Menanti Kebijakan Pro Pertumbuhan Perry Warjiyo

Oleh: Indra Arief Pribadi

Jalan mulus melewati rintangan politik untuk menjadi Gubernur Bank Indonesia adalah karpet merah bagi si "moneteris" propertumbuhan, Perry Warjiyo. Anak petani kelahiran Sukoharjo, 59 tahun yang lalu ini, piawai berkomunikasi politik dalam uji kelayakan-kepatutan pada hari Rabu (29-3-2018). Akhirnya, Perry meluluhkan 36 anggota DPR dengan iming-iming kebijakan Bank Sentral yang propertumbuhan dan stabilitas.

Jalan mulus Perry adalah sesuatu yang tidak sulit diperkirakan sejak awal. Jadwal uji kelayakan dan kepatutannya yang dimajukan 1 bulan dari akhir April 2018, dan juga dorongan penentuan secara aklamasi di Komisi XI DPR membuat Perry dengan mudah melenggang menuju Thamrin-1.

Perry, lulusan Universitas Gadjah Mada--kampus yang sama dengan Presiden RI Joko Widodo--sudah kenyang pengalaman di bidang moneter.  "Hampir sebagian besar anggota Komisi XI dalam posisi bisa menerima Perry Warjiyo," kata sumber Antara yang berasal dari Partai Golkar di DPRI sebelum uji kelayakan digelar. Laporan Badan Intelijen Negara (BIN) dan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) juga menyebutkan Perry bersih dari transaksi keuangan mencurigakan.

Perry akhirnya mendapat suara setuju dari 10 Fraksi Partai Politik di Komisi XI. Gerindra dan PKS yang biasanya selalu bersebrangan dengan partai pemerintah juga tidak berkutik untuk menentang Perry.

Saat menjadi Deputi Gubernur BI sejak 2013, Perry selalu menekankan kebijakan Bank Sentral yang akan mendukung pemulihan pertumbuhan ekonomi meskipun tidak melalui instrumen suku bunga acuan. Sejak awal tahun ini ketika bayang-bayang kenaikan suku bunga Bank Sentral AS The Federal Reserve selalu mengancam perpindahan modal asing di Indonesia, Perry juga yang aktif menyampaikan bahwa ruang pelonggaran moneter sudah makin kecil. Suara bujukan kepada investor agar tenang dan tidak melarikan dananya.

Sulit rasanya BI menurunkan kembali suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate, ketika Bank Sentral negara-negara maju sedang memulai rezim kenaikan suku bunga tahun ini. Indonesia bisa dihukum pasar dengan derasnya dana valas yang minggat dan akhirnya memukul nilai tukar rupiah.

Jika Bank Sentral menurunkan suku bunga acuan dari 4,25 persen, jarak (spread) antara obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun dan obligasi global Indonesia akan makin menipis. Modal asing di Indonesia akan rentan kembali ke AS jika "spread" makin tipis karena risiko yang lebih kecil di instrumen obligasi milik negara adidaya itu.

Maka, vitamin pengganti obat tradisional suku bunga untuk menstimulus pertumbuhan ekonomi adalah pelonggaran kebijakan makroprudensial. 
"Tidak bisa mau 'pro growth' dan 'prostability' kalau jamunya cuma satu, suku bunga," kata Perry saat diuji Komisi Keuangan Rabu lalu.

Amandemen UU BI

Menghadapi 36 wakil rakyat di uji kelayakan, Rabu lalu, Perry memaparkan kebijakan kepemimpinannya dengan tujuan akselerasi pertumbuhan ekonomi yang tetap menjaga stabilitas. Dia menjanjikan untuk membantu Indonesia dalam meraih pertumbuhan ekonomi 6,2 persen pada tahun 2022 dari 5,07 persen pada tahun 2017.

Sontak gagasan Perry ini menjadi makanan empuk bagi para anggota Dewan yang akhirnya menawarkan agar Bank Sentral mengamendemen Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2009 tentang BI. Jika amendemen UU BI dilakukan, akan terjadi kembali proses politik yang panjang antara BI dan DPR RI.

Anggota Komisi XI Andreas Edy Susetyo mengingatkan mandat utama BI hanya menjaga inflasi sesuai dengan target dan juga stabilitas nilai tukar. 
Rekan Andreas di Komisi XI, Michael Jeno, mengatakan bahwa Perry jangan melupakan tugas utamanya untuk menjaga nilai tukar rupiah. Pasalnya, nilai tukar terus melemah sejak awal tahun ini. Namun, Perry sudah mengiming-imingi peran Bank Sentral yang lebih besar untuk membantu percepatan pertumbuhan ekonomi.

Jika BI ingin berkontribusi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, Jeno mempertanyakan apakah Perry setuju jika Undang-Undang BI direvisi dengan memperluas mandat BI. "Jadi, jangan sampai BI tergoda melakukan di luar 'core' tugasnya. Untuk stabilitas kurs saja, BI masih terpogoh-pogoh," ujarnya.

Naik atau Tidak

Di kalangan ahli ekonomi Indonesia, Perry dikenal sebagai guru dari segala guru moneter. Pascalulus dari UGM, Perry melanjutkan pendidikannya di Iowa State University, AS hingga lulus pada tahun 1988 dan melanjutkan studi untuk meraih gelar Ph.D. dari universitas yang sama.

Berkarier sebagai bankir Bank Sentral sejak 1984 dan selalu bertanggung jawab di bidang moneter, Perry adalah teknokrat yang sudah merasakan kondisi ekonomi sejak Orde Baru, sudah mengawal Indonesia melewati krsis ekonomi pada tahun 1998 dan goncangan ekonomi global pada tahun 2008. Saat ini kebijakan moneter BI masih bersifat netral. Sebagai ahli moneter, tentu Perry paham sekali risiko dalam menyesuaikan suku bunga acuan.

Untuk melonggarkan suku bunga acuan merupakan langkah yang sangat sulit jika tidak ingin dikatakan mustahil. Pasalnya, jika terjadi perpindahan arus modal, nilai tukar rupiah bisa melemah semakin dalam.

Nilai rupiah yang terus melemah adalah sumbu dari rentetan gejolak ekonomi yang akan menghadang. Pembayaran utang pemerintah akan meningkat. Begitu juga dengan kemampuan korporasi membayar kewajiban valasnya. Belum lagi, level psikologis rupiah kerap dijadikan salah satu amunisi permainan politik, terutama pada tahun politik ini.

Untuk menaikkan suku bunga acuan agar mampu membendung arus modal keluar, juga bukan hal yang mudah. Indonesia masih membutuhkan stimulus bagi mempercepat pemulihan pertumbuhan ekonomi tahun ini. Kenaikan suku bunga acuan dapat meningkatkan biaya pinjaman korporasi dan pemerintah dalam mengekspansi kegiatan ekonomi. Alahasil beban kegiatan ekonomi makin besar dan tidak efisien.

Dalam uji kelayakan dan kepatutan, Rabu kemarin, Perry beberapa kali menekankan rangkaian kebijakan makroprudensial sebagai andalan untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi.

Perry adalah otak dari kebijakan perluasan perhitungan komponen kredit bank atau yang disebut Rasio Intermediasi Makroprudensial Perbankan (RIMP) yang akan diterapkan pertengahan tahun ini. Melalui RIMP, bank juga dipacu untuk lebih banyak membeli obligasi korporasi agar pembiayaan terhadap ekspansi korporasi bisa memadai.

Perry juga menekankan dirinya masih memiliki amunisi aturan pelonggaran uang muka dari total nilai aset (loan to value/LTV) untuk properti dan kendaraan bermotor secara spasial dan berdasarkan segmen.

LTV spasial dan berdasarkan segmen untuk properti akan mendongkrak kredit pemilikan rumah (KPR) dan memberikan dampak ke sektor lainnya, seperti industri keuangan, konstruksi, semen, makanan, dan tenaga kerja. Kebijakan relaksasi LTV ini sepertinya akan menjadi amunisi Perry tahun ini untuk mempercepat pemulihan pertumbuhan ekonomi. "Mendorong pertumbuhan kredit properti sebagai 'leading sector' utuk mendorong pertumbuhan," kata Perry di hadapan Komisi Keuangan. Rencana Perry lainnya adalah akseleasi penyaluran kredit UMKM. (Ant.)

BERITA TERKAIT

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…