Potensi Ekonomi Zakat

 

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi., Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo

Rencana pemerintah memotong zakat 2,5 persen gaji ASN yang beragama Islam justru menuai kritik. Argumen yang mendasari karena zakat adalah komitmen ibadah personal yang tidak bisa dipaksa sementara pemotongan oleh negara adalah pemaksanaan yang bertentangan dengan esensi ibadah personal. Selain itu, UU No.23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pajak dan juga PP No.14 Tahun 2014 tidak menuntut pemaksanaan dalam pemotongan zakat sehingga rencana pemerintah tersebut mengebiri hak kebebasan dari umat untuk membayar zakat. Di sisi lain, pemerintah nampaknya getol ingin mendapat dana zakat umat karena menurut hitungan Badan Amil Zakat Nasional mencapai Rp.200 triliun sementara perolehannya baru sekitar Rp.6 triliun di tahun 2017. Besaran inilah yang menjadi target perolehan oleh negara yang kemudian memicu kontroversi. Padahal belum lama pemerintah juga berencana memanfaatkan dana haji sebagai dana umat.

Ekonomi umat tidak hanya memiliki basis sumber daya manusia, tetapi juga hakekatnya ada sumber daya uang yang jika dikelola dengan maksimal mampu memberikan peran penting bagi negara dan juga peningkatan kesejahteraan. Paling tidak, ini terlihat dari rencana pemanfaatan dana haji untuk pembangunan infrastruktur. Selain itu, potensi  ekonomi umat lainnya adalah pengeolaan zakat dan wakaf. Terkait hal ini beralasan jika pemerintah sedang melakukan reformasi manajemen pengelolaan zakat dan wakaf demi peningkatan kesejahteraan. Oleh karena itu, sangat beralasan jika Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional / Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menegaskan agar zakat dan wakaf harus dikelola secara produktif untuk memberikan kemanfaatan yang maksimal sehingga mereduksi ketimpangan dan kemiskinan.

Komitmen terhadap manajemen pengelolaan zakat dan wakaf, maka pemerintah lewat Ditjen Pajak telah mengeluarkan Perdirjen No.PER 11/PJ/2017 sejak 22 Juni 2017 yang mengatur badan/lembaga penerima zakat atau sumbangan keagamaan. Optimalisasi dari lembaga tersebut yaitu bersinergi dengan organisasi keagamaan misal Muhammadiyah dan NU bersama Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan - TNP2K demi peningkatan kesejahteraan dengan mereduksi ketimpangan dan kemiskinan. Argumen yang mendasari karena kedua ormas tersebut mempunyai basis data umat dan potensi zakat yang sangat luar biasa sedangkan pemerintah memiliki basis data kependudukan yang jika disinergikan maka akan lebih efektif untuk mencapai kesejahteraan rakyat.

Potensi Besar

Potensi zakat umat yang ada di republik ini menarik dikaji terutama terkait nilai potensi yang ada dan juga aspek pemanfaatan untuk penyaluran kepada yang berhak. Andai saja pemanfaatan zakat kepada yang berhak benar-benar bisa dilakukan maka orientasi bagi peningkatan kesejahteraan tentu dapat dicapai. Kalau ini bisa dilakukan berkelanjutan, maka potensi zakat untuk mereduksi kemiskinan dapat terealisir. Artinya, kalau jumlah penduduk miskin berkurang maka orientasi sebagian besar masyarakat untuk melakukan migrasi berduyun-duyun datang ke perkotaan pasca lebaran juga akan berkurang. Meski demikian, tentu harapan ini tidak bisa hanya mengandalkan pemanfaatan zakat tapi juga harus bersinergi dengan bidang lain, termasuk misalnya pengembangan basis ekonomi di daerah mengacu potensi sumber daya lokal. Selain itu, komitmen terhadap kampanye pengembangan ekonomi kreatif juga harus selaras dengan optimalisasi penyaluran zakat kepada yang berhak, tidak hanya di perdesaan tetapi juga di perkotaan. Jika optimalisasi dana zakat bersinergi dengan alokasi dana desa maka bukannya tidak mungkin ekonomi desa akan tumbuh dan berkembang secara sistematis dan berkelanjutan.

Harapan besar terhadap potensi zakat umat dan juga pemanfaatannya, maka setidaknya ada beberapa faktor yang menjadi kendala pembayaran zakat di republik ini, misalnya pertama: kesadaran umat untuk melakukan pembayaran zakat cenderung masih sangat rendah. Oleh karena itu, keteladanan yang dilakukan tokoh masyarakat dan tokoh umat menjadi sangat penting, setidaknya untuk dapat membangun kesadaran kolektif terkait pentingnya pembayaran zakat. Hal ini terkait potensi zakat yang masih besar, sementara akumulasinya masih sangat kecil sehingga fakta dibanding potensi belum sebanding. Zakat harus dipisahkan dengan pajak, tidak hanya pengertiannya tapi juga nominalnya sehingga tidak memberatkan individu sebagai masyarakat dan umat. Artinya, potongan zakat 2,5 persen dari gaji ASN yang beragama Islam bisa dibenarkan meski kebijakan ini juga bertentangan dengan logika kebebasan beribadah secara personal dari zakat.

Kedua: aspek transparansi terkait zakat merupakan salah satu faktor yang juga menarik dicermati. Paling tidak, asumsinya karena ini terkait dengan dana umat yang jumlahnya tidak kecil. Selain itu, pemberitaan korupsi di republik ini yang semakin merebak secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap aspek kepercayaan pengelolaan zakat. Selain itu, kasus korupsi haji dan kisruh biro umroh belum lama ini menjadi sentimen negatif atas kepercayaan. Oleh karena itu, beralasan jika trend pembayaran meningkat meski masih kecil dibanding potensi zakat yang ada. Artinya, ini menjadi tantangan pengelola zakat untuk lebih transparan dan akuntabel. Jadi, pemotongan 2,5 persen dari gaji ASN tidak menjamin terhadap kepercayaan terkait pengelolaan zakat oleh negara.

Ketiga: masih banyak umat yang belum memahami perhitungan pembayaran zakat dan hal ini perlu edukasi dari pihak terkait. Artinya, ini adalah potensi yang belum tergarap. Selain itu, perlu juga edukasi bahwa zakat berbeda dengan pajak karena masih ada juga masyarakat yang menyamakan persepsi ini. Terkait hal ini, beralasan jika pemerintah berupaya mensinergikan antara kinerja ormas keagamaan dengan pemerintah untuk bisa lebih membangun spirit pembayaran zakat yang berbasis potensi ekonomi umat untuk meningkatkan kesejahteraan demi mereduksi ketimpangan dan kemiskinan.

BERITA TERKAIT

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…

BERITA LAINNYA DI Opini

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…