MPR: Ikuti UU Larang Mantan Narapidana Koruptor

MPR: Ikuti UU Larang Mantan Narapidana Koruptor

NERACA

Jakarta - Ketua MPR RI Zulkifli Hasan meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengikuti aturan UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, terkait rencana institusi tersebut membuat aturan bahwa mantan narapidana kasus korupsi, kejahatan seksual, dan narkoba maju menjadi anggota legislatif.

"Ada UU yang mengaturnya sehingga ikuti aturan saja. Kita ini negara hukum maka ikuti aturan saja," kata Zulkifli di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (4/4).

Dia mengatakan kalau dalam aturan UU Pemilu diperbolehkan maka Peraturan KPU (PKPU) harus mengikutinya, dan begitupun sebaliknya kalau dilarang maka aturan KPU tersebut tidak boleh bertentangan. Zulkifli mencontohkan ketika UU nomor 2 tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang salah satu pasalnya menyebutkan adanya penambahan tiga Pimpinan MPR, maka pihaknya harus melaksanakan amanah konstitusi tersebut."Kalau UU bunyinya itu, ya sudah, tidak boleh ada kreatif lain," ujar dia.

Sementara, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendukung terkait rencana Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang akan membuat Peraturan KPU (PKPU) melarang calon anggota legislatif berstatus mantan narapidana korupsi."Pada prinsipnya, kami mendukung peraturan yang melarang, misalnya caleg yang terkait tindak pidana korupsi itu. Bahkan dulu rasanya saya juga pernah menyampaikan itu sebelum ada ide dari KPU," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di gedung KPK, Jakarta, Selasa (3/4).

Lebih lanjut, Agus menyatakan lembaganya merencanakan berdiskusi dengan KPK soal peraturan tersebut."Nanti kami coba diskusi dengan KPU, dukungan apa yang dibutuhkan sehingga kami misalkan bisa menyuarakan bersama-sama mengenai pentingnya negara ini dikelola oleh baik eksekutif maupun legislatifnya orang-orang yang integritasnya baik," ucap Agus.

Ia pun mengungkapkan bahwa pihaknya juga sebelumnya telah berdiskusi mengenai hal itu dengan pimpinan KPU saat sama-sama menghadiri acara di Surabaya."Sebetulnya kami sudah diskusi tetapi kami akan perdalam lagi diskusi itu yang memungkinkan KPK memberikan dukungan karena kalau ternyata kami mendukungnya pada waktu dan pada kesempatan yang salah mungkin juga tidak akan berkembang, jadi kami akan dikoordinasikan dengan KPU," tutur dia.

Sedangkan, Ketua Komisi II DPR Zainuddin Amali meyakini Komisi Pemilihan Umum (KPU) mendasarkan semua Peraturan KPU (PKPU) berdasarkan UU khususnya terkait aturan larangan mantan narapidana tindak pidana korupsi mencalonkan diri sebagai anggota legislatif."Saya kira KPU pasti mendasarkan semua aturannya berdasarkan UU. Tidak mungkin mereka mau mengeluarkan aturan yang bertentangan atau berbeda dengan UU," kata Amali di Kompleks Parlemen, Jakarta.

Dia menjelaskan terkait kondisi di lapangan yang saat ini menghendaki adanya larangan mantan narapidana korupsi ikut Pemilu Legislatif (Pileg), dilakukan saat adanya perubahan UU Pemilu. Menurut dia, tidak bisa di tengah jalan PKPU menyesuaikan dengan kejadian atas kasus-kasus tertentu sehingga hal itu tidak mungkin dilakukan penyelenggara pemilu.

Sebelumnya, KPU akan melarang bekas narapidana korupsi, narkoba dan pelecehan seksual maju menjadi anggota legislatif, dan akan ditambahkan sebagai pasal baru dalam PKPU tentang pencalonan anggota legislatif dalam Pemilu 2019."Nanti akan kami masukan juga aturan mantan narapidana kasus korupsi dilarang nyaleg. Di PKPU pencalonan caleg mau kami masukkan karena di UU belum ada," ujar anggota KPU RI, Hasyim Asy'ari.

Dia menilai aturan itu bertujuan agar masyarakat dapat pemimpin dan wakil yang bersih. Dia mengatakan korupsi merupakan tindakan yang sudah pasti mengandung unsur penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan sehingga koruptor merupakan orang yang sudah berkhianat kepada jabatan, negara, dan sumpah jabatan.

Pasal 240 ayat (1) poin (g) UU nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyebutkan bahwa bakal calon anggota DPR RI, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota adalah warga negara Indonesia yang harus memenuhi persyaratan tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam pidana penjara lima tahun atau lebih kecuali secara terbuka dan jujur mengumumkan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana. Ant

 

BERITA TERKAIT

Dua Pengendali Pungli Rutan KPK Sampaikan Permintaan Maaf Terbuka

NERACA Jakarta - Dua orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berstatus tersangka atas perannya sebagai pengendali dalam perkara pungutan…

Ahli Sebut Penuntasan Kasus Timah Jadi Pioner Perbaikan Sektor Tambang

NERACA Jakarta - Tenaga Ahli Jaksa Agung Barita Simanjuntak mengatakan penuntasan kasus megakorupsi timah dapat menjadi pioner dalam upaya perbaikan…

Akademisi UI: Korupsi Suatu Kecacatan dari Segi Moral dan Etika

NERACA Depok - Dosen Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI) Dr. Meutia Irina Mukhlis mengatakan dalam…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Dua Pengendali Pungli Rutan KPK Sampaikan Permintaan Maaf Terbuka

NERACA Jakarta - Dua orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berstatus tersangka atas perannya sebagai pengendali dalam perkara pungutan…

Ahli Sebut Penuntasan Kasus Timah Jadi Pioner Perbaikan Sektor Tambang

NERACA Jakarta - Tenaga Ahli Jaksa Agung Barita Simanjuntak mengatakan penuntasan kasus megakorupsi timah dapat menjadi pioner dalam upaya perbaikan…

Akademisi UI: Korupsi Suatu Kecacatan dari Segi Moral dan Etika

NERACA Depok - Dosen Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI) Dr. Meutia Irina Mukhlis mengatakan dalam…