CSDS: KPK Buka Partisipasi Publik Berantas Korupsi
NERACA
Jakarta - Peneliti Center for Strategic Development Studies (CSDS) Drs Sapto Waluyo, M.Sc menemukan fakta kehadiran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 2002 membuka ruang partisipasi publik dalam pemberantasan korupsi.
"Sejumlah kasus yang ditangani KPK berasal dari pengaduan publik," kata dia di Jakarta, Rabu (21/2). Sapto Waluyo sedang melakukan riset tentang transformasi aktor antikorupsi.
Sapto Waluyo pada pekan lalu menjadi moderator dalam diskusi CSDS tentang "Masa Depan Pemberantasan Korupsi di Indonesia" yang berlangsung di gedung Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) Center, Depok, Jawa Barat.
Hadir sebagai narasumber adalah mantan Wakil Ketua KPKPN dan Penasihat KPK Abdullah Hehamahua, pendiri Gerakan Anti Korupsi Lintas Perguruan Tinggi Suwidi Tono, dan Ketua Pusat Studi Hukum Tata Negara UI Mustafa Fakhri.
Menurut Sapto, dengan posisi KPK seperti itu, yang harus ditingkatkan adalah kapasistas SDM dan prosedur pengawasan KPK serta jejaring kolaborasi antikorupsi."Bukan memperlemahnya dengan tekanan politik," kata alumni Hubungan Internasional Fisip Universitas Airlangga (Unair) yang menamatkan S-2 di S Rajaratnam School of International Studies (RSIS) Kampus Nanyang Technological University (NTU) Singapura itu.
Sapto Waluyo memandang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak uji materi atas pasal 79 Undang-undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) merupakan langkah mundur karena terkesan melayani kepentingan politik tertentu, bukan berdasarkan pertimbangan hukum murni.
Putusan MK sendiri diwarnai "dissenting opinion" , yang menyatakan KPK termasuk cabang lembaga eksekutif sehingga DPR berhak untuk meminta pertanggungjawaban KPK dalam bentuk hak angket.
Independensi KPK termaktub dalam Pasal 3 UU KPK Nomor 30 tahun 2002 yang menegaskan bahwa KPK dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya terbebas dari pengaruh manapun. Hal itu diperkuat oleh UN Convention Against Corruption tahun 2003 yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia.
"UU KPK menyatakan tanggung-jawab KPK kepada publik dengan memberikan laporan kepada Presiden dan DPR RI. Hal itu yang membedakan KPK RI dengan ICAC Hong Kong, yang bertanggung jawab kepada "Chief Executive" atau ICAC Australia, yang bertanggung jawab kepada Parliamentary Joint Committee)," kata dia. Keunikan KPK itu, kata dia, menjadi perbincangan internasional.
Sementara itu, dalam diskusi CSDS Ketua Pusat Studi Hukum Tata Negara UI Mustafa Fakhri menyatakan fungsi lembaga negara memang telah berkembang, tidak terbatas trias politika (eksekutif, legislatif, dan yudikatif). Tetapi juga meliputi fungsi pengawasan (oversight) dan audit."Lazimnya lembaga negara independen hadir pada ranah eksekutif dengan kewenangan dan fungsi melaksanakan UU serta membentuk regulasi, baik mendapatkan delegasi secara langsung dalam UU maupun tidak," kata dia.
KPK RI sebagai salah satu lembaga penegak hukum, memiliki dua kaki, yakni pada cabang eksekutif dan kekuasaan yudisial. Karena itu, aspek kinerja KPK yang dapat diawasi DPR hanya kaki yang berada di ranah eksekutif. Ant
NERACA Jakarta - Kepala Bidang Penyelenggaraan Peribadatan Masjid Istiqlal Jakarta, KH. Bukhori Sail Attahiri, mengatakan bulan Ramadhan menjadi kesempatan untuk…
NERACA Jakarta - Beberapa akademisi mengingatkan pentingnya adab, kecakapan digital, dan pemahaman mengenai keamanan digital dalam menggunakan media sosial. Dalam…
NERACA Jakarta - Analis Tata Kelola Keamanan Siber R Ronald Ommy Yulyantho memberikan sejumlah kiat agar masyarakat dapat terhindar dari…
NERACA Jakarta - Kepala Bidang Penyelenggaraan Peribadatan Masjid Istiqlal Jakarta, KH. Bukhori Sail Attahiri, mengatakan bulan Ramadhan menjadi kesempatan untuk…
NERACA Jakarta - Beberapa akademisi mengingatkan pentingnya adab, kecakapan digital, dan pemahaman mengenai keamanan digital dalam menggunakan media sosial. Dalam…
NERACA Jakarta - Analis Tata Kelola Keamanan Siber R Ronald Ommy Yulyantho memberikan sejumlah kiat agar masyarakat dapat terhindar dari…