Utang Rp4.000 Triliun, Pemerintah Pastikan untuk Kegiatan Produktif

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memastikan total utang pemerintah yang hingga Februari 2018 mencapai Rp4.034,8 triliun dimanfaatkan untuk kegiatan produktif bagi pembangunan. "Utang itu produktif tidak ada yang konsumtif," kata Darmin di Jakarta, akhir pekan kemarin.

Darmin memastikan kemampuan pemerintah untuk membayar utang tersebut masih kuat, apalagi rasio utang terhadap PDB masih berada pada kisaran 28 persen-29 persen. Untuk itu ia meminta masyarakat agar tidak mengkhawatirkan kemampuan pemerintah untuk mengelola utang tersebut, karena utang tersebut tidak berpotensi mengalami gagal bayar. "Jangan terpengaruh dengan angka triliunan yang begitu besar," katanya.

Sebelumnya, Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Kementerian Keuangan Scenaider Siahaan menjelaskan masyarakat seharusnya tidak terlalu mengkhawatirkan jumlah utang yang dipinjam pemerintah. Hal itu karena indikator rasio utang pemerintah masih dalam level aman yakni sebesar 29,24 persen terhadap PDB dan diajukan secara hati-hati dan efisien.

Padahal batas maksimum utang pemerintah sebagaimana yang tercantum dalam UU Keuangan Negara Nomor 17 Tahun 2003, adalah 60 persen terhadap PDB. "Utang ini akan naik terus sepanjang anggaran kita masih defisit. Yang kami lakukan adalah mengelola utang dengan baik, agar bisa membayarnya," ujarnya.

Scenaider mengilustrasikan pembayaran utang ini dengan penerimaan yang dihimpun negara termasuk penerimaan pajak. Apabila pada 2018 perkiraan penerimaan negara sebesar Rp1.894 triliun, maka dengan jumlah utang Rp 4.034 triliun, pemerintah memiliki waktu jatuh tempo untuk membayar utang tersebut selama sembilan tahun.

Dengan begitu, setiap tahun, berdasarkan perhitungan kasar, pemerintah perlu membayar utang Rp450 triliun. "Kalau kita punya penerimaan Rp1.894 triliun dan utang jatuh tempo Rp450 triliun setiap tahun, itu kita bisa bayar tidak? Ya bisa. Jadi itu namanya mengelola," jelasnya.

Agar utang tetap dibayarkan, pengamat ekonomi Faisal Basri menyarankan pemerintah menaikkan porsi pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). "Masih mampu, tapi persentase APBN yang dialokasikan untuk bayar utang makin naik, karena kita semakin banyak berutang, menawarkan lebih banyak," ulas Faisal Basri.

Kemudian, agar APBN tidak membengkak, Faisal menyarankan pemerintah mengurangi anggaran untuk pendidikan dan kesehatan, yang memiliki porsi besar pada APBN. Tapi kalau porsi cicilan dan bunga itu naik, maka uang untuk kesehatan makin turun, pendidikan juga makin turun. Kesehatan dan pendidikan bisa diundur, cicilan dan bunga utang harus dibayar tepat waktu, kalau tidak utang akan semakin membebani," papar Faisal Basri.

Ekonom Indef Bhima Yudistira mengatakan, rasio utang terhadap PDB sebenarnya hanya gambaran umum. Jadi perlu dicatat bahwa utang bukan dibayar menggunakan PDB. Menurutnya, fakta saat ini utang dibayar dengan penerimaan pajak. Sementara rasio pajak terhadap PDB (tax ratio) di Indonesia hanya 11%. "Kalau penerimaan pajak kita loyo karena rata-rata realisasinya hanya tumbuh 4% dalam 2 tahun terakhir, bagaimana membayar utang plus bunganya?" kata Bhima.

Bila masih demikian, akan muncul. Yang disebut defisit keseimbangan primer, total penerimaan negara dikurangi belanja, di luar pembayaran bunga utang. Artinya, kalau defisit maka utang dicicil melalui penerbitan utang baru. "Sejak 2012 tercatat defisit keseimbangan primer sebesar Rp52,7 triliun. Angkanya 2017 menjadi Rp178 triliun. Gali lubang tutup lubang, tapi lubangnya saat ini makin dalam," tuturnya.

 

BERITA TERKAIT

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital NERACA Banyuwangi - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab  NERACA Probolinggo - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Perhatikan Batasan dalam Berkonten di Media Sosial

  NERACA Jember - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo RI) berkomitmen meningkatkan literasi digital masyarakat menuju Indonesia #MakinCakapDigital2024. Dalam rangka…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital NERACA Banyuwangi - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab  NERACA Probolinggo - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Perhatikan Batasan dalam Berkonten di Media Sosial

  NERACA Jember - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo RI) berkomitmen meningkatkan literasi digital masyarakat menuju Indonesia #MakinCakapDigital2024. Dalam rangka…