DPR: KPU-Bawaslu Perketat Pengawasan Hindari Suap

DPR: KPU-Bawaslu Perketat Pengawasan Hindari Suap

NERACA

Jakarta - Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk memperketat pengawasan kepada anggotanya, agar terhindar dari suap dan politik uang.

"Saya meminta KPU dan Bawaslu untuk menindak tegas dan memperketat pengawasan kepada anggotanya, agar terhindar dari suap dan politik uang. Anggota kedua penyelenggara pemilu itu harus memiliki integritas yang kuat," kata Taufik dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (27/2).

Hal itu dikatakan Taufik menanggapi kasus Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten Garut, Jabar Heri Hasan Basri dan Komisioner KPU Garut Ade Sudrajat yang ditangkap Tim Satgas Anti Money Politics Bareskrim Mabes Polri.

Taufik menilai kasus penangkapan yang menimpa anggota KPU dan Bawaslu itu tentu menjadi tamparan keras bagi kedua lembaga itu."Seharusnya, KPU dan Bawaslu bebas dari suap dan politik uang jelang Pilkada Serantak 2018 ini. KPU dan Bawaslu harus lebih ketat mengawasi anggotanya," ujar dia.

Dia menilai kasus suap kepada KPU dan Bawaslu dapat menjadi preseden buruk dan mencederai proses demokrasi yang sedang berlangsung di Indonesia. Namun di sisi lain menurut dia, posisi KPU dan Bawaslu rawan terhadap godaan suap, namun dirinya yakin seluruh anggota kedua lembaga penyelenggara Pemilu itu mampu untuk tidak tergoda."Anggota KPU dan Bawaslu harus menjaga integritasnya, dan tidak terjebak dalam godaan suap," kata dia.

Taufik mengatakan, sebagai penyelenggara pemilu, KPU dan Bawaslu juga harus fokus dalam persiapan dan pelaksanaan pemilu terutama Pilkada Serentak 2018 diselenggarakan tidak lama lagi.

Sementara, Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) membenahi internal secara menyeluruh pascapenangkapan dua oknum penyelenggara Pemilu di Kabupaten Garut, Jawa Barat."Pimpinan DPR meminta Komisi II DPR mendorong KPU dan Bawaslu untuk melakukan pembenahan internal secara menyeluruh, mengingat kasus tersebut telah mencoreng penyelenggaraan pemilu di Indonesia," kata Bambang dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (27/2).

Bambang meminta Komisi II DPR mendorong KPU dan Bawaslu Pusat menindaklanjuti kasus tersebut dengan melakukan evaluasi pada tiga fokus besar. Dia menjelaskan tiga fokus itu adalah pertama, transparansi dan akuntabilitas proses pencalonan; kedua, terkait kinerja penyelenggara pilkada di setiap tingkatan; dan ketiga, mengevaluasi ulang secara cepat proses pencalonan Pilkada Serentak 2018.

"Hal itu untuk mencegah kasus serupa terulang, serta meyakinkan masyarakat bahwa kasus di Garut tidak terjadi di daerah lainnya," ujar dia.

Bambang meminta Komisi II DPR mendorong KPU untuk proaktif membantu pengungkapan kasus penangkapan Komisioner KPU dan Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Garut tersebut. Selain itu dia juga mengimbau KPU dan Bawaslu dalam hal seleksi penyelenggara pemilu agar dilakukan dengan mengedepankan asas profesionalitas, meritokrasi, dan berintegrasi.

Bentuk Tim Deteksi Korupsi

Sebelumnya, Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada mendorong Komisi Pemilihan Umum serta Badan Pengawas Pemilu membentuk tim deteksi dini untuk mencegah praktik korupsi yang melibatkan komisioner lembaga itu di tingkat pusat maupun daerah."KPU maupun Bawaslu perlu mengembangkan model pengawasan terhadap seluruh aparatur di bawahnya dengan membentuk tim deteksi dini korupsi," kata peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM, Oce Madril, di Yogyakarta, Senin (26/2).

Menurut Oce, kasus gratifikasi terhadap komisioner KPU dan Ketua Panwaslu Garut dapat menjadi dorongan bagi dua lembaga itu untuk segera membentuk tim deteksi dini pencegahan korupsi yang mengawasi seluruh anggota atau komisioner hingga di level kabupaten."Saya kira ini tidak bisa mengandalkan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena DKPP lebih menangani aspek etik saja," ujar dia.

Sistem deteksi dini pencegahan korupsi pada KPU maupun Bawaslu, menurut Oce, dapat diperkuat dengan menyediakan "whistleblowing System" atau sarana pengaduan atau pelaporan masyarakat atau komisioner lain yang mengetahui indikasi korupsi di tubuh dua lembaga itu."Sehingga tim deteksi bisa mengambil tindakan sebelum praktik korupsi atau penangkapan oleh kepolisian terjadi," kata dia. Ant

 

 

BERITA TERKAIT

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…