Pakar: Polemik UU MD3 Diselesaikan di MK

Pakar: Polemik UU MD3 Diselesaikan di MK 

NERACA

Jakarta - Pakar hukum tata negara dari Universitas Hasanuddin Judhariksawan berpendapat, polemik mengenai konstitusionalitas Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3) hanya dapat diselesaikan di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Apapun ketentuan yang dinilai masyarakat bertentangan dengan UUD, itu bisa diselesaikan melalui MK," kata Judhariksawan ketika dihubungi di Jakarta, Senin (19/3).

Beberapa pasal di dalam revisi UU MD3 dinilai oleh sebagian masyarakat berpotensi mengancam demokrasi dan hak asasi manusia, sehingga Judhariksawan menilai hal ini hanya dapat dibuktikan melalui uji materiil UU MD3 di MK."Tiap orang memiliki pandangan yang berbeda, ada yang menilai ini bertentangan dengan UUD 45 namun ada juga yang menyatakan revisi UU MD3 sudah sesuai dengan UUD 45, maka polemik ini hanya bisa diselesaikan di MK," kata Judhariksawan.

Judhariksawan mengatakan, uji materi UU di MK dapat menjadi pembelajaran bagi masyarakat untuk mengetahui hak konstitusionalnya.”Masyarakat bisa ikut terlibat dengan menjadi pemohon atau pihak terkait dalam perkara uji materi UU MD3,” ujar dia.

“Hanya inilah satu-satunya mekanisme yang bisa dilakukan. Karena MK atu-satunya yang dapat memberi kepastian hukum,” tambah Judhariksawan.

Sebelumnya, Juru bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono mengatakan masyarakat dapat melibatkan diri dalam penyelesaian perkara uji materi UU MD3 di MK."Semakin banyak ya itu lebih bagus, Silahkan melibatkan diri dalam penyelesaian perkara di MK," kata Fajar melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Sabtu (17/3).

Masyarakat dapat melibatkan diri dengan menjadi pihak pemohon atau mengajukan diri menjadi pihak terkait dalam perkara uji materi UU MD3, namun Fajar mengatakan hal itu tergantung pada dinamika pemeriksaan sidang."Itu sangat dimungkinkan, tapi tergantung pada hakim dan dinamika pemeriksaan persidangan nanti," ujar Fajar.

Dengan melibatkan diri sebagai pihak pemohon atau pihak terkait, maka suara atau pendapat masyarakat dapat dipertimbangkan oleh MK."Karena kalau hanya opini-opini di luar sidang, MK sudah pasti tidak akan mempertimbangkan," tambah Fajar.

Lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) menjamin akan memproses permohonan uji materi UU MD3 dengan menjaga independensi dan ketidakberpihakan atau imparsialitas, sehingga tidak terpengaruh oleh berbagai pihak."MK memastikan akan memproses permohonan uji materi dengan tetap menjaga independensi dan imparsialitasnya," ujar Fajar Laksono.

Lebih lanjut Fajar menjelaskan dalam hal ini posisi MK hanya sebatas menanggapi penolakan masyarakat terhadap UU MD3 yang kemudian ditempuh melalui pengajuan permohonan uji materi ke MK."Permohonan yang diajukan ke MK tentu akan ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku," jelas Fajar.

Fajar Laksono menilai desakan masyarakat yang menolak berlakunya suatu undang-undang adalah hal yang wajar, termasuk ketika masyarakat menolak berlakunya Undang Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3)."Desakan menolak itu wajar, sepanjang ditempuh dengan cara dan di jalur konstitusional," ujar Fajar.

Bagi MK, adanya penolakan terhadap keberlakukan suatu undang-undang adalah perkembangan yang bagus dalam bernegara, kata Fajar Menurut Fajar hal ini berarti ada kesadaran warga negara yang makin meningkat akan hak konstitusionalnya yang dijamin oleh UUD 1945."Manakala ada hak konstitusional terlanggar karena berlakunya suatu UU, maka sontak mereka tergerak," tambah Fajar.

Pada Kamis (8/3) MK telah menggelar sidang pendahuluan untuk tiga perkara pengujian UU MD3 yang permohonannya diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK), dan dua perserorangan warga negara Indonesia.

Ketiga perkara tersebut menggugat ketentuan dalam Pasal 73 ayat (3), Pasal 73 ayat (4) huruf a dan c, Pasal 73 ayat (5), Pasal 122 huruf k, dan Pasal 245 ayat (1) UU MD3.

Dalam berkas perkara yang diterima MK, para pemohon menyebutkan bahwa pasal-pasal dalam UU MD3 tersebut telah menimbulkan ketidakpastian hukum, perlakuan tidak adil di hadapan hukum bagi masyarakat, bahkan pelanggaran hak asasi manusia. Permohonan uji materi ini diajukan ke MK hanya berselang beberapa hari setelah DPR mengundangkan ketentuan ini, meskipun belum ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo. Ant

 

BERITA TERKAIT

Sorotan Terhadap Rekam Jejak Hakim MA Suharto, Pakar: Keputusan Harus Berlandaskan Merit

NERACA Jakarta - Herdiansyah Hamzah, pakar Hukum Pidana yang dikenal dengan nama Castro, menegaskan bahwa jika rekam jejak seseorang sudah…

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Sorotan Terhadap Rekam Jejak Hakim MA Suharto, Pakar: Keputusan Harus Berlandaskan Merit

NERACA Jakarta - Herdiansyah Hamzah, pakar Hukum Pidana yang dikenal dengan nama Castro, menegaskan bahwa jika rekam jejak seseorang sudah…

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…