Meminimalkan Kecelakaan Kerja di Proyek "Kejar Tayang"

Oleh: Zita Meirina

Karena nila setitik maka rusak susu sebelanga. Pribahasa tersebut agaknya mengena untuk menggambarkan peristiwa ambruknya "bekisting pierhead" (kepala tiang) saat proses pengecoran di Proyek Jalan Tol Layang Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu) pada Rabu (20/2) dinihari yang merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) dikerjakan oleh PT Waskita Karya.

Insiden di Proyek Becakayu tersebut menambah panjang deretan kecelakaan kerja pada proyek infrastruktur di Tanah Air. Kecelakaan tersebut diibaratkan seperti nila atau noda yang bisa mengganggu kelancaran proyek infrastruktur yang menjadi salah satu program unggulan pemerintahan Presiden Jokowi.

Pasalnya, sejak tahun 2017, tercatat sebanyak 11 kasus kecelakaan kerja yang terjadi di berbagai proyek infrastruktur di Tanah Air, dan sebanyak enam kecelakaan kerja di antaranya terjadi pada proyek-proyek PT Waskita Karya yang tersebar di sejumlah daerah.

Atas insiden tersebut, pemerintah bereaksi cepat dan tanggap melalui tiga menteri Kabinet Kerja, yakni Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dan Menteri BUMN Rini Soemarno memutuskan untuk menghentikan sementara seluruh pekerjaan pembangunan infrastruktur layang (elevated) di seluruh Indonesia.

Dalam pernyataannya kepada pers, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimoeljono mengatakan langkah pemberhentian sementara untuk proyek jalan layang dimaksudkan untuk menjamin keamanan dan keselamatan pekerja dan pengguna layanan konstruksi.

Pemerintah akan mendahulukan kejadian tol Becakayu dan proyek yang di Jakarta untuk melakukan evaluasi kecelakaan kerja di proyek pemerintah supaya penyelesaian dari proyek ini tidak tertunda sebagai audit keamanan atau teknis. Evaluasi untuk proyek konstruksi lainnya tidak dilakukan bersamaan tergantung pemilik proyek yang sudah memenuhi kriteria yang ditetapkan akan dilanjutkan dengan pemeriksaan sambil menunggu hasil investigasi dari Komite Keselamatan Konstruksi (KKK).

Rencana pemerintah menggenjot pembangunan infrastruktur memang merupakan hal positif. Selain untuk meningkatkan daya saing nasional, pembangunan infrastruktur diperlukan untuk mengejar ketertinggalan dari negara lain, seperti dengan negara tetangga Malaysia dan Singapura.

Tidak heran bila pembangunan infrastruktur terus dipercepat dengan banyaknya program yang menjadi bagian dari Proyek Strategis Nasional (PNS), pemerintah melalui Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan untuk mengurangi ketertinggalan tersebut, butuh kerja ekstra. Selain terobosan dari sisi regulasi, salah satu yang dilakukan adalah dengan mengoptimalkan hasil riset dalam pembangunan infrastruktur.

Daya saing Indonesia dalam tiga tahun terakhir di tingkat internasional khususnya di bidang investasi infrastruktur meningkat signifikan. Hingga kini pemerintah telah membangun 2.263 km jalan, jalan tol sepanjang 851 km, sebanyak 39 bendungan, jaringan irigasi seluas 859 ha, serta pembangunan sejuta rumah sebanyak 2,4 juta rumah.

Kritik terhadap pemerintah yang terkesan tergesa-gesa dalam mengerjakan proyek-proyek infrastruktur disampaikan sejumlah wakil rakyat di DPR yang menilai kecelakaan konstruksi terjadi akibat "kejar tayang" yang dilakukan pemerintah.

Wakil Ketua Komisi yang membidangi BUMN DPR Azam Asman Natawijaya menilai keputusan untuk menugaskan BUMN mengerjakan proyek infrastruktur sudah tepat, namun tenggat waktu penyelesaian proyek infrastruktur yang dinilai terbatas sehingga pekerjaan dilakukan dengan secara ekstra.

Sorotan juga disampaikan Wakil Ketua Komisi V DPR Sigit Sosiantomo yang mendesak agar pemerintah tidak hanya mengevaluasi prosedur keamanan dan keselamatan pelaksanaan proyek sesuai dengan UU juga tetapi juga mengevaluasi sertifikasi BUMN karya untuk memastikan bahwa BUMN karya memang memiliki kemampuan sebagai badan usaha konstruksi sesuai dengan klasifikasi dan kualifikasinya.

Minim anggaran K3 Kegiatan konstruksi menimbulkan berbagai dampak yang tidak diinginkan, antara lain yang menyangkut aspek keselamatan kerja dan lingkungan sehingga harus dikelola dengan memperhatikan standar dan ketentuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang berlaku karena melibatkan banyak tenaga kerja berpendidikan relatif rendah (non skill) yang memiliki masa kerja terbatas namun dengan intensitas kerja yang tinggi.

Ketika faktor keselamatan kerja kurang mendapat perhatian maka berpeluang timbulnya kelalaian yang berakhir pada kecelakaan kerja. Seperti analisis yang disampaikan Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) terkait faktor terkait maraknya kecelakaan proyek infrastruktur.

Salah satunya adalah keterbatasan pada sumber daya manusia (SDM), yakni termasuk para pekerja infrastruktur meskipun telah menggunakan teknologi dengan maksimal namun sehatrusnya tidak terlalu terpaku dengan teknologi.

Kecelakaan kerja pada proyek konstruksi yang terjadi beberapa waktu terakhir, ditengarai lantaran penyedia jasa konstruksi kurang menerapkan prosedur operasional standar (SOP), khususnya kesehatan dan keselamatan kerja ( K3).

Kondisi tersebut paling tidak terlihat dari rendahnya anggaran K3 di dalam sebuah proyek yaitu paling tidak 1,5 persen dari total nilai proyek. Semestinya, kontraktor nasional menempatkan K3 sebagai hal penting.

Menanggapi sorotan terkait minimnya dana K3, Kepala Komite Keselamatan Konstruksi Rakyat Syarif Burhanuddin mengatakan anggaran K3 sebesar 1,5 persen memang terlihat relatif kecil secara persentase, namun ketika dikonversikan dalam bentuk nilai uang jumlahnya cukup besar, apalagi jika nilai proyek mencapai triliun rupiah.

Namun demikian, Syarif mengingatkan dibandingkan persoalan persentase, hal utama yang harus diperhatikan dalam manajemen K3 yaitu pelaksanaannya sebab justru rendahnya kedisplinan kerap datang dari para petugas proyek dalam menerapkan manajemen K3. Meskipun, di dalam setiap pekerjaan, biasanya sudah disiapkan hal-hal yang menyangkut keselamatan diri, mulai dari pakaian kerja, helm proyek, hinga peralatan keamanan, kesadaran untuk menggunakan masih kurang menjadi perhatian.

Setelah penghentian sementara pelaksanaan proyek jalan layang dicabut maka dalam pekerjaan proyek seluruh perlengkapan "safety engineer" akan diperiksa secara administratif. Masalah kedisiplinan dan pengawasan dalam penerapan K3 dalam proyek infrastruktur merupakan hal yang mutlak. Bila manajemennya dijalankan dengan baik, paling tidak kasus kecelakaan kerja dapat diminimalisasi. (Ant.)

BERITA TERKAIT

Jaga Stabilitas Keamanan untuk Dukung Percepatan Pembangunan Papua

    Oleh: Maria Tabuni, Mahasiswa Papua tinggal di Bali   Aparat keamanan tidak pernah mengenal kata lelah untuk terus…

Konsep Megalopolitan di Jabodetabek, Layu Sebelum Berkembang

Pada saat ini, kota-kota Indonesia belum bisa memberikan tanda-tanda positif mengenai kemunculan peradaban kota yang tangguh di masa datang. Suram…

Pasca Pemilu Wujudkan Bangsa Maju Bersatu Bersama

    Oleh: Habib Munawarman,Pemerhati Sosial Budaya   Persatuan dan kesatuan antar masyarakat di Indonesia pasca pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu)…

BERITA LAINNYA DI Opini

Jaga Stabilitas Keamanan untuk Dukung Percepatan Pembangunan Papua

    Oleh: Maria Tabuni, Mahasiswa Papua tinggal di Bali   Aparat keamanan tidak pernah mengenal kata lelah untuk terus…

Konsep Megalopolitan di Jabodetabek, Layu Sebelum Berkembang

Pada saat ini, kota-kota Indonesia belum bisa memberikan tanda-tanda positif mengenai kemunculan peradaban kota yang tangguh di masa datang. Suram…

Pasca Pemilu Wujudkan Bangsa Maju Bersatu Bersama

    Oleh: Habib Munawarman,Pemerhati Sosial Budaya   Persatuan dan kesatuan antar masyarakat di Indonesia pasca pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu)…