UTANG PEMERINTAH HAMPIR RP 4.000 TRILIUN - Biayai Infrastruktur, Green Sukuk Serap Rp 40 T

Jakarta-Pemerintah melalui Kementerian Keuangan kembali menerbitkan sukuk global. Kali ini khusus penerbitan surat utang berbasis syariah yang merupakan “green sukuk” dengan tenor 5 tahun dan 10 tahun senilai US$ 3 miliar atau setara Rp 40,8 triliun (asumsi Rp 13.600/US$). Sementara itu, total utang pemerintah hingga Januari 2018 mencapai hampir Rp 4.000 triliun.

NERACA

Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengatakan, nilai penerbitan green sukuk dengan tenor 5 tahun sebesar US$ 1,25 miliar dan yang 10 tahun nilainya sebesar US$ 1,75 miliar. Sukuk ini akan didaftarkan pada Bursa Saham Singapura dan NASDAQ di Dubai dengan pelaksanaan setelmen pada 1 Maret 2018. "Ini merupakan green sukuk pertama kalinya dan juga di dunia yang dilakukan oleh negara," ujarnya di Jakarta, Senin (26/2).

Green sukuk yang juga dikenal sebagai “Wakalah” ini ditetapkan pada 22 Februari 2018 dengan imbal hasil (yield) sebesar 3,75% untuk tenor 5 tahun dan 4,4% untuk tenor 10 tahun. Sukuk ini juga memiliki rating investment grade oleh tiga lembaga pemeringkat dunia yaitu, Moody's, Standard and Poors's (S&P), serta Fitch Ratings.

Menurut Sri Mulyani, dana yang diperoleh dari penerbitan sukuk ini akan digunakan untuk membiayai beberapa proyek yang bersifat green atau ramah lingkungan di Indonesia. Antara lain proyek proyek tersebut terbagi dalam empat Kementerian atau Lembaga, yaitu Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Perhubungan, Kementerian ESDM, dan Kementerian Pertanian.

Untuk Kementerian PUPR, beberapa proyek yang akan mendapatkan pendanaan seperti pengelolaan drainase di perkotaan. Sementara proyek di Kementerian Perhubungan adalah proyek pembangunan fasilitas infrastruktur kereta api.

Selain itu di Kementerian ESDM, proyek yang akan didanai dari sukuk ini adalah pembangunan infrastruktur energi yang ramah lingkungan. Sedangkan di Kementerian Pertanian seperti pembangunan saluran irigasi. "Ini juga sekaligus memanfaatkan momentum antusiasme investor terhadap investasi di Indonesia," ujarnya.

Alokasi penerbitan green sukuk tenor 5 tahun sebanyak 32% didistrubusikan untuk investor syariah (Timur Tengah, dan Malaysia. Selanjutnya sebesar 10% di Indonesia, 25% di Asia (kecuali Indonesia dan Malaysia), 18% di Amerika Serikat, dan 15% di Eropa.

Sedangkan untuk tenor 10 tahun akan didistribusikan untuk investor Timur Tengah dan Malaysia sebesar 24%, Indonesia 10%,  Asia 12% , Amerika Serikat 22%  dan Eropa 32%.

Secara rinci, Sri Mulyani memaparkan sukuk dengan tenor lima tahun mendapat penawaran US$3 miliar atau 2,4 kali dari kebutuhan pemerintah. Sementara, sukuk dengan tenor 10 tahun mendapat penawaran US$4,2 miliar atau 3,3 kali dari kebutuhannya.  "Dan yang menjadi joint lead managers dan joint bookrunner dari penerbitan ini ada Abu Dhabi Islamic Bank, Citigroup, CIMB, Dubai Islamic Bank PJSC, dan HSBC," imbuhnya.

Karena sifatnya spesifik untuk proyek-proyek ramah lingkungan, maka pemilihan aset dasar bagi penerbitan sukuk ini pun harus selektif. Menurut Menkeu, saat ini proyek-proyek yang digadang menjadi underlying asset akan dinilai oleh lembaga independen asal Norwegia, Centre for International Climate and Enviromental Research (CICERO).

Sementara itu, pemerintah telah mencatatkan ada Rp8,5 triliun proyek yang didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 dan Rp8,2 triliun proyek hijau dari APBN 2018 yang bisa didanai menggunakan sukuk green bond tersebut.

Untuk informasi, rencananya pemerintah akan melelang Project Based Sukuk (PBS) Surat Berharga Syariah Nasional (SBSN) sebesar 15-20% dari penerbitan SBN bruto tahun ini Rp846,4 triliun. Sehingga, pemerintah berharap bisa mendapatkan Rp126,96 triliun hingga Rp169,2 triliun dari penerbitan obligasi syariah.

Menurut data Climate Bonds Initiative, penerbitan obligasi hijau sudah mencapai US$11,6 miliar di seluruh dunia sejak awal tahun dan diestimasikan bisa mencapai US$250 miliar hingga akhir tahun ini. Sementara di tahun lalu, penerbitan green bond tembus US$156,7 miliar di seluruh dunia.

Utang Pemerintah

Menurut data Kementerian Keuangan, total utang pemerintah hingga Januari 2018 mencapai Rp3.958,7 triliun. Nilai itu bertambah Rp20 triliun dibanding posisi akhir tahun lalu Rp3.938,7 triliun.

Utang pemerintah tersebut masih didominasi oleh penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai Rp3.206,38 triliun atau 81% dari total utang pemerintah. Penerbitan SBN tersebut mayoritas atau sekitar Rp2.330,65 triliun diterbitkan dalam denominasi rupiah.

Selain penerbitan SBN, utang tersebut juga berasal dari pinjaman luar negeri pemerintah yang mencapai Rp746,64 triliun atau 18,9% dari total utang tersebut. "Posisi utang akhir Januari 2018 sekitar 29% terhadap PDB tetap dijaga pada level yang aman, dengan menjaga risiko nilai tukar dan perubahan suku bunga," ujar Sri Mulyani di Jakarta, pekan lalu.

Dia menjelaskan, pemerintah telah merealisasikan pembiayaan utang sebesar Rp21,4 triliun. Pembiayaan tersebut terdiri dari penerbitan SBN (neto) sebesar Rp15,5 triliun dan pinjaman sebesar Rp5,9 triliun.  "Sampai Januari 2018, kami realisasikan pembiayaan utang Rp21,4 triliun. Bandingkan dengan Januari 2017, pembiayaan utang mencapai Rp81,2 triliun. Ini menggambarkan hal yang positif," ujarnya.  

Menkeu mengatkan, kabar positif juga berasal dari tingkat bunga SPN (Surat Perbendaharaan Negara) 3 bulan. Hingga 31 Januari 2018, realisasi tingkat bunga SPN tercatat sebesar 3,95%, jauh dibawah asumsi APBN 2018 sebesar 5,2%.

Sebagai informasi, tahun ini, pemerintah menargetkan pembiayaan utang sebesar Rp399,2 triliun. Pembiayaan tersebut terutama akan disokong oleh penerbitan SBN (neto) sebesar Rp414,5 triliun. Pasalnya, pembiayaan dari pinjaman secara neto ditargetkan justru berkurang atau minus Rp15,3 triliun.

Belanja Pilkada

Selain belanja pemerintah yang ditaksir cukup besar tahun ini, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) memperkirakan akan terjadi perputaran ekonomi dengan nilai mencapai Rp4 triliun dalam proses pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2018. Transaksi belanja itu dinilai akan menguntungkan para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Wakil Ketua Umum Kadin DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan belanja kampanye sekitar Rp4 triliun akan berputar dari para pasangan calon peserta Pilkada 2018, terutama untuk berbagai kebutuhan atribut kampanye.

"Hal itu belum termasuk anggaran penyelenggaraan Pilkada serentak yang berasal dari pemerintah mencapai Rp20 triliun. Ini sangat berdampak pada aktivitas bisnis, khususnya pelaku UMKM dengan kenaikan order dan omzet," ujarnya dalam rilisnya, Senin (26/2).

Seperti diketahui, Pilkada serentak 2018 akan dilaksanakan di 171 daerah, terdiri dari 17 provinsi, 39 kota dan 115 Kabupaten. Pilkada di 17 provinsi, pasangan calon rata-rata merogoh kocek Rp75 miliar untuk belanja atribut kampanye, sehingga totalnya sudah mencapai 1,27 triliun. Bahkan di lima provinsi yakni Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatra Utara, dan Sumatra Selatan, belanja kampanye bisa menembus lebih dari Rp100 miliar karena wilayah kampanye yang relatif luas.

Kadin memperkirakan peserta Pilkada di tingkat Kabupaten dan Kota rata-rata mengeluarkan dana belanja kampanye sekitar Rp10-20 miliar, bergantung luas wilayah dan jumlah penduduknya.

Sarman meyakini perputaran belanja kampanye dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah dan menjadi peluang emas bagi pengusaha UMKM. Pasalnya, sebagian besar kebutuhan atribut kampanye dapat diproduksi oleh UMKM seperti alat peraga, spanduk, umbul-umbul, baliho, backdrof, kaos, pin, leaflet dan lain lain.

Belum lagi untuk iklan di media massa, operasional tim sukses, konsumsi, transportasi, perlengkapan hiburan. Dampak tidak langsung, pedagang keliling juga dapat meraih keuntungan dari momentum kampanye di tempat terbuka.

Dalam kesempatan tersebut, dia juga mengimbau seluruh pihak terkait mampu menjaga penyelenggaraan Pilkada berjalan dengan aman, damai, dan demokratis agar tak mengganggu niat investor asing untuk menanamkan modal ke Indonesia. "Menjadi tugas kita bersama agar menghindari kampanye berbau SARA (suku, agama, dan ras) yang dapat menimbulkan kegelisahan masyarakat dan aktivitas bisnis," ujarnya. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…