Kebijakan Impor Belum Signifikan Turunkan Harga Beras

Oleh: Budi Santoso

Pasokan beras impor secara bertahap mulai memasuki gudang Perum Bulog dan sampai saat ini tercatat 57.000 ton beras masuk ke Indonesia dari rencana impor 500.000 ton beras.

Direktur Pengadaan Perum Bulog Andrianto Wahyu Adi mengatakan sampai saat ini, beras yang sudah masuk ke Indonesia berasal dari Vietnam yaitu 10.000 ton melalui Pelabuhan Tenau, Nusa Tenggara Timur (NTT), 41.000 ton melalui Pelabuhan Tanjung Priok, dan 6.000 ton melalui Pelabuhan Merak. Sementara itu Pelabuhan Belawan masih menunggu kedatangan 20.000 ton beras impor dari Thailand.

Pasokan impor beras itu merupakan kebijakan Pemerintah untuk menambah stok cadangan nasional sekaligus digunakan untuk menurunkan harga beras di pasaran yang sudah berlangsung selama tiga bulan terakhir.

Sejumlah pedagang di Jabodetabek mengakui beras medium di pasaran menjadi langka setelah pemerintah memberlakukan harga eceran tertinggi (HET) pada September 2017 karena saat diberlakukan justru beras sudah berada di atas HET. Sangat tidak mungkin pemasok beras mau rugi dengan menjual beras di bawah HET.

Saat diberlakukan HET harga beras medium di pasar berkisar Rp10.500 sampai Rp11 ribu per kilogram, jauh melebihi HET beras medium sebesar Rp9.450/kg untuk Jabodetabek. Bahkan untuk beras premium mencapai Rp13.500/kg atau melebihi HET yang ditetapkan Rp12.800/kg. Setelah pemberlakuan kebijakan itu harga beras terus bergerak naik.

Walaupun secara fisik beras impor sebagian sudah masuk gudang-gudang Bulog serta adanya operasi pasar, namun tampaknya belum menurunkan secara signifikan harga beras. Harga beras memang berangsur turun, namun masih berkisar Rp10.500 sampai Rp12.000 per kilogram untuk jenis medium, sama seperti lima bulan lalu.

Di sejumlah daerah dilaporkan harga beras hanya turun antara Rp200 sampai Rp500 per kilogram, atau belum turun secara drastis mendekati harga eceran tertinggi yang ditetapkan Pemerintah.

Sebagai gambaran harga beras eceran di pasar tradisional di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, berangsur turun untuk jenis medium yang sebelumnya mencapai Rp12.500 per kilogram menjadi Rp12.000 per kilogram. Kemudian untuk beras jenis premium dari Rp13.500 per kilogram menjadi Rp13.000 per kilogram. Penurunan itu terjadi sejak 10 hari terakhir karena ada sedikit pasokan dari hasil panen lokal.

Bisa jadi lambannya penurunan ini karena Bulog tidak "jor-joran" melakukan operasi pasar mengingat beras merupakan komoditi strategis yang harus dijaga posisi stok yang aman. Bulog juga mengakui banyak target penyerapan gabah petani tahun lalu yang meleset akibat harga gabah sudah di atas harga pembelian pemerintah.

Menunggu Operasi Pasar

Bagi daerah sebagai penghasil beras, mereka menolak masuknya beras impor, tetapi bagi daerah yang sangat tergantung pasokannya dari daerah lain beras impor sangat ditunggu untuk menstabilkan harga beras.

Jika Jabar, Jateng, Jatim dan Sulsel menolak daerahnya dimasuki beras impor, sejumlah provinsi lain justru menunggu realisasi masuknya beras impor ke pasar mereka. Salah satu yang meminta beras impor adalah Pemerintah Kota Batam karena harga beras medium itu kota itu melonjak sampai Rp14.000 per kilogram, padahal sebelumnya hanya sekitar Rp10.000 per kilogram.

Distributor beras di sana sulit menekan harga beras karena harga beli dari daerah lain sudah melonjak, belum lagi biaya angkutan beras yang mahal. Akhirnya kebijakan harga eceran tertinggi untuk Batam sebesar Rp9.950 per kg menjadi tidak berarti.

Masih tingginya harga beras saat ini lebih disebabkan pedagang beras tetap melihat masuknya pasokan beras di pasar mereka sebagai indikasi naik-turunnya harga dibanding dengan informasi masuknya beras impor. Saat ini sejumlah pasar juga mengakui adanya penurunan suplai beras karena kemungkinan pertama stok beras di tangan distributor juga sudah terbatas dan kedua panen padi belum merata di sejumlah daerah.

Pedagang beras di pasar memberikan logika, jika distributor beras biasanya para pemilik penggilingan padi mempunyai stok beras, maka pasti segera dikeluarkan sebelum nanti beras pasaran dibanjiri beras impor. "Yang stok akan segera melepas beras, sebelum harga turun akibat masuknya beras impor, tapi faktanya pasokan beras ke pasar belum stabil," kata seorang pedagang di Pasar Induk Cipinang.

Ini menjadi pertanyaan para pedagang beras, apakah memang produksi beras secara nasional belum mencukupi kebutuhan karena faktanya tidak ada lonjakan permintaan beras dari masyarakat.

Panen raya yang diberitakan terjadi di beberapa daerah, faktanya belum secara signifikan mampu memasok beras langsung ke pasar. Beberapa faktor yang perlu diperhitungkan adalah gabah harus melalui proses pengeringan menjadi beras. Saat musim hujan di sebagian besar wilayah Indonesia maka proses pengeringan gabah menjadi lebih lama.

Selain itu para tengkulak yang memainkan peran sebagai penghimpun pertama gabah petani juga tetap berhitung untung rugi. Artinya jika harga gabah saat panen bulan Februari 2018 ini masih di kisaran Rp4.600 sampai Rp4.700 per kilogram gabah kering panen (GKP), maka mereka dipastikan akan menjual beras dengan harga di atas Rp10.500 per kilogram ke pedagang beras. Sangat mungkin harga eceran akan tetap berada di angka Rp11.000 per kilogram, jika pemerintah tidak melakukan operasi pasar.

Selain itu, kebiasaan petani di Indonesia, tidak akan menjual gabahnya sekaligus, tetapi sebagian disimpan untuk kebutuhan keluarga, benih dan modal musim tanam berikutnya. Petani juga cukup cerdas untuk mencegah harga tidak jatuh saat panen raya, dan mereka yakin satu dua bulan setelah panen raya harga akan bergerak naik. Waktu harga naik itulah mereka sangat membutuhkan biaya untuk pemupukan dan pemberantasan hama.

Jadi walaupun ada panen raya, jumlah produksi beras untuk menyuplai sejumlah daerah masih belum optimal. Di sinilah perlu pendataan secara akurat berapa potensi suplai beras ke sejumlah pasaran untuk dihitung apakah jumlah suplainya sudah memadai untuk mengendalikan harga setempat atau perlu dilakukan operasi pasar beras, baik jenis medium maupun premium.

Sebagian konsumen berharap operasi pasar bisa terus gencar dilakukan agar harga beras bisa kembali turun sesuai dengan harga eceran tertinggi yang sudah ditetapkan Pemerintah. (Ant.)

BERITA TERKAIT

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…