhi kadar NaCl-nya, kita di bawah 94, sedang untuk industri harus di atas 97," kata dia.

 

BERITA TERKAIT

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

Program Making Indonesia 4.0 Tingkatkan Daya Saing

NERACA Jerman – Indonesia kembali berpartisipasi dalam Hannover Messe 2024, acara pameran industri terkemuka yang merupakan salah satu satu pameran…

Le Minerale Favorit Konsumen Selama Ramadhan 2024

Air minum kemasan bermerek Le Minerale sukses menggeser AQUA sebagai air mineral favorit konsumen selama Ramadhan 2024. Hal tersebut tercermin…

BERITA LAINNYA DI Industri

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

Program Making Indonesia 4.0 Tingkatkan Daya Saing

NERACA Jerman – Indonesia kembali berpartisipasi dalam Hannover Messe 2024, acara pameran industri terkemuka yang merupakan salah satu satu pameran…

Le Minerale Favorit Konsumen Selama Ramadhan 2024

Air minum kemasan bermerek Le Minerale sukses menggeser AQUA sebagai air mineral favorit konsumen selama Ramadhan 2024. Hal tersebut tercermin…