OJK Dorong Pembiayaan Ramah Lingkungan

 

 

NERACA

 

Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mendorong munculnya inovasi pembiayaan yang ramah lingkungan hidup menuju terciptanya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. "OJK mendorong terbentuknya sektor jasa keuangan yang lebih bertanggung jawab, transparan, dan berorientasi jangka panjang. Kemudian untuk merespon kebutuhan pendanaan yang berkelanjutan tersebut, pelaku jasa keuangan didorong untuk berinovasi, mengembangkan produk dan layanan jasa keuangan baik yang berjangka pendek maupun panjang," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam keterangan resmi saat membuka seminar "Peran Sektor Jasa Keuangan Terhadap Pengelolaan Hutan Lestari dan Peningkatan Ekspor Industri Pulp dan Kertas," di Jakarta, Selasa (27/2).

Menurut dia, OJK selama ini sudah sangat peduli atas berbagai isu sosial dan lingkungan hidup, yang ditunjukkan dengan penerbitan Roadmap Keuangan Berkelanjutan sejak 2014, dan pada tahun 2017 telah mengeluarkan dua peraturan terkait Keuangan berkelanjutan, yaitu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan POJK Nomor 51 Tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan Bagi LJK, Emiten dan Perusahaan Publik. Dan POJK Nomor 60 Tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Bersifat Utang Berwawasan Lingkungan (Green Bond).

"Kedua POJK itu merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesadaran sektor jasa keuangan terhadap adanya risiko sosial, lingkungan hidup dan tata kelola pada setiap proses bisnisnya. Di samping itu mendorong perluasaan sumber pembiayaan atau investasi pembangunan berwawasan sosial dan lingkungan hidup dapat diupayakan melalui instrumen pembiayaan jangka panjang seperti green bond," katanya.

Sementara itu, Ketua Umum Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC) Dradjad H Wibowo menilai positif dan siap mendukung kebijakan OJK yang tertuang dalam Roadmap Keuangan Berkelanjutan. "Sebagai tindaklanjut OJK dan IFCC akan menyiapkan program pelatihan bagi lembaga jasa keuangan untuk mengenalkan potensi bisnis pulp dan kertas serta standar mutu di bidang tersebut sebagai bagian dari manajemen risiko lingkungan hidup dan sosial bagi lembaga jasa keuangan," katanya.

Ia mengemukakan untuk pendanaan berjangka panjang proyek-proyek yang ramah lingkungan, pemerintah telah menerapkannya dengan menerbitkan green sukuk senilai 1,25 miliar dolar AS atau kurang lebih Rp16,69 triliun. "Kami berharap, hal ini segera diikuti dengan penerbitan corporate green bond baik dari lembaga jasa Keuangan maupun korporasi," katanya.

Selama ini, dipaparkan, sektor kehutanan bersama-sama dengan sektor pertanian, perkebunan berkontribusi cukup signifikan pada pertumbuhan ekonomi nasional. Pada tahun 2017 sektor kehutanan berkontribusi sebesar 13,96 persen. Sebagai perbandingan sektor industri pengolahan, pariwisata, infrastruktur dan energi masing-masing berkontribusi sekitar 19,93 persen, 1,74 persen, 14,79 persen dan 8,42 persen.

Salah satu jenis industri berbasis kehutanan yang mengalami perkembangan dan dapat memberikan kontribusi pada devisa negara adalah industri pulp dan kertas yang pada 2016 berkontribusi 6,7 persen dari total PDB industri pengolahan.

Sementara tahun 2017, dijelaskan, industri pulp dan kertas menyumbang devisa negara nonmigas sekitar 1,73 miliar dolar AS dan 3,57 miliar dolar AS. Di samping itu, industri ini secara langsung dapat menyerap tenaga kerja sekitar 260 ribu orang dan sekitar 1,1 juta orang untuk tenaga kerja tidak langsung (Kemenperin, 2018). Saat ini Indonesia tercatat sebagai produsen pulp terbesar ke-9 dunia serta produsen kertas terbesar ke-6 dunia.

Melihat kondisi tersebut, disampaikan, untuk menjaga keberlanjutan industri pulp dan kertas tidak hanya diperlukan dukungan pendanaan namun juga pengelolaan yang berkelanjutan dengan melibatkan komponen utamanya yaitu kondisi sosial masyarakat dan ketersediaan sumber daya alam melalui pengelolaan hutan lestari.

Pemenuhan standar kualitas baik yang telah ditetapkan pemerintah maupun yang menjadi persyaratan perdagangan internasional, seperti adanya sertifikat hutan lestari merupakan bentuk pengelolaan risiko sosial dan lingkungan hidup bagi lembaga jasa keuangan termasuk mengantisipasi penolakan ekspor produk hutan dan turunannya dari Indonesia.

 

BERITA TERKAIT

Kredit Perbankan Meningkat 12,40%

    NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengatakan kredit perbankan meningkat 12,40 persen secara year on year (yoy) pada triwulan I-2024,…

Bank Saqu Catat Jumlah Nasabah Capai 500 Ribu

    NERACA Jakarta – Layanan perbankan digital dari PT Bank Jasa Jakarta (BJJ) yaitu Bank Saqu mencatat jumlah nasabah…

Bank DKI Gandeng Komunitas Mini 4WD untuk Dukung Transaksi Non Tunai

    NERACA Jakarta – Bank DKI menggandeng komunitas Mini 4WD untuk memperkenalkan aplikasi JakOne Mobile sebagai upaya mendukung penerapan…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Kredit Perbankan Meningkat 12,40%

    NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengatakan kredit perbankan meningkat 12,40 persen secara year on year (yoy) pada triwulan I-2024,…

Bank Saqu Catat Jumlah Nasabah Capai 500 Ribu

    NERACA Jakarta – Layanan perbankan digital dari PT Bank Jasa Jakarta (BJJ) yaitu Bank Saqu mencatat jumlah nasabah…

Bank DKI Gandeng Komunitas Mini 4WD untuk Dukung Transaksi Non Tunai

    NERACA Jakarta – Bank DKI menggandeng komunitas Mini 4WD untuk memperkenalkan aplikasi JakOne Mobile sebagai upaya mendukung penerapan…