BI : Pasar Proyeksikan Kenaikan The Fed Tak Agresif - Inflasi AS Turun

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Bank Indonesia (BI) menyatakan pengumuman inflasi Februari Amerika Serikat (AS) pada Selasa (13/3) malam yang menunjukkan penurunan dibanding Januari membuat pelaku pasar kembali memproyeksikan kenaikan suku bunga Bank Sentral AS The Fed, hanya tiga kali atau tidak akan terlalu "agresif". "Tampaknya pasar agak sedikit mereda. Jadi kembali ke ekspektasi maksimal kenaikan tiga kali. Namun data ekonomi terbaru bisa muncul sewaktu-waktu," kata Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Doddy Zulverdi di Jakarta, Rabu (14/3).

Angka inflasi AS pada Februari 2018 sebesar 0,2 persen atau lebih kecil setelah lonjakan yang dicatatkan pada Januari 2018 sebesar 0,5 persen. Secara tahunan, inflasi AS tercatat 2,2 persen atau lebih tinggi dari 2,1 persen di bulan sebelumnya. Pelaku pasar sebelumnya memperkirakan kenaikan suku bunga The Fed sebanyak empat kali dari besaran saat ini sebesar 1,25-1,5 persen, menyusul pidato perdana Gubernur The Fed Jerome Powell yang menyiratkan nada "hawkish" atau cenderung berani menaikkan suku bunga pada tahun ini.

"Sebelumnya di awal Februari 2018 setelah Komite Pasar Terbuka (FOMC) di Januari dan pernyataan Powell masih ada ekspektasi lebih dari tiga kali. Saat ini, dari data inflasi dan tingkat upah sesuai ekspetasi, tampaknya sentimen pasar agak sedikit mereda," ujar dia. Bank Sentral, kata Doddy, terus mencermati perkembangan ekonomi AS. Ekspetasi pasar masih akan dinamis yang tentu mempengaruhi pergerakkan arus modal asing dan juga nilai tukar mata uang.

Namun, untuk saat ini, Doddy meyakini, gejolak eksternal dari AS terhadap rupiah akan selesai pada pengumuman kebijakan suku bunga The Fed pada 20-21 Maret 2018. Setelah pengumuman kebijakan suku bunga The Fed, pergerakkan rupiah diperkirakan akan cenderung menguat. Doddy menjamin BI tetap akan mengintervensi pasar saat rupiah bergerak ke luar nilai fundamental. "Sepanjang penguatan tidak terlalu drastis dan tetap sesuai fundamental, kita tidak ada alasan menahan, sejauh ini karena yang terjadi saat ini pelemahan kemarin berlebihan," ujar dia.

Sejak 1 Maret hingga 14 Maret, kurs rupiah terdepresiasi sebesar 0,27 persen (month to date). Jika dihitung sejak 1 Januari hingga 1 Maret 2018, rupiah terdepresiasi 1,5 persen. Posisi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang saat ini berada di kisaran Rp13.700 per dolar AS, menurut Doddy, tidak mencerminkan fundamental perekonomian Indonesia. Seharusnya, kata dia, nilai tukar rupiah bisa jauh lebih menguat.

Beberapa faktor yang menentukan nilai fundamental perekonomian adalah defisit transaksi berjalan yang diperkirakan terjaga di 2-2,5 persen PDB tahun ini, dan inflasi yang masih di sasaran 2,5-4,5 persen (yoy). Serta pertumbuhan ekonomi yang diprediksi lebih baik dan berada di kisaran 5,1-5,5 persen (yoy) di tahun ini.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku optimis terhadap stabilitas ekonomi Indonesia akan tetap terjaga meskipun Bank Sentral Amerika atau The Fed menaikkan suku bunga acuannya secara bertahap pada tahun ini. “Belajar Pasti akan ada reaksi pasar, namun pada 2017 meski ada kenaikan suku bunga AS tiga kali, perekonomian Indonesia cukup stabil," kata Sri Mulyani.

Akan tetapi kondisi tersebut membutuhkan sejumlah syarat, yaitu: makro ekonomi tetap tumbuh tinggi, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menurun, dan tingkat inflasi rendah. “Termasuk dari sisi keseimbangan eksternal dan internal terjaga. Eksternal itu neraca pembayaran, dan internal neraca produksi," kata dia.

Menurut Sri Mulyani, pemerintah telah menyiapkan langkah antisipatif menghadapi rencana kenaikan suku bunga Amerika Serikat itu. Sejumlah langkah yang akan ditempuh, antara lain dengan mengakselerasikan investasi dan menggenjot laju ekspor nasional. Dengan ekspor yang tetap tumbuh tinggi, menurut dia, Indonesia akan memiliki perekonomian yang kompetitif.

Selain itu, apabila investasi bisa tumbuh di atas 7 persen maka pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa di atas 5,4 persen. “Ini semua yang sedang dan terus kami lakukan. Artinya pemerintah akan terus berupaya baik dalam level mikro maupun makro, di tingkat perusahaan maupun di tingkat regional," katanya.

 

BERITA TERKAIT

Kredit Perbankan Meningkat 12,40%

    NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengatakan kredit perbankan meningkat 12,40 persen secara year on year (yoy) pada triwulan I-2024,…

Bank Saqu Catat Jumlah Nasabah Capai 500 Ribu

    NERACA Jakarta – Layanan perbankan digital dari PT Bank Jasa Jakarta (BJJ) yaitu Bank Saqu mencatat jumlah nasabah…

Bank DKI Gandeng Komunitas Mini 4WD untuk Dukung Transaksi Non Tunai

    NERACA Jakarta – Bank DKI menggandeng komunitas Mini 4WD untuk memperkenalkan aplikasi JakOne Mobile sebagai upaya mendukung penerapan…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Kredit Perbankan Meningkat 12,40%

    NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengatakan kredit perbankan meningkat 12,40 persen secara year on year (yoy) pada triwulan I-2024,…

Bank Saqu Catat Jumlah Nasabah Capai 500 Ribu

    NERACA Jakarta – Layanan perbankan digital dari PT Bank Jasa Jakarta (BJJ) yaitu Bank Saqu mencatat jumlah nasabah…

Bank DKI Gandeng Komunitas Mini 4WD untuk Dukung Transaksi Non Tunai

    NERACA Jakarta – Bank DKI menggandeng komunitas Mini 4WD untuk memperkenalkan aplikasi JakOne Mobile sebagai upaya mendukung penerapan…