Mantan Ketua MK - Pasal Penghinaan Parlemen Berlebihan

Mahfud MD

Mantan Ketua MK

Pasal Penghinaan Parlemen Berlebihan

Yogyakarta - Pakar Hukum Tatanegara yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menilai pasal penghinaan kehormatan DPR yang ada dalam Undang Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) berlebihan.

"Menurut saya itu berlebihan," kata Mahfud dalam diskusi bersama awak media di Kantor Kepatihan, Yogyakarta, Senin (19/2).

Menurut Mahfud, penghinaan terhadap seseorang atau jabatan publik tertentu pada dasarnya sudah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sehingga tidak perlu diatur secara khusus dalam UU MD3."Barang siapa mencemarkan atau menghina seseorang dan jabatan publik sudah ada di KUHP, kenapa diatur lagi di sini (UU MD3) seharusnya tinggal lapor saja," ujar dia.

Memunculkan kembali aturan itu dalam UU MD3, menurut dia, justru berpotensi merampas kewenangan penegak hukum, padahal DPR bukan lembaga penegak hukum, melainkan lembaga politik."DPR itu lembaga demokrasi, sedangkan penegak hukum adalah lembaga nomokrasi sehingga jangan dicampur-campur," kata dia.

Mahfud menganggap kemunculan pasal tentang pemidanaan bagi setiap orang yang menghina atau merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR dalam UU MD3 di sisi lain menandakan bahwa DPR cenderung antikritik atau takut dikritik.

Lalu, Mahfud tidak setuju dengan hak imunitas DPR RI sesuai Pasal 245 dalam revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 karena membuat lembaga itu berpeluang besar bebas dari tuntutan hukum."Saya setuju dengan masyarakat. Kita protes ini entah bagaimana caranya nanti," kata Mahfud.

Dalam pasal itu menyebutkan bahwa apabila anggota DPR terlibat masalah hukum tidak serta merta bisa diperiksa atau ditangkap kecuali dengan izin presiden dan atas persetujuan atau rekomendasi Majelis Kehormatan Dewan (MKD)."Ini kita tidak setuju karena itu membuat kekebalan hukum. Membuat peluang anggota DPR bebas dari tindakan hukum kalau melakukan kriminal," kata dia.

Menurut Mahfud, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah pernah membatalkan dan menghapus Pasal 245 itu sehingga diputuskan setiap anggota DPR yang terlibat kasus hukum bisa diperiksa dengan izin presiden tanpa melalui rekomendasi MKD. Selain itu, surat izin presiden juga tidak diperlukan apabila anggota DPR terlibat kasus pidana korupsi atau tertangkap tangan. Ant

 

 

BERITA TERKAIT

Menpan RB - Halalbihalal Jembatani Kebijakan Pemerintah-Kearifan Lokal

Abdullah Azwar Anas Menpan RB Halalbihalal Jembatani Kebijakan Pemerintah-Kearifan Lokal Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB)…

Wakil Ketua MPR RI - Daerah Harus Mampu Manfaatkan Momentum Mudik Lebaran

Lestari Moerdijat Wakil Ketua MPR RI Daerah Harus Mampu Manfaatkan Momentum Mudik Lebaran Jakarta - Wakil Ketua MPR RI Lestari…

Menkominfo - Industri Pusat Data Indonesia Bisa Mendunia

Budi Arie Setiadi Menkominfo Industri Pusat Data Indonesia Bisa Mendunia Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi…

BERITA LAINNYA DI

Menpan RB - Halalbihalal Jembatani Kebijakan Pemerintah-Kearifan Lokal

Abdullah Azwar Anas Menpan RB Halalbihalal Jembatani Kebijakan Pemerintah-Kearifan Lokal Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB)…

Wakil Ketua MPR RI - Daerah Harus Mampu Manfaatkan Momentum Mudik Lebaran

Lestari Moerdijat Wakil Ketua MPR RI Daerah Harus Mampu Manfaatkan Momentum Mudik Lebaran Jakarta - Wakil Ketua MPR RI Lestari…

Menkominfo - Industri Pusat Data Indonesia Bisa Mendunia

Budi Arie Setiadi Menkominfo Industri Pusat Data Indonesia Bisa Mendunia Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi…