Persempit "Gap" Miskin-Kaya

Kondisi miskin dan kaya, hampir sebagian besar pengertiannya selalu dikaitkan dengan ukuran-ukuran atau indikator material. Dalam tinjauan ilmu ekonomi misalnya, orang disebut miskin atau kaya lebih sering disandarkan dengan atribut pendapatan per hari.

Begitu juga makna miskin dan kaya dalam skala global menggolongkan negara miskin, berkembang dan negara kaya (maju). Ukuran-ukurannya pun juga disandarkan pada atribut-atribut material seperti pendapatan per kapita, tingkat pengangguran, tingkat buta huruf sampai ukuran tingkat kematian.

Yang menarik lagi, ketika bicara soal miskin dan kaya dalam beberapa pendekatan teori politik dan sosiologi. Dalam pendekatan pertentangan kelas misalnya, perbedaan antara kaum miskin dan kaum borjuis (kaya) faktor penting terjadinya perubahan. Kalau dilihat dari pendekatan sudut pandang Survival of the Fittest, maka si miskin (yang lemah) hampir selalu diidentikkan sebagai korban dari yang kaya (yang kuat). Ada perbedaan antara golongan miskin dan kaya.

Tak jauh berbeda dalam balut teori globalisasi jadi masalah sangat serius. Dan sangat dominan dalam perdebatan pro dan kontra. Atas nama pengelompokan global negara miskin, atau terjajah dan atau termarjinalkan akibat ketidakadilan sistem ekonomi global maka terjadilah perselisihan serius dengan negara-negara yang dikelompokan dalam negara kaya atau maju. Bahkan sudah menjurus ke peperangan global baru.

Perbedaan antara miskin dan kaya dalam beberapa hal menjadi faktor penting dalam menyumbang kehancuran pondasi-pondasi tegaknya akar kemanusiaan dalam sebuah peradaban. Dalam kehidupan keluarga, perbedaan antara miskin dan kaya harusnya mendorong terciptanya sebuah ‘harmoni keluarga’ baru yang mampu menegakkan sebuah peradaban. Bukan sebaliknya, miskin dan kaya dipaksa terus menerus untuk selalu bercerai, selalu jalan sendiri-sendiri atau bahkan saling sikut dan berselisih.

Akibat terus menerus memahami miskin dan kaya adalah sebuah perbedaan maka alam bawah sadar kita selalu mengatakan miskin dan kaya adalah sebuah perselisihan bahkan lebih jauh: pertengkaran atau peperangan. Dan salah satu akibatnya (sangat fatal menurut saya) munculnya prinsip baru: “Salah satu keberhasilan pembangunan adalah angka kemiskinan turun”.

Karena itu, saatnya pemerintah memikirkan kembali makna filsafat gotong royong yang sampai sekarang hanya sering jadi ucap saja. Karena sesungguhnya gotong royong adalah jembatan emas yang menghubungkan antara miskin dan kaya agar bisa menjadi sebuah “keluarga” yang harmonis.

Adalah pembangunan Indonesia dengan berbagai programnya ditujukan untuk mengangkat kepentingan rakyat, berdasarkan definisi di atas. Membangun manusia Indonesia bukan sekedar urusan ekonomi. Kita tak cukup sekadar membuat perutnya kenyang, tetapi ia juga harus mampu mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya. Orang yang cukup makan dan sehat, namun tidak berpendidikan dan tidak bisa membaca, dia belum berkembang secara budaya.

Oleh karena itu, di tengah derap pembangunan infrastruktur yang digalakkan pemerintah di berbagai daerah, kita merasa miris mendengar pengakuan jujur dari sejumlah petinggi negara. Pasalnya, rasio ketimpangan sosial (rasio gini) di Indonesia saat ini sudah masuk kategori lampu kuning. Artinya, jika tak segera diperbaiki, bukan tak mungkin ketimpangan ‎akan berimbas buruk, seperti terjadinya konflik sosial.

‎Rasio gini di Indonesia saat ini sudah mencapai 0,393. Artinya, pemerintah tidak boleh tinggal diam menghadapi tingginya rasio gini tersebut. Setidaknya ada dua cara yang sudah dilakukan selama ini. Pertama, adalah mengoptimalkan pajak. Namun, untuk menggenjot penerimaan pajak, sistemnya juga harus berjalan baik. Untuk itu, pada sektor ini perlu teknologi inovasi agar capaian penerimaan pajak bisa ditingkatkan.

Cara kedua, adalah menaikkan distribusi pendapatan golongan menengah bawah. Melalui fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang berbunga rendah serta terbukanya lapangan pekerjaan melalui layanan ojek berbasis daring seperti Go-Jek dan Grabbike, pada intinya bertujuan mengangkat harkat dan martabat masyarakat golongan bawah dalam waktu relatif singkat.

Pembangunan biasanya sangat mementingkan aspek ekonomi, sedangkan aspek ekonomi itu sangat mendewakan pertumbuhan. Dalam proses pertumbuhan itulah banyak rakyat yang tertinggal. Mereka terjebak dalam lingkaran setan kemiskinan. Pola pembangunan yang tidak seimbang membuat kesenjangan ekonomi dan ketimpangan sosial makin melebar. Waspadalah!

BERITA TERKAIT

Laju Pertumbuhan Kian Pesat

  Pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output dari waktu ke waktu menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu…

Kredibilitas RI

Pemilu Presiden 2024 telah berlangsung secara damai, dan menjadi tonggak penting yang tidak boleh diabaikan. Meski ada suara kecurangan dalam…

Pangan Strategis

Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Laju Pertumbuhan Kian Pesat

  Pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output dari waktu ke waktu menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu…

Kredibilitas RI

Pemilu Presiden 2024 telah berlangsung secara damai, dan menjadi tonggak penting yang tidak boleh diabaikan. Meski ada suara kecurangan dalam…

Pangan Strategis

Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak…