Penciptaan Pasar dalam Manajemen Risiko

 

Oleh: Achmad Deni Daruri, President Director Center for Banking Crisis

 

Pasar sebagai kelembagaan penting dalam perekonomian harus terus diciptakan, logikanya akan terbentuk pasar-pasar baru yang menggunakan manajemen risiko sebagai pembentuk pasar-pasar tersebut. Pasar saham misalnya semakin modern maka pasar itu akan semakin mengandalkan kepada manajemen risiko dalam rangka menimisasi resiko yang akan muncul. Dengan demikian, perusahaan sekelas Bursa Efek Indonesia (BEI) seyogyanya sudah memiliki divisi khusus dalam bidang manajemen risiko yang berupaya mengelola risiko yang muncul pada pasar modal dan juga kepada anggota bursa. Bukan hanya itu regulator seperti OJK juga seyogyanya memiliki divisi khusus yang menangani manajemen risiko.

Dalam konteks penciptaan pasar maka manajemen resiko harus ada pada level regulator, pasar itu sendiri dan para pemain di pasar itu. Tiga layer manajemen risiko itu harus terkelola dengan baik sehingga tidak saling tumpang tindah apalagi saling mengeminasi satu terhadap lainnya. Tugas terakhir inilah yang sangat penting karena dalam struktur manajemen risiko makro di Indonesia hal ini belum terbentuk. Untuk itu diperlukan cetak biru manajemen risiko penciptaan pasar. Pasar dapat saja memiliki nama yang sama namun sesungguhnya merupakan pasar yang berbeda. Misalnya Bursa Efek Indonesia dapat saja memperjualkan mata uang kripto padahal namanya tetap sama.

Jika Bursa Efek Indonesia hendak menciptakan pasar bagi mata uang kripto maka ada baiknya belajar dari Bursa Efek Israel. Bursa Efek Israel sudah berpengalaman dalam mengelola perdagangan mata uang kripto seperti Bitcoin. Berbeda dengan perdagangan saham yang harganya ditentukan di pasar, Bursa efek Israel berani menghentikan perdagangan Bitcoin dengan membuat perhitungan bahwa harga riil Bitcoin adalah nol. Sejauhmana Bursa Efek Indonesia memiliki ilmu yang mampu menghitung nilai riil Bitcoin adalah nol memang masih dalam pertanyaan kita semua. Dani Rodrik dan banyak ekonom lainnya melihat pentingnya penciptaan pasar dalam perekonomian. Hanya saja mereka luput dalam menganalisa pentingnya manajemen risiko dalam penciptaan pasar. Mereka mengasumsikan manajemen risiko sebagai produk dari invisible hand.

Pandangan tokoh-tokoh awal mazhab kelembagaan tersebut menekankan beberapa isu antara lain: perubahan teknologi (technological change), aspek psikologi dan aspek hukum adalah aspek-aspek yang harus diikutsertakan dalam analisis ekonomi. Pada awalnya pandangan ini cukup berkembang karena dianggap lebih merepresentasikan dunia nyata (karena memiliki bukti empiris). Namun dalam perjalanannya, perkembangan mazhab ini mengalami kemandekan (stagnation) bahkan cenderung ditinggalkan karena tidak adanya pembahasan lebih lanjut dari para pendukung mazhab ini yang pada akhirnya mampu membentuk dan memberikan landasan teori yang kuat.

Disamping itu, perkembangan mazhab neo-klassik yang secara luas mulai mengembangkan alat ekonometrik dalam analisisnya serta perkembangan mazhab ekonomi kesejahteraan (Welfare Economics) yang diusung oleh J.M. Keynes, membuat mazhab kelembagaan menjadi semakin tertinggal karena dengan alat-alat analisis tersebut mazhab neo-klassik menjadi dianggap mampu untuk memberikan penjelasan secara empirik. Mazhab ekonomi kelembagaan baru ini pada umumnya membahas perilaku ekonomi dengan menggunakan alat analisis yang dikembangkan dengan dukungan dari empat teori yang juga dapat digunakan sebagai alat analisis. Empat teori tersebut meliputi: (1) teori biaya transaksi (transaction cost theory), (2) teory hak kepemilikan (property rights theory), (3) teori pilihan public (public choice theory), dan (4) teori permainan (game theory).

Perbedaan mendasar lainnya antara mazhab institusional lama dan baru adalah bahwa mazhab institusional baru menggunakan dua dasar asumsi yaitu bahwa manusia berperilaku rasional (rational individual behavior) dan adanya fungsi preferensi individu yang jelas (individual preferences function); dimana kedua asumsi tersebut juga merupakan asumsi dasar yang sangat penting bagi mazhab neo-klassik. Baru-baru ini Dani Rodrik yang juga professor dari Universitas Harvard mengatakan bahwa penggunaan matematika dalam ilmu ekonomi justru menurunkan kualitas dari ilmu ekonomi itu sendiri. Sementara itu kepala ekonom bank Dunia menimpali pernyataan Rodrik tesebut dengan mengatakan bahwa esensinya adalah menggunakan apapapun haruslah jelas.

Adanya keengganan dari para pakar kelembagaan dalam menggunakan matematika membuat analisa mereka mengenai penciptaan pasar luput dalam menggunakan pendekatan manajemen risiko. Ini sangat berbahaya. Sasaran dari pelaksanaan manajemen risiko adalah untuk mengurangi risiko yang berbeda-beda yang berkaitan dengan bidang yang telah dipilih pada tingkat yang dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini dapat berupa berbagai jenis ancaman yang disebabkan oleh lingkungan, teknologi, manusia, organisasi dan politik. Di sisi lain pelaksanaan manajemen risiko melibatkan segala cara yang tersedia bagi manusia, khususnya, bagi entitas manajemen risiko (manusia, staff, dan organisasi). Memasukkan konsep manajemen risiko dalam penciptaan pasar bukanlah perkara yang mudah. Karena masih banyak pihak-pihak yang berkaitan dengan penciptaan pasar yang belum paham akan manajemen risiko itu sendiri. Itu dari perspektif ilmu ekonomi.

Lantas bagaimana dari perspektif ilmu manajemen? Perkembangan selanjutnya terjadi pada tahun 1940-an ketika Patrick Blackett melahirkan ilmu riset operasi, yang merupakan kombinasi dari teori statistika dengan teori mikroekonomi. Riset operasi, sering dikenal dengan "manajemen sains", mencoba pendekatan sains untuk menyelesaikan masalah dalam manajemen, khususnya di bidang logistik dan operasi. Pada tahun 1946, Peter F. Drucker—sering disebut sebagai Bapak Ilmu Manajemen—menerbitkan salah satu buku paling awal tentang manajemen terapan: "Konsep Korporasi" (Concept of the Corporation). Buku ini muncul atas ide Alfred Sloan (chairman dari General Motors) yang menugaskan penelitian tentang organisasi. Sekali lagi ilmu manajemen luput dalam mengembangkan manajemen risiko dan lebih terpukau kepada ilmu riset operasi. Sejarah memperlihatkan kepada kita bahwa penciptaan pasar kerap melupakan majamen risiko sehingga tak heran krisis ekonomi kerap kali menghantam sistem ekonomi pasar.

 

BERITA TERKAIT

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…

BERITA LAINNYA DI Opini

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…