NERACA
Jakarta---Keputusan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) menetapkan suku bunga acuan alias BI Rate turun 25 basis poin (bps) menjadi 5,75%. Alasanya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan mencapai target inflasi. “Keputusan ini diambil sebagai langkah lanjutan untuk memberikan dorongan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah menurunnya kinerja ekonomi global,” kata Kepala Biro Humas, Difi A Johansyah di Jakarta, Kamis (9/2)
Lebih jauh kata Difi, keputusan BI Rate ini membuat koridor bawah dan atas, suku bunga operasi moneter Bank Indonesia masing-masing menjadi 3,75% untuk fasilitas simpanan (deposit facility rate) dan 6,75% untuk fasilitas pinjaman (lending facility rate). “BI tetap mewaspadai risiko memburuknya perekonomian global dan dampak kebijakan Pemerintah di bidang energi, dan akan terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial, serta koordinasi kebijakan dengan pemerintah," terangnya
Menurut Difi, Dewan Gubernur optimis penerapan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial yang bersifat counter-cyclical sangat diperlukan dalam pengelolaan makroekonomi secara keseluruhan. "Serta untuk membawa inflasi pada sasaran yang ditetapkan, yaitu 4,5% plus minus satu pada 2012 dan 2013," tambahnya
Disisi lain, kata Difi lagi, BI terus berupaya menjaga stabilitas pasar keuangan, dan memitigasi dampak perlambatan ekonomi global, dengan senantiasa menjangkar ekspektasi inflasi ke depan ke arah sasarannya. "Untuk itu, BI akan terus melakukan koordinasi berbagai kebijakan bersama Pemerintah," tuturnya
Namun demikian, Difi mengakui apabila tidak ada kebijakan penurunan subsidi BBM, inflasi diperkirakan akan terus mengalami penurunan. "BI akan mewaspadai dampak kebijakan Pemerintah di bidang energi yang dapat memberikan tekanan inflasi yang meningkat," ungkapnya
Difi tak membantah sejauh ini inflasi terus mengalami tren penurunan. Inflasi pada Januari 2012 tercatat 3,65% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya sebesar 3,79% (yoy). Penurunan tekanan inflasi didorong oleh penurunan inflasi bahan pangan seiring pasokan yang terjaga. Sementara itu, inflasi inti relatif stabil seiring dengan harga komoditas global non-energi yang menurun dan ekspektasi inflasi yang membaik. "Di sisi lain, inflasi administered prices hanya mengalami sedikit peningkatan seiring dengan kenaikan cukai rokok," imbuhnya.
Sementara itu, Analis pasar modal Nico Omer mengatakan penurunan BI rate ini dinilai juga akan meningkatkan resiko kepada perekonomian Indonesia. Adapun resiko akan yang mulai meningkat adalah inflasi akan cenderung tinggi dalam jangka menengah. "Risiko mulai meningkat. Karena inflasi dalam jangka waktu menengah-panjang cenderung akan meningkat dengan easy money policies yang diterapkan oleh berbagai bank sentral di dunia," paparnya
Dengan demikian, kata Nico, jika inflasi naik, BI akan terlihat behind the curve dan pada akhirnya terpaksa mengejar inflasi.
Dikatakan Difi, turunnya BI Rate juga akan membuat rupiah melemah, namun pelemahan rupiah ini Namun masih akan terbantu dengan terus melemahnya dolar Amerika Serikat (AS). "Rupiah memang dapat agak tertekan, tapi masih tertopang pada saat ini dengan pelemahan dolar AS," pungkasnya. **maya
Ekspor Sumsel Januari 2019 Turun 17,24 Persen NERACA Palembang - Nilai ekspor Sumatera Selatan (Sumsel) melorot pada Januari 2019 sebesar…
NERACA Jakarta – Perkuat likuiditas dalam mendanai ekspansi bisnisnya, PT Bank Maybank Indonesia Tbk (BNII) berencana menerbitkan obligasi senilai sekitar…
NERACA Jakarta – Direktur Puskepi, Sofyano Zakaria menyatakan, harga tiket pesawat baru akan turun apabila harga avtur disubsidi oleh pemerintah.…
NERACA Jakarta - PT Bank CIMB Niaga Tbk melaporkan perolehan laba bersih konsolidasi (diaudit) sebesar Rp3,5…
NERACA Jakarta – Komitmen Pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan…
NERACA Jakarta - Lembaga pemeringkat Moody's Investor Service mengatakan pada Selasa bahwa mereka memperkirakan penerbitan sukuk negara…