PERANG DAGANG AMERIKA SERIKAT-CHINA - Diprediksi Ancam Sektor Finansial Dunia

Jakarta-Pemerintah Indonesia saatnya harus merespon dengan cepat melalui kebijakan perdagangan untuk menghadapi perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang sudah di depan mata. Salah satu caranya adalah dengan membuat peta pasar baru. Perang dagang kedua negara super power tersebut juga diprediksi mengguncang sektor finansial dunia.

NERACA

Menurut pengamat perdagangan internasional dari FEB-UI Fithra Faisal, dalam jangka pendek perang dagang tersebut akan membuat sektor finansial terguncang. Oleh karena itu, pemerintah harus bekerja sama dengan Bank Indonesia sebagai pengampu kebijakan moneter untuk memperkuat sistem finansial.

"Pemerintah untuk jangka pendek harus mengantisipasi pergerakan di sektor finansial. Ada bauran kebijakan antara pemerintah selaku otoritas fiskal dan BI sebagai otoritas moneter. Pemerintah harus hadir," ujarnya di Jakarta, Sabtu (24/3).

Untuk strategi jangka menengah, pemerintah tentu harus mulai memetakan pasar-pasar baru, non-tradisional sebagai alternatif kerja sama perdagangan. "Di Afrika kita punya Nigeria, Angola, Senegal, Afrika Selatan. Juga di Timur tengah yang sebenarnya non-tradisional dan belum tersentuh selama ini," tutur dia seperti dikutip CNNIndonesia.com.

Penguatan Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP), menurut  dia, juga perlu dilakukan. Ini (RCEP) sebenarnya bisa menangkal dampak buruk dari adanya trade war tersebut. Sedangkan strategi jangka panjang untuk menghadapi perang dagang ini adalah melalui penguatan sektor industri. "Jangka panjang penguatan industri, penguatan infrastruktur jadi harus ada dimensi strategi itu, jangka pendek, menengah, dan panjang," ujarnya.

Fithra menjelaskan perang dagang AS dan China bakal berdampak pada sektor keuangan. Ancaman China untuk mengevaluasi kepemilikannya atas surat utang AS tentu berpotensi menimbulkan keguncangan di pasar obligasi. "Kalau itu (surat utang AS) dievaluasi dan kemudian ada keguncangan di pasar obligasi, itu akan meningkatkan prospek suku bunga internasional. Sehingga cost of finacing atau biaya untuk berusaha jadi lebih tinggi," ujarnya.

Dia mengingatkan, secara fundamental ini akan memengaruhi kondisi perusahaan yang terlibat di IHSG akan ada potensi penurunan yang cukup tajam kalau terjadi terus-menerus.  Sementara dari sisi ekpor, menurut dia, Indonesia tidak berkaitan dengan perang dagang secara langsung. "Tapi kalau terjadi secara persisten, meluas ke negara lain, ke sektor lain, kita akan terdampak," ujarnya.

Tidak hanya itu, dampak naiknya bea masuk aluminium dan baja China ke pasar AS tentu mengharuskan Negeri Tirai Bambu melakukan pengalihan tujuan pasarnya, salah satunya ke ASEAN, khususnya Indonesia sebagai pasar terbesar.

Menurut dia, langkah ini bakal menguntungkan, sebab aluminium dan baja merupakan bahan antara dalam proses produksi. "Ini sebenarnya input atau barang antara untuk proses produksi berikutnya kemungkinan ini akan menurunkan ongkos produksi," ujarnya.

Akan tetapi, hal ini juga seharusnya disertai dengan peningkatan daya saing industri dalam negeri. "Ini menguntungkan kalau kita bicara aluminium dan baja. Meskipun secara kompetitif ini akan memengaruhi industri baja kita. Kalau meluas kita harus meningkatkan competitiveness kita di masa depan," tegas dia.

Pemerintah menilai gendering perang dagang yang mulai dilakukan AS  dan China membawa dampak yang beragam, baik negatif maupun positif, bagi Indonesia.

Defisit Perdagangan                                                

Sebelumnya, Menko Perekonomian Darmin Nasution mengatakan dari sisi konsumen, ada kemungkinan impor barang konsumsi China yang dilarang AS akan menyerbu Indonesia, sehingga harga barang menjadi lebih cukup murah.

Namun, dilihat dari sisi produsen, arus barang impor tentu membuat produsen dalam negeri ketar-ketir karena khawatir daya saingnya berkurang. "Sebetulnya tidak usah jadi pusing, biarkan saja, karena itu kan lanjutan kebijakan yang lalu. Jadi ya kalau dampak tidak selalu negatif, ada saja positifnya," ujarnya,  Jumat (23/3).

Jika arus impor barang dari dua negara yang berseteru dagang itu masuk ke Indonesia, tentu saja bisa berdampak pada neraca perdagangan Indonesia dengan China. Apalagi, selama ini Indonesia selalu mencatat defisit dengan negara asal panda tersebut.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan defisit neraca perdagangan non-migas Indonesia terhadap China tercatat US$13,89 miliar sepanjang tahun 2017 lantaran ekspor Indonesia ke China senilai US$21,32 miliar lebih kecil dibanding impornya yakni US$35,51 miliar.

"Tapi tergantung juga defisitnya makin lebar atau tida. Pada dasarnya jangan terlalu terburu-buru melihatnya ke Indonesia. Tentu yang mengalami dampak kan mereka berdua, karena mereka yang ambil langkah," ujar Darmin.

Belum lama ini, Presiden AS Donald Trump resmi mengumumkan sanksi kepada China berupa pengenaan tarif pada barang impor China senilai US$60 miliar. Trump juga tengah menyiapkan langkah untuk membatasi investasi Amerika Serikat di China.

Tindakan Trump ini dianggap akan memicu perang perdagangan global. Berdasarkan memorandum presiden yang ditandatangani Trump, tarif baru bagi impor China tersebut baru akan berlaku setelah periode konsultasi usai. Ini diperkirakan akan memberikan kesempatan bagi industri untuk melobi legislatif guna melonggarkan daftar pengenaan tarif baru tersebut yang saat ini berjumlah 1.300 produk.

Namun, China tak tinggal diam. Nantinya akan ada 120 barang impor dari AS yang dikenakan tarif impor mulai dari kacang dan anggur dengan tarifnya sekitar 15% hingga 25%.

China juga akan memiliki ruang untuk merespon tindakan Trump, yang diharapkan banyak pihak bakal mengurangi risiko pembalasan secara dramatis oleh Beijing. "Kami telah berbicara dengan China dan kami berada di tengah negosiasi," ujarnya seperti dikutip Reuters.

Tekanan pada tarif, serta kemungkinan pembatasan investasi di China berawal dari penyelidikan perwakilan perdagangan AS atas dugaan penyelewengan kekayaan intelektual AS oleh Beijing.

Pejabat AS mengatakan  bahwa penyelidikan yang dilakukan menemukan bahwa China terlibat dalam praktik perdagangan yang tidak adil dengan memaksa para investor Amerika Serikat untuk menyerahkan teknologi kunci kepada perusahaan asal negara tersebut.

Washington juga akan mengejar dugaan pelanggaran intelektual tersebut melalui Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO).

Trump pada awal bulan ini telah mengumumkan kenaikan tarif bagi impor baja dan alumunium ke Amerika Serikat. Langkah ini dilakukan sebagai tindakan untuk menghadapi defisit perdagangan barang AS terhadap negara tersebut yang mencapai US$375 miliar. Akibat pengumuman tersebut, indeks saham global ditutup anjlok akibat adanya kekhawatiran terjadinya perang dagang global.

Sementara itu, China menyatakan sangat kecewa dengan keputusan Trump memberikan sanksi perdagangan terhadap Beijing dan tak akan mundur dalam menghadapi perang dagang dengan Amerika Serikat. "Jika perang dagang diprakarsai oleh AS, China akan berjuang sampai akhir untuk membela kepentingannya sendiri dengan semua tindakan yang diperlukan," menurut pernyataan Kedubes China di Washington.

Menurut data US Treasury, China memiliki US$1,17 triliun dalam bentuk treasury pada akhir Januari 2018 jika dibandingkan dengan total utang publik AS sebesar US$14,8 triliun.

China juga telah mengisyaratkan pemotongan impor kedelai AS yang nilainya mencapai US$12,4 miliar pada 2018. Komoditi ini merupakan komoditi ekspor terbesar kedua AS ke China setelah pesawat komersial.  Beijing kemungkinan akan menunggu daftar perubahan tarif final Trump sebelum merespon lebih lanjut.

Daftar ini rencananya akan dipublikasikan dalam waktu dua minggu untuk kemudian dikaji selama kurang lebih 30 hari oleh Perwakilan Perdagangan AS untuk sejumlah revisi.

Menurut Prof. Eswar Prasad, pengamat kebijakan perdagangan di Cornell University,  bahwa eskalasi "balas dendam" ditambah dengan keinginan Trump untuk terlihat tangguh di hadapan China hanya akan mempersulit ke dua negara untuk menyelesaikan perselisihan mereka. bari/mohar/fba

 

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…