Pengawasan Perbankan Pasca Abenomics

 

Oleh: Achmad Deni Daruri, President Director Center for Banking Crisis

 

Insting manusia adalah esensi pengawasan perbankan di masa depan. Dalam hal ini paska Abenomics pengawasan perbankan di Jepang akan semakin mengandalkan human insting. Pengawas perbankan bukan saja menggunakan parameter dan variable dalam pengawasan perbankan namun menggunakannya untuk menjelaskan narasi dari insting manusia. Kejahatan perbankan pada galibnya merupakan buatan manusia entah dilakukan oleh pemilik perusahaan, pengelola perusahaan ataupun pengawas perbankan itu sendiri. Krisis perbankan pada galibnya disebabkan oleh kejahatan sistematis yang dilakukan oleh pengawas perbankan itu sendiri yang bekerjasama dengan pemilik perbankan.

Kesalahan utama itulah yang akan dilacak oleh sistem perbankan pasca Abenomics di Jepang. Bukan hanya dilacak tetapi juga dihindari secara preventif. Jika berhasil Abenomics bukan hanya akan mampu mematahkan rezim deflasi di Jepang dan juga pada akhirnya akan memperbaiki pengawasan perbankan di Jepang.  Tanpa memperbaiki pengawasan perbankan maka pertumbuhan ekonomi yang tercipta tidak akan berkelanjutan sebab krisis perbankan dapat kembali bersifat sistemik yang merusak keberhasilan Abenomics dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Abenomics menekankan kepada tata kelola dari perangkat makropridential dengan tugas pokok kepada teknologi digital.

Meningkatnya minat pada tata kelola teknologi digital berbasis teknologi informasi sebagian besar muncul karena adanya prakarsa kepatuhan (seperti Sarbanes-Oxley di Amerika Serikat dan Basel II di Eropa) serta semakin diakuinya kemudahan proyek digital berbasis teknologi informasi untuk lepas kendali yang dapat berakibat besar terhadap kinerja suatu organisasi. Tema utama diskusi tata kelola digital berbasis teknologi informasi adalah bahwa teknologi informasi tidak bisa lagi menjadi suatu kotak hitam. Secara tradisional, penanganan pengambilan keputusan kunci di bidang teknologi informasi diberikan kepada para profesional digital berbasis teknologi informasi karena keterbatasan pengalaman teknis eksekutif lain di tingkatan direksi perusahaan serta karena kompleksitas sistem digital berbasis teknologi informasi itu sendiri.

Tata kelola digital berbasis teknologi informasi membangun suatu sistem yang semua pemangku kepentingannya, termasuk direksi dan komisaris serta pengguna internal dan bagian terkait seperti keuangan, dapat memberikan masukan yang diperlukan untuk proses pengambilan keputusan. Hal ini mencegah satu pihak tertentu, biasanya digital berbasis teknologi informasi, disalahkan untuk suatu keputusan yang salah. Hal ini juga mencegah munculnya keluhan dari pengguna di belakang hari mengenai sistem yang tak memberikan hasil atau kinerja sesuai yang diharapkan.

Salah satu topik utama dalam macroprudential berbasis tata kelola perusahaan pasca Abenomics adalah menyangkut masalah akuntabilitas dan tanggung jawab mandat, khususnya implementasi pedoman dan mekanisme untuk memastikan perilaku yang baik dan melindungi kepentingan pemegang saham. Fokus utama lain adalah efisiensi ekonomi yang menyatakan bahwa sistem tata kelola perusahaan harus ditujukan untuk mengoptimalisasi hasil ekonomi, dengan penekanan kuat pada kesejahteraan para pemegang saham. Ada pula sisi lain yang merupakan subjek dari tata kelola perusahaan, seperti sudut pandang pemangku kepentingan, yang menuntut perhatian dan akuntabilitas lebih terhadap pihak-pihak lain selain pemegang saham, misalnya karyawan atau lingkungan.

Bedanya Abenomics dengan program kuantitatif easing lainnya adalah mengaitkan tata kelola macroprudential dengan ukuran untuk menggelar alat-alat dari macroprudential tersebut. Inilah kelebihan Abenomics yang utama. Tidak ada gunannya ada tata kelola namun tidak memiliki kemampuan menggelar ukuran dari alat-alat macroprudential seperti macan yang ompong. Ukuran-ukuran ini terus diuji dan disesuaikan dengan tata kelola. Pengukuran juga dapat diartikan sebagai pemberian angka tehadap suatu atribut atau karakteristik tertentu yang dimiliki oleh seseorang, hal, atau objek tertentu menurut aturan atau formulasi yang jelas dan disepakati. Pengukuran dapat dilakukan pada apapun yang dibayangkan, namun dengan tingkat kompleksitas yang berbeda.

Dalam matematika, konsep ukuran umumnya merujuk pada pengertian seperti "panjang", "luas" dan "volume". Dalam fisika, teori ukuran (teori gauge) adalah kelas teori fisika berbasis ide bahwa transformasi simetri dapat dibentuk simetri lokal sebagaimana simetri global. Ide ini berlaku tak hanya untuk teori medan, namun berlaku juga untuk sistem berdimensi berhingga (yakni, sistem yang dideskripsikan oleh persamaan diferensial biasa). Banyak teori berdaya guna dalam fisika dideskripsikan oleh Lagrangian yang invarian dalam grup transformasi simetri tertentu. Ketika mereka invarian dalam transformasi secara identik dilakukan pada setiap titik (geometri) dalam ruang di mana proses fisika terjadi; mereka dikatakan memiliki simetri global. Dalam teori ukuran persyaratan transformasi global dikurangi sehingga Lagrangian diperlukan memiliki simetri lokal saja.

Hal ini dapat dipandang sebagai bentuk umum prinsip ekivalensi relativitas umum di mana masing-masing titik dalam ruang waktu adalah pilihan yang diperkenankan dari kerangka (koordinat) acuan lokal. Sebagaimana dalam situasi tersebut, "simetri" ukuran merefleksikan kelebihan deskripsi sistem. Secara historis, ide ini pertama kali dikemukakan dalam konteks elektromagentisme klasik dan kemudian dalam relativitas umum. Namun, peranan pentingnya pada masa modern dari simetri ukuran muncul dalam mekanika kuantum relativistik untuk kasus elektron. Saat ini, teori ukuran berguna dalam fisika materi padat, fisika nuklir dan energi tinggi dan sub bidang lain.

Pasca Abenomics, pengertian ukuran dalam alat-alat macroprudential menggunakan konsep ukran gabungan antara  matematika dan fisika. Mengapa? Hal ini terkait dengan tujuan ketiga Abenomics dalam menciptakan pengawasan perbankan yaitu efektifitas dari kebijakan macroprudential itu sendiri. Sayangnya di OJK dan Bank Indonesia tidak memiliki ahli matematika dan fisika apalagi yang berkaitan dengan Teori Ukuran! Indonesia harus belajar dari Jepang.

BERITA TERKAIT

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…

BERITA LAINNYA DI Opini

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…