INDEF: Penurunan Tarif Tol Cukup Strategis

Pemerintah bakal merealisasikan penurunan tarif tol. Hanya saja untuk kendaraan angkutan logistik. Bahkan Presiden Joko Widodo memastikan akhir Bulan Maret 2018 tarif tol untuk sudah bisa turun. Menanggapi hal itu, Ekonom Institute for De­velopment of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, penurunan tarif tol cukup strategis. "Penurunan tarif tol bisa menjadi angin segar bagi perekonomian nasional. Ini bisa menjadi obat untuk mengatasi lesunya daya beli masyarakat," kata Bhima.

Bhima menerangkan, selama ini biaya logistik cukup mahal. Nilainya mencapai 15 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Biaya logistik yang mahal sangat membebani pengusaha. Akibatnya, harga ko­moditas tidak stabil dan akhirnya mempengaruhi daya beli.

Sementara itu, lanjut Bhima, saat ini ada fakta beberapa pem­bangunan ruas tol selama ini be­lum bisa menekan angka logis­tik. Sebab truk angkutan logistik lebih pilih jalan non tol karena tarif tol terlalu mahal. "Penu­runan tarif tol otomatis bisa membuat inflasi yang disumbang sektor transportasi bisa lebih terjaga," paparnya.

Bhima menuturkan, selain penurunan tarif, efisiensi logistik juga didapatkan dari penurunan biaya lain seperti pungli yang kerap terjadi di jalan non tol.

Bhima berharap, kebijakan bisa segera direalisasikan. Sehingga manfaatnya bisa segera dirasakan masyarakat. Penu­runan tarif tol akan membantu menjaga harga pangan men­jelang bulan suci Ramadan. "Kontribusi inflasi pada bulan Ramadan biasanya tinggi. Ke­bijakan penurunan tarif tol kita harapkan membuat inflasi lebih rendah," katanya.

Hal itu pun dibenarkan oleh kalangan pemerhati logistik dan kemaritiman dari Indonesia Maritime, Logistic & Transportation Watch (IMLOW), menyatakan rencana pemerintah menurunkan tarif jalan tol untuk angkutan logistik akan sangat membantu menggairahkan iklim usaha logistik di Indonesia.

Achmad Ridwan Tento, Sekjen IMLOW mengungkapkan usaha transportasi dan angkutan logistik nasional memerlukan stimulus konkret ditengah ketatnya persaingan bisnis sejenis pada tataran lokal maupun global. "Tentu ini merupakan angin segar bagi pelaku usaha logistik karena sudah ada pernyataan Presiden Joko Widodo yang akan menurunkan tarif tol khusus transportasi logistik," ujarnya.

Ridwan, yang pernah menjabat Sekjen BPP Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI), mengatakan pebisnis tentu mengapresiasi upaya pemerintah yang terus berkomitmen menurunkan beban biaya logistik untuk mendongkrak logistic performance indeks (LPI) Indonesia.

Namun, tuturnya, di sisi lain pengusaha angkutan logistik perlu patuh terhadap regulasi yang dikeluarkan pemerintah menyangkut larangan kelebihan muatan yang diangkut atau over tonase truk di jalan. "Instansi terkait mesti tegas terhadap larangan over dimensi dan over tonase itu, supaya tercipta layanan logistik yang aman, nyaman dan memerhatikan faktor keselamatan," paparnya.

Hal senada juga dilontarkan oleh Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan yang menilai tarif tol yang lebih murah, akan efektif menurunkan ongkos logistik.  "Tentu keluhan ini harus segera ditindaklanjuti oleh Pemerintah. Kita tahu, pemerintah menggenjot pembangunan jalan tol agar distribusi menjadi lebih mudah dan murah, dan harga barang menjadi murah diterima konsumen. Namun ini menjadi ironi tatkala tarif tol malah mahal," kata Taufik.

Taufik menilai, jika tarif tol mahal, tentu menjadi hal yang dilematis bagi industri komersial. Karena, dengan biaya logistik yang bengkak, antara menaikkan harga produk atau menurunkan margin keuntungan. Presiden pun diminta bijak dalam melihat kondisi dilematis yang dihadapi industri. "Selain itu, pemerintah juga harus memikirkan kebijakan dengan turunnya tarif tol, tidak mengurangi pelayanan kepada pengguna. Jangan sampai, karena tarif tolnya yang turun, pelayanan menjadi tidak maksimal," kata politisi Fraksi PAN itu.

Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Kyatmaja Lookman mengapresiasi langkah pemerintah tersebut. "Kebijakan itu akan mengu­rangi kerusakan jalan yang ada di jalur pantai utara Jawa (Pan­tura)," kata Kyatmaja.

Dia mengakui, banyak truk selama ini tidak menggunakan jalan tol karena tarifnya sangat mahal. Misalnya, untuk kendaraan golongan IV dan V tujuan Jakarta-Surabaya. Dengan tarif Rp 2.000 per km. Maka, tarif yang diperlukan bisa lebih dari Rp 1 juta. "Masa biaya ongkos­nya lebih mahal daripada biaya solar, ini kan lucu. Seharusnya kan lebih murah dari biaya bahan bakar," cetusnya.

Kyatmaja menambahkan, penurunan tarif tol juga mendukung iklim investasi menjadi lebih kompetitif. "Seperti dike­tahui saat ini kan pembangunan infrastruktur di mana-mana ter­masuk jalan tol. Jangan sampai ketika infrastruktur sudah jadi tidak ada yang lewatin karena tarif yang mahal, kan kasian investornya," cetusnya.

Sementara itu, pengamat transportasi Djoko Setijowarno memiliki pandangan lain. Dia menilai, penurunan tarif belum tentu mendorong sopir truk memilih jalan tol. Sebab masalahnya bukan hanya soal tarif tetapi ada faktor lain yang bikin truk tidak memakai jalan tol. "Untuk masuk tol kan truk banyak persyaratannya, jadi bu­kan sekadar tarif," kata Djoko.

Djoko mengatakan, jika tu­juannya untuk menekan biaya logistik, penurunan truk harus benar-benar efektif, bila perlu digratiskan. Namun demikian, penegakan hukum harus dilak­sanakan dengan tegas seperti ke­cepatan angkutan logistik mini­mal 40 kilo meter /jam, batasan muatan, dan lain-lainnya.  "Sanksi tegas harus disiapkan. Yang melanggar harus dikena­kan denda setinggi tingginya," tegasya.

 

Tidak Signifikan

 

Sedangkan Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Gemilang Tarigan mengatakan penurunan tarif jalan tol tentu dapat berdampak pada penurunan biaya operasional truk, hanya saja besarannya tidak terlalu signifikan hanya 2,5%. "Kalau tarif tol turun 20% - 30%, biaya operasional truk bisa turun 2,5%. Memang kecil sekali, tapi kami sangat menghargai itu penurunan tarif tol," jelasnya.

Dia mengakui penurunan tarif tol ini tidak akan berdampak banyak terhadap total biaya logistik.  "Biaya logistik terdiri dari berbagai macam biaya, seperti biaya pergudangan, administrasi, dan transportasi termasuk juga darat, laut dan udara. Kecil sekali, tidak sampai 1% [kontribusi tarif tol]," jelas Gemilang.

Sementara itu, PT Jasa Marga Tbk mengungkapkan penurunan tarif tol untuk kendaraan logistik dilakukan melalui penyederhanaan golongan. Golongan 3, 4 dan 5 akan dijadikan satu menjadi hanya golongan 3.

Gemilang mengatakan penurunan biaya logistik akan cukup signifikan apabila mengedepankan sistem teknologi informasi dalam pengurusan administrasi.   "Ada dua hal [yang harus dibenahi], pertama aspek mekanis seperti bongkar muat dan lainnya. Kedua, itu administrasi, mengurus surat segala macam itu lama sekali. Jadi, IT Itu sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas," tandasnya. (agus)

 

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…