Bappenas Targetkan Tingkat Kemiskinan 8,5% di 2019

 

 

NERACA

 

Jakarta - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menargetkan tingkat kemiskinan berada di kisaran 8,5-9,5 persen pada 2019, lebih rendah dibandingkan target dalam APBN 2018 sebesar 9,5-10 persen. Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro di depan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ketika menyampaikan Rancangan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2019 di Gedung DPD Senayan Jakarta, Selasa (23/3), menyebutkan tingkat kemiskinan 2019 harus bisa di bawah 10 persen.

"Tingkat kemiskinan pada 2019 ditargetkan 8,5-9,5 persen. Jadi artinya tahun ini tingkat kemiskinan harus bisa di bawah 10 persen atau "single digit". Kita belum pernah "single digit" sejak berdirinya negara ini," ujar Bambang. Tingkat kemiskinan pada September 2014 secara persentase mencapai 10,96 persen atau secara jumlah penduduk miskin mencapai 27,7 juta jiwa. Pada September 2017, tingkat kemiskinan turun menjadi 10,12 persen atau 26,58 juta jiwa.

"Jadi memang dalam tempo tiga tahun paling tidak kita bisa mengurangi satu juta jiwa penduduk miskin. Namun, meskipun persentase makin kecil 10,12 persen tapi dari segi jumlah penduduk masih besar 26,58 juta jiwa. Kita tidak bisa berpuas diri karena ini jumlah yang sangat besar," kata Bambang. Ia menuturkan jumlah penduduk miskin di Indonesia saat ini bahkan lebih besar dibandingkan total jumlah penduduk di beberapa negara di dunia.

Ia mencontohkan total jumlah penduduk Australia yang mencapai 23 juta jiwa, masih di bawah jumlah penduduk miskin di Indonesia 26,58 juta jiwa. "Jadi artinya masih banyak pekerjaan kita untuk mengurangi tingkat kemiskinan," ujarnya. Selain tingkat kemiskinan, Bappenas juga menargetkan tingkat ketimpangan juga menurun menjadi di kisaran 0,38-0,39 pada 2019, sedikit lebih tinggi dibandingkan target dalam RPJMN 2015-2019 yang disusun di awal pemerintahan Presiden Joko Widodo 0,36 persen.

Bambang menambahkan tingkat ketimpangan menunjukkan tren penurunan dari sebelumnya di atas 0,4 menjadi 0,391 pada tahun 2017. "Kenapa 0,4 penting, karena secara konsep kalau koefisien gini 0,4 sudah perlu diwaspadai karena berpotensi menimbulkan gejolak sosial yang tentunya tidak diinginkan. Tapi paling tidak dengan perbaikan terus-menerus, koefisien gini saat ini di 0,391 dan kita harapkan terus membaik," ujar Bambang.

 

BERITA TERKAIT

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital NERACA Banyuwangi - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab  NERACA Probolinggo - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Perhatikan Batasan dalam Berkonten di Media Sosial

  NERACA Jember - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo RI) berkomitmen meningkatkan literasi digital masyarakat menuju Indonesia #MakinCakapDigital2024. Dalam rangka…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital NERACA Banyuwangi - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab  NERACA Probolinggo - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Perhatikan Batasan dalam Berkonten di Media Sosial

  NERACA Jember - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo RI) berkomitmen meningkatkan literasi digital masyarakat menuju Indonesia #MakinCakapDigital2024. Dalam rangka…