Sadar Bahaya Kanker, Turunkan Konsumsi Premium

Sadar Bahaya Kanker, Turunkan Konsumsi Premium

NERACA

Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI Okky Asokawati menanggapi positif penurunan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) dengan oktan rendah di masyarakat. Menurutnya, tren tersebut menunjukkan kesadaran masyarakat yang semakin meningkat terhadap kesehatan.“Saya bersyukur karena masyarakat sudah semakin cerdas. Mereka sadar akan bahaya Premium terhadap kesehatan, karena bisa menyebabkan kanker,” kata Okky di Jakarta, kemarin.

Komisi IX yang membidangi kesehatan, lanjut Okky akan terus mendukung sikap masyarakat. Apalagi, kesadaran tersebut berasal dari konsumen sendiri, sehingga mereka mulai beralih menggunakan BBM dengan oktan yang lebih tinggi, seperti Pertalite dan Pertamax.“Pergeseran konsumsi menuju BBM yang memiliki harga lebih tinggi, tentu disebabkan faktor manusia. Ini adalah indikasi bahwa masyarakat sudah pintar mengedukasi diri sendiri,” lanjutnya.

Terkait itulah Okky justru mempertanyakan sikap Pemerintah, dalam hal ini Badan Pengatur Hilir Migas dan Gas Bumi (BP Migas). Pemerintah, lanjut Okky, harusnya lebih peka bahwa penyebab berkurangnya konsumsi Premium di berbagai derah, termasuk Riau dan Lampung, disebabkan karena permintaan yang sangat menurun. Karena seperti mekanisme pasar, kata Okky, banyaknya supply tentu tergantung dari demand.

“Pemerintah tidak peka. Kalau sudah ada penelitian bahwa emisi Premium bisa menyebabkan kanker dan demand juga sudah menurun, harusnya mereka memberi apresiasi. Makanya harus dipertanyakan, mengapa Pemerintah seolah-olah menginginkan Premium terus beredar luas? Apakah mereka tidak peduli dengan bahaya kanker di masyarakat?” tanya Okky.

Sebelumnya, Universitas Indonesia (UI) dan Komite Penghapusan Bensi Bertimbal (KPBB) memang melakukan penelitian terkait bahaya emisi BBM oktan rendah. Hasilnya, rata-rata air seni masyarakat Jakarta mengandung polysiclic aromatic hydrocarbons (PAH) dan benzene yang sangat tinggi, melebihi batas standar World Health Organization (WHO). Hasil tersebut menunjukkan, bahwa emisi Premium memang menyebabkan penyakit mematikan, kanker.

Tren penggunaan BBM oktan tinggi, antara lain bisa diamati di berbagai SPBU di Riau dan Lampung. Meski Premium juga tersedia, namun tidak menyurutkan minat konsumen untuk membeli BBM dengan oktan lebih tinggi. Di Pekanbaru, misalnya, kondisi tersebut bisa ditemui di SPBU Jl. Dahlia, SPBU Sidomulyo Timur, SPBU Lintas Timur Sumatera dan sebagainya. Sedangkan di Bandar Lampung, kondisi yang sama bisa ditemui antara lain di SPBU Jl. Pattimura, SPBU Jl. Pangeran Antasari, SPBU Jl. Sultan Agung, SPBU Jl. Pramuka, dan sebagainya. Tidak ada kelangkaan Premium, namun BBM oktan tinggi tetap diserbu pembeli.

Karyawan Jasa Raharja Cabang Riau, Raditya Pratama, misalnya. Dia membenarkan bahwa mulai beralih dari Premium ke Pertalite sejak 2017. Dan selama mempergunakan Pertalite, dia merasa bahwa tidak ada masalah sama sekali dengan kendaraannya.“Makanya, meski ada Premium di SPBU, saya tetap pakai Pertalite,” kata dia.

Raditya menambahkan, bukan hanya dirinya yang beralih ke BBM dengan oktan lebih tinggi. Banyak teman kerjanya yang juga beralih dari Premium. Apalagi, setelah mengetahui adanya penelitian bahwa emisi BBM oktan rendah sangat berbahaya dan bisa memicu penyakit mematikan, yaitu kanker.“Alangkah baiknya kalau Premium ditiadakan saja,” lanjutnya. Mohar

 

BERITA TERKAIT

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…