UTANG NEGARA MEMBENGKAK - BI Masih Bersikap Tenang Karena Rasio Terjaga

NERACA

Jakarta – Menutupi lebarnya defisit anggaran negara banyak cara yang bisa dilakukan pemerintah, termasuk diantaranya dengan berutang. Namun opsi ini dinilai menjadi pilihan pahit bila tidak di kontrol. Hal ini pula yang dialami pemerintahan Presiden Joko Widodo yang mencatat membengkaknya porsi utang negara yang tumbuh 13,46% mencapai Rp 4,034,80 triliun dibandingkan priode yang sama tahun lalu.

Merespon hal tersebut, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara menyikapi dengan tenang. Dirinya menjelaskan, soal utang RI adalah hal yang wajar.”Polemik utang negeri ini sebenarnya wajar, kan tak bisa hidup tanpa utang, sama kayak kita yang punya utang KPR, utang mobil itu wajar tapi kita harus bisa jaga rasionya," kata Mirza di Jakarta, Senin (2/4).

Dia menuturkan, jika rasio utang terjaga, maka kondisi keuangan negara akan tetap sehat. Indonesia saat ini memiliki rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) yang lebih rendah dibanding negara lain."Banyak negara tetangga kita seperti Malaysia dan Turki rasio utangnya lebih tinggi dari PDB mereka," ujarnya.

Mirza menjelaskan, untuk pembayaran utang luar negeri tersebut dibutuhkan valuta asing. Karena itu harus ditingkatkan penerimaan devisa seperti dari ekspor, pariwisata dan remitansi dari tenaga kerja Indonesia (TKI).”Untuk remitansi dari TKI memang harus ditingkatkan tapi juga perlu diiringi dengan kualitas TKI dan perlindungan juga perlu diperbaiki," imbuh dia.

Dia mencontohkan, saat ini negara yang sukses terkait penerimaan devisa adalah Thailand yang nilai ekspornya lebih tinggi dari pada penerimaan devisanya. Ekspornya Thailand itu 46% bagus sekali, penerimaan devisanya melebihi ULN nya," ujar dia.

Sebelumnya pengamat ekonomi, Faisal Basri masih menyakini, membengkaknya utang pemerintah masih bisa dibayar dengan catatan menaikkan porsi pada anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).”Masih mampu, tapi persentase APBN yang dialokasikan untuk bayar utang makin naik, karena kita semakin banyak berutang, menawarkan lebih banyak," ungkapnya.

Kemudian, agar APBN tidak membengkak, Faisal menyarankan pemerintah mengurangi anggaran untuk pendidikan dan kesehatan, yang memiliki porsi besar pada APBN.”Tapi kalau porsi cicilan dan bunga itu naik, maka uang untuk kesehatan makin turun, pendidikan juga makin turun. Kesehatan dan pendidikan bisa diundur, cicilan dan bunga utang harus dibayar tepat waktu, kalau tidak utang akan semakin membebani," papar Faisal Basri.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengakui utang Indonesia belakangan membengkak lebih cepat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Namun, dia menegaskan penambahan nilai utang Indonesia itu masih wajar.”Utang Indonesia kenaikannya mungkin sedikit lebih cepat dibanding masa lalu, iya. Tapi, tetap saja beban utang kita enggak termasuk tinggi di antara negara manapun. Seluruh dunia tahu itu," tegasnya.

Darmin menjelaskan pembengkakan utang Indonesia itu terjadi karena pemerintah mempercepat pembangunan infrastruktur. Karena itu, dia mengklaim penambahan nilai utang selama ini justru akan membawa dampak positif. Pemerintah enggak menggunakan utang untuk konsumsi. Kami gunakan utang untuk investasi infrastruktur. Jadi, jangan menakut-nakuti diri," kata dia.

Darmin juga berdalih, penambahan nilai utang Indonesia, tetap diiringi dengan indikator fiskal yang baik. Hal ini karena defisit primer nasional sudah mulai menuju angka nol. Dia optimistis, pada 2019, dampak dari upaya pemerintah mendongkrak pembangunan infrastruktur akan mulai terlihat, yakni ada akselerasi perbaikan ekonomi. Sebab, banyak proyek strategis nasional akan rampung pada tahun tersebut.

Dia mengibaratkan pemerintah Indonesia saat ini seperti pengusaha yang berhutang karena modalnya kurang. Sebagai informasi, Bank Indonesia mencatat rincian utang luar negeri (ULN) Indonesia adalah utang bank sentral dan pemerintah sebesar US$ 183,4 miliar, serta utang swasta sebesar US$ 174,2 miliar.

Dari segmennya, ULN sektor pemerintah dan bank sentral tumbuh 13,7% (yoy). Sedangkan ULN sektor swasta tumbuh 6,8% (yoy). Jumlah utang terus meningkat karena arus masuk dana asing pada Surat Berharga Negara (SBN). Selain Juga, peningkatan pinjaman luar negeri yang didominasi untuk kebutuhan project loan. Utang tersebut dipusatkan untuk keuangan, pengolahan, pertambangan, serta pengadaan listrik, gas, dan air bersih. bani

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…