Indonesia Darurat Narkoba, Butuh UU Baru

Kondisi darurat narkoba yang telah didengungkan berbagai pihak dinilai harus diatasi antara lain dengan membuat Undang-Undang Narkotika baru sesuai dengan perkembangan zaman dan lebih memberi efek jera. "Undang-Undang Narkotika dan Psikotropika saat ini sudah jauh ketinggalan dan lemah," kata Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Firman Soebagyo dalam rilisnya di Jakarta.

Menurut dia, kondisi darurat narkoba untuk Indonesia harus dihilangkan dengan cara pemberantasan narkoba harus diperkuat sehingga hasilnya juga lebih maksimal. Untuk itu, ujar politisi Partai Golkar itu, pemberantasan narkoba yang lebih maksimal adalah dengan merevisi UU tentang Narkotika dan Psikotropika.

Ia berpendapat bahwa meskipun dalam kondisi darurat narkoba, sampai kini instrumen hukum dalam bentuk revisi UU Narkoba yang menjadi inisiatif pemerintah nyaris diabaikan sendiri oleh pemerintah.

Firman juga menyayangkan para pemangku kepentingan yang tidak proaktif dalam pembahasan RUU tersebut dan menyatakan DPR siap mengambil alih inisiatif revisi UU Narkotika.

Sementara Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan menginginkan revisi Undang-Undang (UU) Narkotika karena sudah sangat mendesak untuk segera diselesaikan melihat maraknya kasus penyelundupan narkotika ke Tanah Air. "Kami mendorong pemerintah untuk segera menyelesaikan pembahasan revisi UU ini. Apalagi dengan situasi penyelundupan narkoba akhir-akhir ini yang membuat gelisah seluruh pihak," kata Taufik Kurniawan dalam keterangan tertulisnya di Jakarta.

Menurut dia, UU Narkotika yang ada saat ini sudah relatif lemah dalam memberikan efek jera kepada bandar dan pengedar narkoba. Apalagi, politisi PAN itu juga mengingatkan terkuaknya berbagai kasus penyelundupan narkoba akhir-akhir ini, yang dilakukan dengan berbagai modus operasi. "Regulasinya belum memberikan efek jera dan sanksi yang kuat bagi bandar maupun pengedar. Apalagi, kini banyak jenis narkoba yang tidak masuk dalam UU Narkotika," ucapnya.

Ia menegaskan bahwa bila pemerintah tidak siap dalam menyampaikan draf RUU Narkotika maka DPR akan siap untuk mengambil alih inisiatif produk perundangan tersebut agar dapat dituntaskan.

Taufik Kurniawan mendorong pemerintah untuk segera menyelesaikan revisi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Revisi UU Narkotika sudah menjadi Program Legislasi Nasional Prioritas 2018 dalam pembahasan UU di DPR RI. Untuk itu, perlu mendorong pemerintah untuk segera menyelesaikan pembahasan revisi UU ini.

Ia menilai revisi itu mendesak, melihat situasi peredaran dan penyelundupan narkoba akhir-akhir ini yang membuat gelisah seluruh pihak. Taufik mencontohkan terungkapnya penyelundupan narkotika jenis sabu-sabu sekitar 3 ton di Kepulauan Riau pada pekan lalu, itu menunjukkan bahwa Indonesia dinilai sudah darurat narkotika.

Undang-Undang Narkotika saat ini, menurut dia, sudah lemah dalam memberikan efek jera kepada para bandar maupun pengedar narkoba sehingga perlu direvisi untuk penguatan pada pemberantasan narkotika.

Ia menilai lemahnya aturan dalam UU Narkotika itu menyebabkan penyelundupan narkoba makin meningkat dengan berbagai jenis modus operandi. Menurut dia, karena narkotika merupakan kejahatan luar biasa atau "extraordinary crime", harus ada UU yang harus memberi sanksi tegas pada para bandar hingga pengedar.

“Narkoba merupakan salah satu tindak pidana khusus. Akan tetapi, regulasinya belum memberikan efek jera dan sanksi yang kuat bagi bandar maupun pengedar. Apalagi, kini banyak jenis narkoba yang tidak masuk dalam UU Narkotika”, katanya.

Taufik menilai apabila pemerintah tidak siap untuk menyampaikan draft RUU Narkotika, DPR siap mengambil alih inisiatif revisi UU Narkotika. Hal itu, menurut dia, mengingat UU tersebut sudah masuk dalam Prolegnas Prioritas sehingga dinilai sudah sangat mendesak. “Jika pemerintah tidak sanggup menyelesaikan revisi UU Narkoba, DPR siap ambil alih inisatif revisi UU ini agar dapat segera diselesaikan”, ujarnya.

Apabila UU Narkotika tidak segera diselesaikan pada tahun ini, kata Taufik, pada tahun 2019 dilaksanakan pemilu anggota legislatif, diperkirakan baru dibahas dengan anggota DPR periode 2019-2024.

 

Eksekusi Mati

 

 

Sedangkan Jaksa Agung M Prasetyo menyatakan bahwa eksekusi hukuman mati terhadap terpidana kasus tertentu harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian. "Hukuman mati memang masalah penting, tetapi masih banyak masalah lain yang juga penting, seperti perbaikan ekonomi dan menata politik," katanya.

Sejak 2016 sampai sekarang belum ada eksekusi hukuman mati yang dilaksanakan, terakhir eksekusi hukuman mati jilid III pada Juli 2016 bagi terpidana mati kasus narkoba.

Prasetyo mengakui eksekusi mati bukanlah sesuatu yang menyenangkan, tetapi harus dilaksanakan sejalan dengan penegakan hukum, terutama terhadap kasus tertentu, seperti narkoba. "Eksekusi mati sangat penting karena sesuai fakta di lapangan dari temuan Badan Narkotika Nasional (BNN) sekitar 75 persen peredaran narkoba dilakukan dari balik penjara," katanya.

Oleh karena itu, ia menegaskan eksekusi mati terhadap terpidana narkoba tahap selanjutnya akan tetap dilakukan, tetapi waktu pelaksanaannya yang belum bisa dipastikan.

Ia mengakui tidak mungkin Indonesia melakukan kebijakan yang represif terhadap penyalahgunaan narkoba sebagaimana yang dilakukan Pemerintah Filipina dan Tiongkok. "Tantangannya, memang masih ada pro dan kontra mengenai hukuman mati. Pernah saya kedatangan Duta Besar dari Australia waktu masih jadi Jaksa Muda Tindak Pidana Umum," katanya.

Intinya, kata dia, Dubes dari Australia meminta dengan sangat agar warga negaranya yang terjerat kasus narkoba tidak dihukum mati, tetapi silakan jika mau dihukum penjara selama mungkin. "Ya, memang banyak negara yang menghapuskan hukuman mati. Namun, saya sampaikan Indonesia masih menerapkan hukuman mati untuk kejahatan-kejahatan tertentu," katanya.

Di mata pengamat hukum pidana Universitas Bung Karno,Jakarta, Azmi Syahputra, maraknya narkoba masuk ke Indonesia merupakan dampak sampingan atau "side effect" dari eksekusi mati yang terlalu lama sehingga tidak ada kepastian hukum. "Hukum di Indonesia dianggap oleh para pebisnis narkoba masih flexibility," katanya kepada Antara di Jakarta, Senin.

Azmi Syahputra menambahkan negara tidak boleh abai atau dalam posisi "kedap", negara harus hadir melihat kenyataan ancaman berbahaya bagi keselamatan bangsa ini. Di lain sisi, kelemahan regulasi hukum dan penegakan hukum di Indonesia terhadap para pengedar atau pemroduksi narkoba ini belum maksimal dan efektif, saatnya hukuman yang maksimal berupa hukuman mati dan merampas kekayaannya jika perlu diterapkan tanpa tawar.

Dalam RKUHP, terpidana mati yang sudah menjalani hukuman 10 tahun dan berkelakuan baik, pidana mati dapat diubah menjadi hukuman 20 tahun. "Ini menjadi celah bahaya, Indonesia akan jadi ladang bisnis segar bagi para pebisnis narkoba dengan ancaman hukuman seperti RKUHP ini sehingga pemerintah harus tegas karena kalau tidak Indonesia akan hancur dan generasi mudanya akan lemah sukanya halusinasi," paparnya.

Menurut Azmi, Indonesia harus dinyatakan darurat narkoba dan seluruh elemen pemerintah harus mengambil langkah cepat tegas terarah dan konkret. Saat ini diketahui hampir semua lapisan masyarakat nyata- nyata kena dampaknya baik sebagai pemakai bahkan miris menjadi pengedar atau dijadikan wilayah Indonesia menjadi tempat produksi atau ladang bisnis. Sebagai negara yang berdaulat dan wujud negara hukum saatnya pemerintah tegas menunjukkan sikap tanggung jawabnya untuk melindungi warga negara.

"Maka eksekusi mati harus dijalankan tidak boleh ditunda lagi karena faktanya bisnis narkoba ini banyak dijalankan dari dalam LP atau rutan oleh orang-orang yang berstatus narapidana. Posisi mereka sebagai narapidana ini dimanfaatkan oleh mafia pebisnis narkoba," katanya. (iwan, agus, dbs)

 

 

 

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…