Pengawasan Perbankan di Era Pengenduran "Quantitative Easing" di Eropa

 

Oleh: Achmad Deni Daruri, President Director Center for Banking Crisis

 

Penurunan Total Factor Productivity dunia akhir-akhir ini dirasakan secara simultan oleh negara maju dan berkembang. Implikasinya pengenduran kuantitatif easing di Eropa sangat mungkin tidak berdampak positif bagi peningkatan kinerja total factor productivity di Eropa yang pada gilirannya dapat meningkatkan resiko sistemik di system perbankan Eropa. Bicara mengenai magnitude dari program pengenduran quantitative easing itu sendiri memiliki dampak yang serius bagi bank-bank zombie yang ada di Eropa saat ini. Sejarah membuktikan bahwa permasalahan bank zombie di Eropa belumlah selesai dimana pada awal tahun 2008, Jerman masih merupakan negara dengan ekonomi terkuat Eropa.

Produk domestik bruto (PDB) mencapai 2.423 milyar Euro untuk tahun 2007 dan Jerman sudah bertahun-tahun memegang gelar juara dunia ekspor. Tapi, sekuat-kuatnnya ekonomi Jerman, negara ini tak terluput dari imbas krisis keuangan global . Semuanya berawal di Amerika Serikat. Bulan Maret, Bank Amerika Serikat J.P. Morgan Chase terpaksa membantu bank investasi Bear Stearns yang merugi akibat spekulasi hipotek rumah. Bulan September, pemerintah Jerman mengambil alih Fannie Mae dan Freddie Mac, dua bank pekreditan rumah besar di Amerika Serikat. Ini adalah langkah pertama maraton upaya penyelamatan yang belum ketahuan akhirnya. Beberapa waktu setelahnya bursa saham Amerika Serikat Wall Street dihantam "Senin Hitam" dimana Bank investasi Lehman Brothers menjadi dibangkrutkan secara politik.

Saat itu, imbas langsung krisis keuangan Amerika Serikat mulai terasa di Jerman. Melalui transfer otomatis, Bank Pembangunan Jerman KfW menyalurkan dana 300 juta Euro lebih kepada Lehman Brothers yang sudah bangkrut. Kritik tajam pun terlontar dari kalangan politisi Jerman yang mengecam keteledoran para penanggung jawab KfW. Itulah Jerman yang memiliki pengawasan perbankan yang terkenal dengan disiplin besinya. Bagaimana dengan negara-negara Eropa lainnya yang pengawasan perbankannya tidak setangguh Jerman? Dapat diperkirakan bahwa periode pelunakan rejim moneter akan membawa dampak serius bagi negara-negara Eropa yang masih didera oleh bank-bank zombie.

Untuk itu diperkirakan pengawasan perbankan di Eropa akan menarik pemerintah di Eropa ke dalam gelanggang pengawasan perbankan. Hal ini sudah terjadi pada krisis perbankan di Eropa yang baru lalu. Dalam suatu aksi bersama, sejumlah bank sentral memompa dana miliaran Euro ke pasar uang. Hasilnya nihil, sehingga enam bank sentral secara serempak menurunkan suku bunganya. Makin banyak warga Jerman kuatir, simpanan hari tuanya terkuras. Tanggal 13 Oktober, pemerintah Jerman meluncurkan paket raksasa senilai 500 Miliar Euro yang bertujuan memayungi bank-bank Jerman dari kehancuran. Awalnya, lembaga keuangan Jerman tampak enggan menyambut uluran tangan pemerintah. Menerima uang negara berarti lembaga keuangan itu secara tidak langsung mengaku tak mampu mengatasi krisis ini.

Bos Deutsche Bank Josef Ackermann misalnya menolak hal tersebut. Langkah yang membuat geram Menteri Keuangan Peer Steinbrück: "Saya mengharapkan, Herr Ackermann secara jelas mengatakan, kalau perlu di depan publik, bahwa ia mendukung konsep ini. Apalagi ia merupakan salah satu penggagasnya, termasuk dalam pembicaraan kami." Konflik antara pemerintah dan pengelola perbankan di Eropa dipastikan akan meningkat di masa depan ketika pengawasan perbankan gagal mengeliminir efek negatif yang ditimbulkan oleh program pelunakan kebijakan moneter tidak konvensional di masa depan.

Implikasinya jika tingkat suku bunga naik dengan peningkatan yang cukup besar maka bukan hanya system perbankan yang akan mengalami trauma likuiditas tetapi juga sector riil karena total factor productivity di negara maju dan berkembang belum memperlihatkan tanda-tanda untuk pulih kembali. Hal ini memperlihatkan kebijakan moneter saja tidak cukup untuk memperbaiki sektor riil di Eropa termasuk meningkatkan daya pengawasan perbankan dan daya kompetitif dari perbankan Eropa.

Kawasan Eropa memerlukan kebijakan struktural berbasis teknologi, yang telah mempengaruhi masyarakat dan sekelilingnya dalam banyak cara. Di banyak kelompok masyarakat, teknologi telah membantu memperbaiki ekonomi (termasuk ekonomi global masa kini) dan telah memungkinkan bertambahnya kaum senggang. Banyak proses teknologi menghasilkan produk sampingan yang tidak dikehendaki, yang disebut pencemar, dan menguras sumber daya alam, merugikan, dan merusak bumi dan lingkungannya. Berbagai macam penerapan teknologi telah memengaruhi nilai suatu masyarakat, dan teknologi baru seringkali mencuatkan pertanyaan-pertanyaan etika baru.

Dalam pameran teknologi berbasis computer di las Vegas bulan Januari yang lalu tampak terlihat bahwa perusahaan-perusahaan Eropa belum mampu mengungguli perusahaan-perusahaan sejenis dari Amerika Serikat. Padahal tantangan masa depan adalah tantang teknologi berbasis internet of thing. Jika perusahaan di Eropa tidak memiliki daya saing yang kompetitif maka perbankan di Eropa akan terkena dampak negatifnya. Perusahaan di Eropa akan terkena ancaman kenaikan tingkat suku bunga dan pelemahan daya saing dari sisi teknologi secara bersamaan.

Secara umum, teknologi dapat didefinisikan sebagai entitas, benda maupun tak benda yang diciptakan secara terpadu melalui perbuatan, dan pemikiran untuk mencapai suatu nilai. Dalam penggunaan ini, teknologi merujuk pada alat, dan mesin yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah di dunia nyata. Ia adalah istilah yang mencakupi banyak hal, dapat juga meliputi alat-alat sederhana, seperti linggis atau sendok kayu, atau mesin-mesin yang rumit, seperti stasiun luar angkasa atau pemercepat partikel. Alat, dan mesin tidak mesti berwujud benda; teknologi virtual, seperti perangkat lunak dan metode bisnis, juga termasuk ke dalam definisi teknologi ini.

Pelemahan dalam total factor productivity mencerminkan pelemahan dalam peran teknologi dalam menopang penciptaan nilai tambah. Artikulasi filsafat ini dapat ditemukan secara eksplisit di dalam risalah yang ditulis Vannevar Bush mengenai kebijakan ilmu pascaperang, Science—The Endless Frontier mengatakan secara gambalng yaitu: "Produk-baru, industri baru, dan lebih banyak lapangan kerja memerlukan tambahan pengetahuan sinambung akan hukum-hukum alam... Pengetahuan baru yang esensial ini dapat diperoleh hanya melalui penelitian ilmiah dasar." Bukan berarti Eropa tidak memiliki kemajuan teknologi, kemajuan teknologi ada namun dalam bentuk yang marjinal. Tugas pengawasan perbankan di Eropa akan semakin berat ketika program pengenduran quantitative easing juga diberlakukan secara cepat bersamaan dengan belum pulihnya total factor productivity! Jika pengawasan perbankan diperketat juga memandakan bahwa tren pembiayaan melalui sindikasi juga dipastikan akan melemah di Eropa.

 

BERITA TERKAIT

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…