INDONESIA PERLU BELAJAR DARI INDIA - JK: Produktivitas Pangan Hadapi 3 Tantangan

Jakarta-Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan, untuk meningkatkan produktivitas pangan harus menghadapi ‎berbagai tantangan seperti jumlah penduduk yang meningkat, berkurangnya lahan pertanian akibat urbanisasi dan perubahan iklim. Pasalnya, ketiga hal tersebut akan mempengaruhi produktivitas pertanian. Wapres juga mengingatkan Indonesia perlu belajar dari India dalam soal kebijakan pangan.

NERACA

"Berikutnya ketersediaan air juga jadi masalah yang besar. Karena itu maka tren harga hasil pertanian selalu naik w‎aktu saya ketua Bulog pada tahun 2000, harga impor hanya US$ 170 per ton , sekarang sudah US$ 420 per ton. Dalam waktu 18 tahun naik tiga kali lipat," ujarnya saat membuka acara Jakarta Food Scurity Summit di Jakarta, Kamis (8/3).

Menurut Wapres, untuk menjawab tantangan tersebut perlu dilakukan upaya optimistis, melalui penggunaan teknologi pertanian sehingga keterbatasan yang ada dapat teratasi. Seperti teknoogi tanama yang hemat air dan dapat lebih banyak menghasilkan.

‎"Sekarang tentu banyak perubahan-perubahan, dunia harus membuat revolusi baru yaitu bibit yang baik misalnya hybrid, dan upaya lainnya seperti pengairan, hemat air, harus menjadi prioritas. Karena itu pikiran optimisme yang bisa mengatasi pertumbuhan penduduk, pengurangan lahan, maka tantangan lainnya adalah mengubah sistem yang lain jadi positif," tutur JK

Dia mengatakan, saat ini banyak negara yang dapat meningkatkan produktivitas pertaniannya tanpa menambah lahan. Dia mencontohkan, India negara yang sebelumnya menjadi importir gandum saat ini menjadi eksportir gandum. Bahkan, Indonesia saat ini mengimpor beras dari India.

‎"Banyak negara yang berhasil meningkatkan produtkivitas tanpa menambah lahan. Contoh india, dulu impor gandum sekarang ekspor gandum. kita juga impor beras dari india. Kita harus belajar dari India," ujarnya.

Menurut JK, penduduk Indonesia akan bertambah 100 juta menjadi 350 juta pada 2045. Kondisi ini membuat Indonesia harus siap meningkatkan produksi pangan sekitar 3% per tahun. ‎"Kalau di Indonesia kira-kira 2045 penduduk kita bisa 350 juta. Artinya, kebutuhan pangan dibutuhkan terus menerus naik kira-kira 3% per tahun," tutur dia.  ‎

Selain itu, JK menilai data produksi hasil pertanian yang selama ini tidak sesuai kondisi lapangan menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan segera. Data yang benar, menurut dia, bisa menjadi dasar atas kebijakan pertanian Indonesia ke depan.

Wapres menuturkan, kebijakan pemerintah zaman kini tentu harus berdasarkan perhitungan dengan menggunakan data yang pasti. Penyusunan kebijakan pun, tidak harus berdasarkan instruksi langsung dari pemerintah. "Kami harus memperbaiki data, hampir semua data pertanian tidak sesuai lapangan. Karena Indonesia tidak bisa kembali ke masa lalu di mana orang dipaksa diubah berdasarkan instruksi. Semua harus berdasarkan perhitungan," ujarnya.

Produksi Beras

Wapres mencontohkan, amburadulnya data produksi beras. Masalah data beras semakin pelik, lantaran masih ada bagian dari pemerintah yang belum tahu formulasi dalam menaksir produksi beras Indonesia. Dia berkisah pernah memberitahu Menteri Pertanian mengenai estimasi produksi beras yang dihitung dari konsumsi ditambah ekspor netto. Indonesia yang selama ini tak pernah ekspor beras, membuat perhitungan produksi beras secara kotor, menurut JK, harus dimulai dari data konsumsi terlebih dulu, yang ditaksirnya sebesar 28 juta ton per tahun.

Namun, untuk mendapat perhitungan produksi beras yang pasti, data konsumsi tidak bisa dijadikan patokan. Sehingga menurut JK, jika pendataan seperti ini tak segera dibenahi, maka data pertanian selamanya akan buram. "Semua dilema data ini memang perlu diperbaiki. Tak hanya beras, ini belum jagung, belum lagi garam," ujarnya.

Padahal, kebijakan pertanian yang ampuh dibutuhkan untuk ketahanan pangan Indonesia di masa depan. JK mengingatkan, penduduk Indonesia akan mencapai 330 juta di tahun 2045 atau bertumbuh 3% per tahun. Sehingga, kebutuhan pangan pun minimal juga harus meningkat 3% per tahun.

Sementara itu, luas tanah Indonesia pun terbatas untuk membuka lahan pangan baru. Makanya, saat ini kebijakan pertanian Indonesia harus bergerak menuju perbaikan produktivitas yang tentu perlu didukung dengan data-data yang akurat.

Sebelumnya anggota Komisi VI DPR Bambang Haryo menilai, pemerintah harus konsisten dalam mewujudkan swasembada pangan sebagaimana yang menjadi program Nawacita Presiden Jokowi. Karena memasuki tahun keempat pemerintahan Jokowi-JK, target swasembada pangan belum juga terwujud. Ini terlihat dari beberapa kali, importasi masih jadi pilihan untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional. “Bagaimana mau swasembada kalau kebutuhan pangan saja kita masih impor,” ujarnya di Jakarta, belum lama ini.

Menurut Bambang, ada beberapa faktor yang membuat Indonesia belum juga mencapai swasembada. Salah satunya tidak adanya koordinasi antara Kementerian Pertanian dengan kementerian teknis lainnya. Dia menyayangkan, sebagai negara yang sempat mendapatkan predikat lumbung beras Asia, Indonesia sekarang justru harus mengimpor pangan dari negara tetangga.

Dia mengatakan, untuk memperbaiki koordinasi antar kementerian membutuhkan campur tangan presiden. Dengan mengevaluasi target swasembada beberapa komoditas pertanian di Indonesia. Seharusnya Indonesia mencontoh Belanda dalam mencukupi kebutuhan pangannya. Meski hanya memiliki luas lahan pertanian terbatas, nyatanya Belanda tidak memerlukan impor pangan.

Pendapatan Petani

Pada bagian lain, Wapres menyinggung Mentan Amran Sulaiman yang melibatkan TNI dalam meningkatkan produktivitas pertanian. Pasalnya, yang dibutuhkan petani adalah teknologi yang dapat meningkatkan pendapatan.

Menurut JK, saat ini pendapatan petani masih ‎rendah, bahkan di bawah upah minimum regional (UMR). Kondisi ini membuat petani beralih profesi menjadi buruh pabrik yang pendapatanya lebih besar.  Yang dibutuhkan petani saat ini, menurut JK, adalah teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas pertanian, sehingga pendapatan petani meningkat. "Yang bisa solusi teknologi pangan, walau dengan Panglima, Kodim, Koramil itu tidak mempan. Karena pendapatanya tidak (naik), jangan dilakukan terus itu Pak Menteri," ujarnya.

JK lebih jauh menerangkan, seiring perkembangan zaman, maka kebutuhan petani semakin meningkat. Kondisi ini dapat ‎terpenuhi oleh peningkatan pendapatan. "Karena ingin pendapatannya lebih tinggi. Orang tidak akan beli motor, beli baju kalau tidak ada pendapatanya," ujarnya.

Dia mengungkapkan, saat ini banyak negara yang dapat meningkatkan produktivitas pertaniannya tanpa menambah lahan. Contoh India yang sebelumnya menjadi importir gandum itu, kini menjadi eksportir gandum. Bahkan, Indonesia saat ini mengimpor beras dari negara tersebut.

‎Wapres mengatakan, sektor pertanian merupakan sektor yang perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah maupun berbagai pihak. Selain itu, sektor pertanian menyangkut kesejahteraan petani. "Pertanian secara umum paling banyak tantangannya di dunia ini," ujarnya.  

Sementara itu, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P. Roeslani mengatakan, pentingnya membangun ketahanan pangan melalui para petani di Indonesia. "Upaya Indonesia mencapai ketahanan pangan mesti disokong oleh kesejahteraan petani yang baik pula," ujarnya.  

Dia mengatakan, pemberdayaan para petani sangat penting untuk mewujudkan pemerataan perekonomian di Indonesia. "Pemberdayaan para petani ini menjadi hal yang penting dalam rangka memajukan pemerataan dan keadilan perekonomian Indonesia. Sudah ada 24 perusahaan yang ikut dalam program kemitraan kali ini dengan menerapkan cloosed-loop, yaitu program tertutup yang terintegrasi melibatkan petani, koperasi, perbankan, para pengusaha sebagai off-taker dalam menciptakan good governance practice," ujarnya.  

Dengan mengangkat tema “Pemerataan Ekonomi Sektor Pertanian, Peternakan, dan Perikanan Melalui Kebijakan dan Kemitraan”, JFSS ke-4 ini berfokus pada akses lahan pertanian di mana petani memiliki akses legal terhadap lahan, sesuai dengan skala ekonomi mereka. "Pengembangan komoditas pangan diharapkan dapat berlangsung berdasarkan klasterisasi dan zonasi," ujar Wakil Ketua Umum Kadin bidang Agribisnis, Pangan, dan Kehutanan Franky Widjaja. bari/mohar/fba

 

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…