Ternyata, Ikan Impor

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia mengumumkan 27 produk ikan kaleng makerel mengandung cacing parasit. Sebelumnya, BPPOM Kota Pekanbaru mengonfirmasi produk ikan kaleng impor bermerek Farmerjack, IO dan Hoki mengandung cacing. Cacing yang ditemukan di dalam produk tersebut adalah cacing anisakis sp.

 

NERACA

 

Penemuan cacing dalam produk makanan merek ikan makarel kaleng menimbulkan kehebohan. Kepala BPOM Penny Lukito mengatakan pascatemuan di Pekanbaru pada Kamis (22/3), pihaknya melakukan penelitian terhadap 541 sampel ikan kaleng dari 66 produk di seluruh Indonesia. "Ada 27 merek yang positif mengandung parasit cacing. Sebanyak 16 produk impor dan 11 dalam negeri," kata Penny.

Penny mengatakan bahwa meski ada produk dalam negeri, tetapi bahan baku keseluruhan berasal dari luar negeri. Dia mengatakan ikan makerel tidak hidup di lautan Indonesia. "Produk impor dari kawasan China dan sekitarnya. Bahan baku yang di dalam negeri juga berasal dari wilayah perairan China," tutur Penny.

BPOM kini sedang melakukan kajian bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan. Penny menyebut ada indikasi banyaknya temuan cacing parasit di produk ikan makerel kaleng karena dipengaruhi musim.

Dia mengatakan ada musim di mana ikan makerel berkumpul di sebuah tempat yang banyak terdapat cacing parasit. Cacing parasit tersebut menjadikan ikan makerel sebagai inangnya.

Namun hal itu tidak menghentikan penyelidikan dan penindakan terhadap produsen, distributor, dan importir. Dia mengimbau kepada pihak-pihak terkait untuk menarik produk yang mengandung cacing parasit dari pasaran. "Kami instruksikan penghentian sementara impor dan produksi sampai ada audit yang lebih besar," kata Penny.

Sebelumnya, BPPOM Kota Pekanbaru mengonfirmasi produk ikan kaleng impor bermerek Farmerjack, IO dan Hoki mengandung cacing. Cacing yang ditemukan di dalam produk tersebut adalah cacing anisakis sp.

Cacing Anisakis sp adalah parasit yang dapat menimbulkan masalah pada ikan hingga manusia, sehingga bila dikonsumsi tanpa dimasak, atau dalam keadaan setengah masak, akan menimbulkan penyakit.

Sementara pengamat sektor kelautan dan perikanan Abdul Halim mengatakan permasalahan sejumlah produk ikan dalam kaleng sebenarnya dapat diatasi bila produk tersebut jangan mengandalkan impor. "Maraknya peredaran produk sarden dan makarel kalengan yang terkontaminasi cacing pita mestinya tidak perlu terjadi apabila produk ikan kalengan tidak didatangkan dari kran impor," kata Abdul Halim.

Menurut Abdul Halim, jika terpaksa impor, maka aturan yang sudah berlaku mestinya dijalankan secara ketat. Bila terbukti melanggar, lanjutnya, maka pemerintah perlu memberikan "black list" (daftar hitam) kepada importir yang melanggar dan diberi sanksi pidana. "Problemnya adalah 65 persen kebutuhan ikan kalengan justru didatangkan dari China," kata Abdul Halim yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan.

Sedangkan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk melakukan investigasi terkait maraknya kasus ikan sarden dan makarel kalengan yang mengandung cacing. "BPOM jangan hanya melakukan penarikan saja, tetapi harus menginvestigasi secara keseluruhan proses produksinya, baik dari sisi hulu hingga hilir," kata Tulus.

BPOM, kata dia, tidak cukup menarik produk dari pasaran tanpa melakukan langkah-langkah yang lebih komprehensif. Untuk itu, dia mendorong BPOM agar menemukan penyebab kenapa produk sarden dan makarel tersebut sampai terkontaminasi cacing.

Sedangkan Direktur LBH Konsumen Indonesia sekaligus Ketua HLKI Jabar Banten DKI Jakarta Firman Turmantara mengatakan, atas temuan dan pengujian ikan kalengan yang positif mengandung cacing tersebut Kepala BPOM meminta Konsumen tidak resah. Sementara Komisi IX DPR akan memanggil BPOM karena dianggap sudah meresahkan masyarakat.

"Tapi mengapa Kepala BPOM membuat pernyataan bahwa konsumen tidak perlu resah atas temuan 27 merek ikan kalengan yang ada cacing pitanya. Bahkan di medsos beredar pernyataan Menteri Kesehatan yg mengatakan bahwa cacing di ikan kalengan itu berprotein. Hal ini menunjukan tidak adanya rasa empati dan menyederhanakan masalah dan terkesan cuci tangan, " ujar Firman.

Menurut Firman, kasus cacing pita dalam ikan kalengan tersebut menambah kasus-kasus lainnya yang menjadi bukti BPOM kecolongan. Sebelumnya ada praktek vaksin palsu yang telah berjalan selama 13 tahun, Mie Samyang produk Korea yang positif mengandung babi yang telah beredar sejak 2013,  produk suplemen yang mengandung babi dan larangan penggunaan Albothil.

"Kasus-kasus tersebut boleh jadi merupakan fenomena gunung es, yang sangat mungkin masih banyak yang belum terungkap dan seharusnya pemerintah/BPOM melakukan upaya preventif secara maksimal yaitu lebih dulu menemukan/mengungkap kasus2 yang belum muncul sebelum masyarakat jadi korban," ujar Firman.

Firman menuturkan, BPOM dan Kementerian Kesehatan adalah representasi pemerintah yang abai dari tugas, tanggung jawab dan kewajibannya melindungi dan melayani masyarakat sesuai yang diamanatkan konstitusi UUD 1945. Pernyataan para pejabat tersebut tidak pro rakyat/melukai perasaan masyarakat dan menurut perspektif UU Pelayanan Publik kedua pejabat negara ini sudah masuk kategori maladministrasi. "Atas "prestasi"/kinerja kedua pejabat negara ini selayaknyalah Presiden mengevaluasi atau beliau berdua harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan cara mengundurkan diri," ujar Firman yang juga Dosen Hukum Bisnis dan Hukum Perlindungan Konsumen Pascasarjana Universitas Pasundan.

 

Efek Samping

 

Oleh karena itu, Komisi IX DPR yang membidangi kesehatan, meminta impor produk ini disetop karena dikhawatirkan berbahaya bagi masyarakat Indonesia. "Impor ikan makarel tidak penting untuk diteruskan dan bukan barang yang bermanfaat. Justru lebih banyak membawa mudarat, karena mengandung cacing. Setop saja impornya," kata anggota Komisi IX DPR, Irma Suryani.

Irma mengakui menurut penelitian cacing tersebut tidak berbahaya jika dimasak dengan benar. Namun, Irma mengingatkan ada temuan efek samping yang tetap bisa berbahaya. "Efek sampingnya, menurut BPOM, bisa alergi dan sakit perut. Untuk tidak membuat kegaduhan karena lebih besar mudarat dari manfaat, sebaiknya Indonesia tidak membiarkan impor ikan makarel. Cabut izin impornya," ucap dia.

Dia juga meminta Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek tidak terburu-buru menyimpulkan produk itu tidak berbahaya. Menurutnya impor produk itu tak perlu dipaksakan. "Masih banyak bu makanan lain yang sehat dan layak konsumsi, jangan paksakan," kata Irma. (agus, iwan, rin)

 

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…