Siapa Lebih Dipercaya, Menkes atau IDI?

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memastikan 27 merek produk makarel mengandung parasit cacing. Temuan ini diperoleh setelah BPOM meneliti 541 sampel dari 66 produk produk ikan dalam kaleng itu yang beredar di seluruh Indonesia.  Temuan tentang keberadaan  parasit cacing dalam makarel pun membuat heboh masyarakat. Konsumen menjadi khawatir untuk mengonsumsi makanan kemasan yang cukup familier itu.

Seusai rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Kamis (29/3) lalu, Menteri Kesehatan Nila F Moelek mencoba menepis kekhawatiran tersebut.  ”Setahu saya itu kan (makarel) nggak dimakan mentah, kan digoreng lagi atau masak lagi, dan cacingnya mati lah," ujarnya.

Menkes berharap hal ini juga tak terlalu dirisaukan. "Cacing itu sebenarnya isinya protein. Tapi saya kira kalau sudah dimasak, kan saya pikir sudah steril. Insyaallah nggak jadi (bahaya) nih," kata dia.

Benarkah demikian? Apakah itu berarti makarel mengandung parasit cacing aman dikonsumsi? Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M Faqih mengatakan, pemerintah mestinya bersikap tegas terhadap keamanan pangan. Bila ditemukan cacing, berarti selama proses pembuatan hingga pengemasannya telah terkontaminasi.  ”Menurut hemat saya keamanan pangan itu penting sekali sehingga apapun di kandungan pangan itu harus bersih dari hal-hal yang berpotensi membahayakan kesehatan,” kata Faqih.

Dokter lulusan Universitas Brawijaya, Malang, ini mengingatkan, produk makanan yang terkontaminasi itu harus ditarik dan tidak boleh beredar lagi.Lebih penting, ada penelitian komprehensif tentang kandungan dalam makanan itu sehingga dapat dipastikan keamanannya. ”Gak bisa kita bilang cacing itu (mengandung protein), kan kalau berbahaya repot,”kata dia.

Faqih menegaskan, soal keamanan pangan semua pihak tidak boleh berspekulasi. Harus diterapkan kehati-hatian sehingga ada jaminan keamanan pangan bagi konsumen. ”Jadi bukan sesuatu yang tidak tidak pasti,” tegas dia.

Politisi PDI Perjuangan Ribka Tjiptaning pun meradang soal temuan produk ikan makarel yang terindikasi mengandung cacing parasit. Ia meminta Menteri Kesehatan (Menkes) Nila F Moeloek mencoba mengonsumsi produk itu terlebih dahulu sebelum berkomentar parasit tersebut layak konsumsi. "Bu Menkes saja yang disuruh makan cacing itu (produk ikan makarel yang mengandung cacing parasit), baru suruh rakyatnya. Jangan asal ngomong saja," kata Ribka.

Perkataan Nila dianggap sebuah pernyataan yang tidak bertanggungjawab mengingat jabatannya sebagai Menkes menjadi unsur pertimbangan kesehatan di Tanah Air. Terlebih jenis cacing yang terdapat di produk makanan kemasan itu berbeda dengan cacing tanah. "Yang ada di tanah itu (mengandung) protein. Tapi yang di dalam kaleng itu berbahaya, dia sudah melalui proses beberapa kali sterilisasi tapi masih hidup," katanya.

Ribka menyarankan agar peredaran ikan makarel kalengan ditarik. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dinilai tak bekerja maksimal untuk menarik produk-produk yang terindikasi mengandung cacing parasit, sebab Ribka masih menemui jenis produk ikan makarel tersebut. "BPOM belum maksimal. Saya tadi malam di Pasar Ciledug itu di satu swalayan masih menemukan makarel itu, masih dijual belum ada penarikan," ungkap dia.

Ia meminta agar Menkes dan BPOM memperhatikan hal ini dengan serius. Apalagi Komisi IX telah menekankan produk ikan makarel dengan cacing di dalamnya tak layak konsumsi, sehingga harus secepatnya dicabut dari peredaran. (agus. Iwan)

 

Hentikan Produksi

 

Sementara itu, Pengusaha Pengalengan Ikan Indonesia menghentikan produksi ikan makarel kaleng. Ketua Asosiasi Pengusaha Pengalengan Ikan Indonesia (APIKI) Ady Surya mengatakan, hampir seluruh pabrik pengalengan di seluruh Jawa dan Bali telah menghentikan produksinya. Ribuan karyawan juga terpaksa dirumahkan.

Para pemilik pabrik pengalengan, tidak mau mengambil resiko dengan terus berproduksi. Sebab, semua produk ikan kaleng baik Makarel, Sarden, maupun Tuna di tingkatan ritel telah ditarik. "Kami mengalami dampak sosial ekonomi yang begitu berat. Pabrik yang memproduksi mackarel sudah tidak memproduksi," ujar Ady.

Sejauh ini, ucap Ady, para anggota APIKI tengah menghitung jumlah kerugian yang dialami perusahaan. Namun, diperkirakan mencapai miliaran rupiah. "Miliaran itu jelas. Kami mengharapkan pemerintah melakukan klarifikasi," ujar Ady.

Adi meminta pemerintah melakukan klarifikasi kepada masyarakat dan para pengusaha pengalengan ikan Indonesia.

Adi mengatakan, instansi terkait seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, serta Kementerian Perindustrian memberikan pengarahan kepada para pengusaha. "Industri juga harus selamatkan. Kami berharap pemerintah menjelaskan, duduknya secara clear kepasa masyarakat, supaya tidak liar," ujarnya.

Ady menyayangkan langkah BPOM yang tidak mempedulikan dampak terhadap dunia usaha. Rilis BPOM membuat 10 pabrik di Banyuwangi berhenti beroperasi, di Bali 7 pabrik, serta masing-masing 1 pabrik di Pekalongan dan Pasuruan.

Menurutnya, APIKI telah menerapkan standar keamanan konsumsi yang tinggi dalam pengolahan ikan kaleng. "Seluruh produk diwajibkan untuk menerapkan standar SNI. Standar pengolahan dari Kementarian Kelautan dan Perikanan, label halal dari Majelis Ulama Indonesia, serta berbagai standar dari International Standard Organization," ujarnya.

Ady menerangkan, cacing Anisakis di dalam ikan tidak bisa bertahan lebih dari 15 hari dari kematian inangnya. Di 44 perusahaan anggota APIKI, ikan dibekukan pada suhu minus 20 derajat celcius. Setelah itu dimasak dalam suhu 117 derajat selsius dalam kondisi steril dan vakum udara. ”Suhu 70 derajat saja cacing sudah mati,” ujar Ady. (dbs)

 

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…