Pengamat: Penegakan Hukum KPK Tidak Boleh Ditunda

Pengamat: Penegakan Hukum KPK Tidak Boleh Ditunda

NERACA

Jakarta - Sejumlah pengamat politik dan hukum memandang penegakan hukum oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak boleh ditunda oleh pihak manapun dan oleh alasan apapun, kecuali melalui upaya hukum praperadilan.

"Saya berpandangan penegakan hukum tidak boleh terhenti hanya karena seorang pejabat atau politisi sedang ikut pilkada," ujar pengamat politik Universitas Padjadjaran Yusa Djuyandi dihubungi dari Jakarta, Selasa (13/3).

Sebelumnya Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto meminta KPK menunda penyelidikan, penyidikan, dan pengajuan sebagai saksi atau tersangka terhadap seorang yang telah ditetapkan KPU sebagai calon kepala daerah dalam Pilkada serentak 2018 Mantan Panglima TNI itu menjelaskan permintaan penundaan itu dimaksudkan agar tahapan pilkada serentak serta pencalonan kandidat tidak terganggu dengan adanya proses hukum yang harus dipenuhi calon kepala daerah.

Menurut Yusa, setiap orang dalam berpolitik harus taat hukum. Politik yang berjalan tanpa hukum akan menimbulkan kekacauan atau ketidaktertiban. Begitu pula perilaku korupsi yang hakekatnya merupakan bentuk keserakahan oknum pejabat, menurutnya tidak bisa didiamkan atau ditunda penegakan hukumnya oleh KPK, tidak peduli apakah dia calon kepala daerah yang juga kebetulan petahana atau tidak.

Yusa menegaskan, jika penegakan hukum KPK ditunda, maka ada kekhawatiran calon kepala daerah itu memanfaatkan kevakuman pengakan hukum untuk meloloskan diri."Bagaimana jika yang bersangkutan memanfaatkan kevakuman penegakan hukum untuk menghilangkan bukti, atau bagaimana jika telah terpilih ternyata dirinya mampu memanfaatkan kekuasaan untuk membersihkan jejak," ujar Yusa.

Yusa memandang politisi dan pejabat yang korupsi perlu diberikan hukuman. Proses penegakan hukum itu dipercayakan kepada KPK, dan proses peradilan."Jika ada kekhawatiran soal politisasi hukum, maka tempuh jalur hukum. Ada pra-peradilan," kata Yusa.

Senada dengan Yusa, pengamat politik The Indonesian Institute Arfianto Purbolaksono menilai pernyataan Menkopolhukam meminta KPK menunda penetapan calon kepala daerah sebagai tersangka, dapat dianggap publik menciderai prinsip demokrasi.

Dia menekankan salah satu prinsip demokrasi adalah penegakan hukum dan adanya persamaan kedudukan bagi setiap warga negara di depan hukum."Setelah 20 tahun reformasi, yang kita cita-citakan adalah pembangunan demokrasi. Jangan sampai dengan persoalan yang dikatakan oleh Bapak Wiranto, malah menjadi kontra produktif terhadap pembangunan demokrasi di negeri ini," jelas Arfianto dihubungi di Jakarta, Selasa (13/3).

Dia mengatakan, apabila ada kekhawatiran terjadi politisasi kepada seseorang yang dituduhkan atau disangkakan terlibat korupsi, maka hal itu harus dijawab oleh proses peradilan, yang merupakan wilayah yudikatif."Saya pikir eksekutif tidak dapat mencampuri kewenangan yudikatif," terang dia.

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menegaskan kekuatan eksekutif setinggi apapun jabatannya tidak bisa mengintervensi kekuasaan kehakiman termasuk kepada KPK sebagai penegak hukum yang independen dan bagian dari kekuasaan kehakiman. Abdul Fickar menekankan sepanjang ada bukti yang cukup, KPK dapat menetapkan siapa saja, termasuk menetapkan calon kepala daerah sebagai tersangka.

"Tidak ada kekuasaan apapun yang dapat menghentikan, kecuali upaya hukum lainnya seperti praperadilan, atau mengubah norma melalui uji materi di Mahkamah Konstitusi," kata Abdul dihubungi di Jakarta Selasa (13/3).

Dia memandang, meskipun maksud Menkopolhukam kelihatannya baik, serta untuk menjaga stabilitas berjalannya demokrasi, namun sesungguhnya upaya meminta KPK menunda penetapan seseorang sebagai tersangka dapat diartikan sebagai sikap permisif terhadap sikap-sikap koruptif dalam demokrasi.

"Ketika KPK atau kejaksaan atau kepolisian menetapkan orang sebagai tersangka, maka tidak ada satu kekuasaan apapun yang dapat menghentikan, kecuali upaya hukum praperadilan dan itupun jika perkaranya belum diadili di pengadilan," terang Abdul. Ant

 

BERITA TERKAIT

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…