Banyak Petinggi Negara Belum Paham Digital - IMF INGATKAN PENTINGNYA REVOLUSI EKONOMI DIGITAL

Jakarta-Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengakui, sejumlah pemangku kebijakan yang tergabung dalam Kabinet Kerja belum sepenuhnya memahami ekonomi digital yang tumbuh dengan pesat. Sementara itu, Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde mengingatkan pentingnya persiapan dalam menghadapi revolusi digital yang pelan-pelan mulai mengubah struktur ekonomi kawasan dan global.

NERACA

Karena itu, jangan heran jika hingga kini belum ada kebijakan pemerintah yang mampu mengakomodasi pesatnya pertumbuhan tersebut. Bahkan Sri Mulyani mengungkapkan, Presiden Jokowi sampai harus memanggil pelaku usaha ekonomi digital, seperti Go-Jek dan Ruang Guru untuk presentasi di depan kabinet mengenai kondisi yang terjadi di Indonesia.

Tidak hanya itu. Bahkan, Jokowi juga disebutnya memanggil guru dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) untuk mengajarkan digitalisasi kepada pejabat teras yang dari eselon I, II, dan III demi merespon kebutuhan akan birokrasi yang cepat.

"Kami harus mengakui bahwa sebagai pemangku kebijakan, kami tidak begitu mengerti dan memahami akan apa yang terjadi saat ini. Jika tak mengerti, maka tidak bisa merespon kondisi tersebut (pertumbuhan ekonomi digital)," ujar Sri Mulyani seperti dikutip CNNIndonesia.com di Jakarta, Selasa (27/2).

Meski demikian, menurut dia, pemerintah secara perlahan telah mampu membaca kondisi yang terjadi saat ini. Ia pun mengibaratkan bahwa ekonomi digital harus dipahami seperti lari maraton, bukan lari jarak pendek (sprint) yang membutuhkan waktu sangat cepat.

Adapun, Kementerian Keuangan sendiri telah merespon pertumbuhan ekonomi digital dengan mengajukan paket insentif bagi perusaaan rintisan (startup) melalui pembiayaan dari perusahaan modal ventura. Melalui insentif itu, rencananya pendapatan yang diterima perusahaan modal ventura dari penyaluran pembiayaan ke start-up akan dibebaskan sebagai objek Pajak Penghasilan (PPh).

Secara terpisah, Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde mengingatkan pentingnya persiapan dalam menghadapi revolusi digital yang pelan-pelan mulai mengubah struktur ekonomi kawasan dan global.

"Kita harus mulai mengendalikan revolusi digital dalam cara yang terbaik dengan meningkatkan kualitas infrastruktur digital dan membuat sistem pendidikan yang sesuai untuk masa depan," ujarnya saat menyampaikan sambutan dalam acara High Level International Conference di Jakarta, pekan ini.

Dalam konferensi bertema "New Growth Models in a Changing Global Landscape", Lagarde menambahkan mengelola transisi dalam kondisi perubahan saat ini sangat penting karena terkait dengan penciptaan kesempatan kerja.

Padahal model pertumbuhan ekonomi di masa mendatang akan bergantung pada berbagai inovasi dalam sektor teknologi seperti kecerdasan buatan, pemanfaatan tenaga robot, penggunaan bioteknologi maupun teknologi finansial.

"Kita harus menjamin bahwa ekonomi baru ini tidak hanya mendorong produktivitas dan pertumbuhan, namun juga menjadi fondasi yang bermanfaat bagi generasi muda dan tua, kaya dan miskin, penduduk kota maupun desa," ujarnya.

Lagarde menambahkan, contoh baik dalam pemanfaatan teknologi informasi untuk penciptaan tenaga kerja adalah perusahaan start-up "Go-Jek" yang tidak hanya menyediakan layanan transportasi namun juga jasa pembayaran dan layanan lainnya.

Dalam kesempatan itu, Lagarde juga menekankan pentingnya untuk mengelola ketidakpastian dengan meningkatkan kualitas kerangka kebijakan fiskal maupun moneter sebagai antisipasi ketika guncangan sewaktu-waktu terjadi. Selain itu, Indonesia maupun negara-negara di kawasan ASEAN juga penting untuk membuat ekonomi lebih inklusif untuk mengatasi kesenjangan dengan membuat model pertumbuhan ekonomi baru.

Model pertumbuhan ekonomi baru ini harus bertujuan untuk mendorong permintaan domestik, meningkatkan perdagangan antarkawasan dan memberikan peluang terjadinya diversifikasi ekonomi.

Pada bagian lain, Lagarde mengungkapkan, potensi ekonomi digital Indonesia sangat besar lantaran ada 1.700 start-up beroperasi di dalam negeri. Namun, saat ini tugas pemerintah adalah memastikan bahwa ekonomi digital harus bisa menopang pertumbuhan ekonomi. "Tak hanya menopang pertumbuhan dan produktivitas, tapi ekonomi digital juga harus bisa dimanfaatkan oleh si kaya dan si miskin, si tua dan si muda, yang tinggal di kota dan di desa," ujarnya.

Untuk itu, Kemenkeu rencananya juga akan merevisi ketentuan mengenai ambang batas UKM yang bisa menjadi mitra pasangan perusahaan modal ventura. Sebelumnya, kriteria UKM adalah badan usaha dengan penjualan bersih tidak melebihi Rp5 miliar per tahun, namun ketentuan ini nantinya akan diubah menjadi Rp50 miliar agar semakin banyak start-up berbentuk UKM bisa memanfaatkan pembiayaan dari perusahaan modal ventura.

Sri Mulyani menuturkan, membuat formulasi kebijakan seperti itu adalah satu hal penting. Namun, hal krusial lainnya adalah bagaimana pelaku usaha ekonomi digital bisa merespon arah kebijakan pemerintah. Sembari menunggu tanggapan pelaku usaha, ia mengatakan bahwa pemerintah juga tengah menyiapkan paket kebijakan lain agar jumlah start-up bisa makin menjamur.

"Tetapi, sekarang pemerintah sedang mencari kebijakan lain agar bisa memperbanyak jumlah start-up di Indonesia. Kebijakan adalah hal penting, tapi yang lebih penting adalah bagaimana pelaku usaha bisa merespon aturan ini," ujarnya.

Ancaman Fintech

Sementara itu, survei perbankan Indonesia 2018 yang dirilis Pricewaterhouse Coopers (PwC) mengungkapkan, sebanyak 41% responden yang datang dari bank besar merasa bahwa Fintech bakal menjadi ancaman yang signifikan dalam lima tahun mendatang. Hal yang sama juga menurut responden dari bank kecil, di mana 19% merasa Fintech bakal jadi ancaman signifikan.

Menurut Partner dari PwC Indonesia Lucy Suhenda, ada perubahan besar yang sedang terjadi di masyarakat. Nasabah lebih memilih untuk bertransaksi lewat digital dibanding transaksi konvensional.

"Transaksi digital naik dari sebelumnya 10% kini menjadi 30%. Ini melebihi jumlah transaksi konvensional," ujarnya saat pemaparan survei PwC di Jakarta, pekan ini.

PwC Indonesia Advisor Chan Cheong mengatakan, hal ini terjadi karena perubahan yang terjadi pada konsumen. Konsumen terutama di Indonesia sudah mulai terbiasa dengan kehidupan yang serba digital. Kehadiran fintech bisa mengakomodir hal tersebut.

"Lima tahun yang lalu, menggunakan mobile apps jadi hal yang baru. Tapi kini itu sudah jadi hal biasa. Adanya Fintech memanfaatkan hal ini. Oleh karenanya, jika perbankan tidak segera berbenah, maka akan ketinggalan," ujarnya.

Meski jadi salah satu hal yang harus menjadi fokus bank, PwC melaporkan belum banyak bank yang berinvestasi di hal ini. Baru sekitar 22% bank yang memasukkan Fintech sebagai salah satu area investasi utama mereka dalam beberapa tahun mendatang. "Investasi di Fintech masih relatif rendah dibanding investasi di bidang teknologi yang lain," menurut laporan PwC itu.

PwC Indonesia memperkirakan perbankan BUMN sekarang kian gencar melakukan digitalisasi pada semua lini layanan bagi nasabah pada tahun ini. Bank BUMN melakukan digitalisasi karena adanya transformasi kebutuhan layanan bank bagi nasabah dari yang sebelumnya lebih banyak di kantor cabang, kini ke sistem digital.

Misalnya, penggunaan situs internet, sistem elektronik bank (e-banking system), hingga aplikasi pada ponsel pintar (smartphone). "Transformasi (ke digitalisasi) ini cukup konsisten dijalankan sejak tahun lalu. Mereka mengubah layanan berdasarkan kebutuhan nasabah," ujar Lucy.  

Lebih lanjut, Lucy menjelaskan digitalisasi yang dilakukan para bank BUMN ini lebih banyak pada sistem inti (core system) layanan yaitu mencapai 44% dari total layanan. Kemudian diikuti pemanfaatkan akses digital untuk layanan yang langsung dirasakan oleh nasabah (front end) sekitar 33% dan sekitar 11% untuk pembaruan sistem di internal perusahaan (back office). "Bank BUMN fokus pada sistem inti, sedangkan bank lain lebih banyak di back office," ujarnya.  

Sejalan dengan kian gencarnya digitalisasi, hasil survei mencatat nasabah lebih banyak menggunakan layanan transaksi digital tersebut dibandingkan dengan pergi ke kantor cabang. Tercatat, transaksi melalui layanan digital meningkat dari 10% pada 2015 menjadi 20% pada 2017 dan diprediksi akan meningkat hingga 35% dari total transaksi layanan bank pada tahun ini.

Sedangkan transaksi melalui kantor cabang justru kian meredup, diprediksi hanya sekitar 30% pada tahun ini. Padahal, transaksi di kantor cabang sempat mencapai 75% pada 2015 silam. Namun, jumlah transaksinya terus menurun dalam dua tahun terakhir, di mana pada 2017 tergerus hingga tinggal 45%.

Meski begitu, hasil survei melihat bahwa transaksi di mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) masih cukup digemari di antara transaksi 'tradisional' dan 'modern' itu. Tercatat, transaksinya sekitar 15% pada 2017 dan diperkirakan meningkat hingga 22% pada tahun ini.

Kendati begitu, hasil survei menyebut nilai transaksi di kantor cabang masih tinggi, meski volume transaksinya berkurang dari tahun ke tahun. Hal ini lantaran transaksi dalam nilai besar, misalnya untuk pengajuan kredit skala besar masih sering dilakukan di kantor cabang. bari/mohar/fba

 

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…