Memahami Teknologi Ekonomi dalam Sistem Pembayaran

 

Oleh: Achmad Deni Daruri, President Director Center for Banking Crisis

Teknologi digital semakin tak terpisahkan dalam sistem pembayaran sehingga pembangunan ekonomi berbasis teknologi digital harus masuk dalam perencanaan ekonomi sebuah negara yang peduli dengan peningkatan dalam daya saing siystem pembayarannya supaya pembangunan investasi pendukungnya dapat dilakukan secara berkesinambungan. Untuk itu diperlukan pendekatan pembangunan system pembayaran berdasarkan teknologi digital yang tidak selalu dapat digenerasikan oleh sistem komputer dan sistem terbuka. Teknologi yang mendasar ditemukan pada tahun 1980 ini dan menjadi ekonomis untuk diadopsi secara luas setelah penemuan Personal Computer. Teknologi revolusi digital dikonversi sebelumnya adalah analog ke dalam sebuah format digital.

Dalam komunikasi digital misalnya perangkat keras mengulangi kemampuan mampu memperkuat sinyal digital dan menyebarkannya tanpa kehilangan informasi dalam sinyal. Hal yang sama pentingnya dengan revolusi adalah kemampuan untuk dengan mudah memindahkan informasi digital antara media, dan untuk mengakses atau mendistribusikannya jarak jauh. Skala ekonomis yang tercipta semakin menjadi bias kepada modal. Dengan demikian sistem pembayaran sebagai permintaan turunan dari teknologi digital juga terkena dampaknya.

Skalalisasi ini didukung oleh teknologi web. Sejarah Web bermula di European Laboratory for Particle Physics (lebih dikenal dengan nama CERN), di kota Geneva dekat perbatasan Perancis dan Swiss. CERN merupakan suatu organisasi yang didirikan oleh 18 negara di Eropa. Dibulan Maret 1989, Tim Berners Lee dan peneliti lainnya dari CERN mengusulkan suatu protokol sistem distribusi informasi di Internet yang memungkinkan para anggotanya yang tersebar di seluruh dunia saling membagi informasi dan bahkan untuk menampilkan informasi tersebut dalam bentuk grafik. Web Browser pertama dibuat dengan berbasiskan pada teks. Untuk menyatakan suatu link, dibuat sebarisan nomor yang mirip dengan suatu menu. Pemakai mengetikkan suatu nomor untuk melakukan navigasi di dalam Web.

Kebanyakan software tersebut dibuat untuk komputer-komputer yang menggunakan Sistem Operasi UNIX, dan belum banyak yang bisa dilakukan oleh pemakai komputer saat itu yang telah menggunakan Windows. Tetapi semua ini berubah setelah munculnya browser Mosaic dari NCSA (National Center for Supercomputing Applications). Pada 1990, Berners-Lee, yang kali ini berusia 35 tahun, berpikir ulang dan menghidupkan kembali proyeknya. Kali ini ia bekerja dengan sebuah mesin yang sangat canggih, komputer NeXT buatan Steve Jobs (pendiri Apple). Kebetulan, komputer tersebut memiliki paduan perangkat keras dan perangkat lunak yang tepat untuk menampilkan informasi secara visual. Yang bersamaan dengan itu terjadi perkembangan pesat dari teknologi telepon genggam yang mendukung skala ekonomis dari teknologi digital tersebut. Handset pertama dilahirkannya pada 1973 dengan bantuan tim Motorola dengan berat dua kilogram. Ketika dia menderita di jalanan New York dan membuat panggilan ponsel pertama dari prototipe ponselnya, dia tidak pernah membayangkan perangkat buatannya itu akan sukses suatu saat.

Untuk memproduksi ponsel pertama, Motorola memerlukan biaya setara dengan US$1 juta. “Di 1983, ponsel portabel berharga US$4 ribu (Rp36 juta) setara dengan US$10 ribu (Rp90 juta). Cooper mengatakan bahwa timnya menghadapi tantangan bagaimana memasukkan semua bahan ke dalam sebuah ponsel untuk pertama kalinya. Namun akhirnya desainer industri telah melakukan pekerjaan super dan insinyur menyelesaikan dua kilogram perangkat ponsel pertama. “Bahan yang sangat penting untuk ponsel pertama adalah baterai dengan berat empat atau lima kali daripada ponsel yang ada saat ini”. Saat ini motor telepon genggam dunia adalah Apple dan Samsung yang terus bersaing tanpa ada tanda-tanda ada yang menyerah.

Sistem pembayaran sangat tertolong oleh kompetisi tersebut. Tim Cook tampaknya menyadari hal ini. Di bawah kepemimpinannya Apple terus bergerak menjadi motor dalam system pembayaran berbasis digital. Semakin canggihnya teknologi digital masa kini membuat perubahan besar terhadap dunia, lahirnya berbagai macam teknologi digital yang semakin maju telah banyak bermunculan. Berbagai kalangan telah dimudahkan dalam mengakses suatu informasi melalui banyak cara, serta dapat menikmati fasilitas dari teknologi digital dengan bebas dan terkendali. Tetapi di sayangkan semakin berkembangnya teknologi justru semakin banyaknya kejahatan yang terdeteksi. Masalah-masalah ini lebih diperparah oleh penggunaan manajemen hak digital teknologi yang sedang dirancang untuk hanya memungkinkan data untuk dibaca pada mesin tertentu, mungkin membuat masa depan data recovery mustahil.

Menariknya, Voyager Golden Record, yang dimaksudkan untuk dibaca oleh yang cerdas luar bumi (mungkin paralel yang cocok untuk seorang manusia dari masa depan yang jauh), dicatat dalam analog, bukan format digital khusus untuk interpretasi mudah dan analisis. Peter Orszag dalam ceramahnya di akhir tahun 2017 yang lalu mengingatkan akan turunnya produktivitas dari bisnis non pertanian padahal revolusi teknologi digital justru sedang menanjak termasuk dalam menopang sistem pembayaran.

Dampaknya luar biasa dimana pendapatan 90 persen penduduk termiskin justru turun 20 persen sementara pada periode yang lampu justru naik lima persen. Inilah tantangan system pembayaran di era teknologi digital! Kondisi ini tidak bias dengan serta merta mengatakan bahwa system pembayaran dan teknologi digital merupakan pokok permasalahan. Seperti yang dikatakan oleh peraih nobel ekonomi Tinbergen sesungguhnya diperlukan kebijakan public penunjang lalinnya yang sangat mungkin tidak muncul pada periode modern kali ini.

Diperlukan sejumlah kebijakan untuk menyelesaikan sejumlah permasalahan. Misalnya membangun pasar yang semakin kompetitif dan melibas rent seeker tampaknya semakain sulit dilakukan akhir-akhir ini. Mengutamakan inovasi hanya dapat berlangsung di Lembah Silikon. Di luar itu semaunya hanya omomg kosong saja. Bagaimana mau menciptakan Lembah Silikon jika Universitas di negara negara berkembang tidak berorientasi ilmu pengetahuan alam dan matematika. Republik Rakyat China saja mengirimkan jutaan scientistnya ke Amerika Serikat untuk belajar dan bekerja, sementara itu justru orang Indonesia belajar ilmu pengehatuan alam ke RRC. Tak heran jika kita nantinya semakin tertinggal dalam teknologi digital dan pada gilirannya tertinggal dalam sistem pembayaran global yang semakin dipengaruhi oleh teknologi digital.

 

BERITA TERKAIT

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…

BERITA LAINNYA DI Opini

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…