Modal Pemerintah di Koperasi, Mungkinkah?

Oleh : Agus Yuliawan

 Pemerhati Ekonomi Syariah

Koperasi yang merupakan soko guru perekonomian nasional—sebenarnya mampu memberikan kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi, asalkan ada dukungan dalam pengembangan koperasi di tanah  air yang  jelas arahnya, dan tidak bersifat setengah hati. Bayangkan keberadaan badan hukum koperasi di republik ini dibedakan dengan lembaga lain seperti perseroan (PT). Pada hal—secara undang – undang dan peraturan keberadaan koperasi memiliki fungsi yang sama seperti  perseroan dalam pemupukan modal usaha dan bisa digunakan untuk penempatan dana, baik dari swasta maupun pemerintah. Namun pada kenyataannya, sejauh ini dalam sejarah koperasi Indonesia—belum ada satupun koperasi yang mendapatkan durian runtuh dari penempatan dana pemerintah yang bisa digunakan untuk pengembangan usaha. Sementara praktek koperasi – koperasi yang ada selama ini sudah banyak yang mengarah kepada koperasi modern dengan tingkat pengelolaan manajemen risiko yang sangat bagus sekali. 

Lihat saja bagaimana Koperasi Simpan Pinjan Pembiayaan Syariah (KSPPS) UGT Sidogiri Indonesia Pasuruan – Jawa TImur, koperasi dengan aset Rp 2 triliun lebih tersebut kini memiliki cabang – cabang diberbagai daerah di Indonesia dengan jumlah anggota lebih dari 16 ribu dan memiliki berbagai unit – unit bisnis yang bisa dimanfaatkan oleh para anggotanya. Tak hanya itu saja, untuk mengembangkan beragam sektor riil yang ada di masyarakat, BMT UGT Sidogiri  telah membuat penyertaan modal kerja (PMK). Dengan adanya PMK tersebut—sangat jelas sekali, bahwa orientasi dari koperasi yang dikembangkan oleh BMT UGT Sidogiri itu bukan hanya pada bisnis kecil – kecilan yang selama ini diperspektifkan oleh banyak orang. Akan tetapi koperasi telah bersiap – siap untuk menjadi pelaku bisnis yang besar dalam mengembangkan usaha. Setelah hadirnya PMK, tak tertutup kemungkinan koperasi tersebut kedepan akan menerbitkan obligasi syariah atau sukuk, bahkan bisa – bisa menerbitkan emiten di pasar modal syariah. Dengan melihat perkembangan koperasi yang demikian, sangat jelasa bahwa koperasi merupakan tempat yang nyaman dan menguntungkan dalam berbisnis.

Selain BMT UGT Sidogiri ada KSPPS - Baitut Tanwil Muhammadiyah (BTM) yang tersebar di empat provinsi Banten, Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung. Keberadaan dari BTM ini memiliki corak yang menarik dalam pengembangan koperasi di Indonesia. Dimana koperasi berbasis keormasan Islam (Muhammadiyah) tersebut, memiliki struktur primer, sekunder dan induk. Dalam fungsi sebagai primer, BTM memberikan pelayanan kepada para anggota berupa intermediasi simpan dan pinjam. Sebagai sekunder, BTM berperan dalam penguatan likuiditas antar anggota  primer, supervisi dalam evaluasi dan pengawasan,  pengembangan sumber daya manusia dan  teknologi IT. Sedangkan untuk induk, BTM berperan dalam pembangunan regulasi dan networking development. Dengan arsitektur keuangan mikro yang demikian—sangat jelas sekali bahwa BTM sebagai KSPPS berberan sangat prudent (hati-hati) dalam pembiayaan dan menempatkan manajemen risiko yang sangat kuat. Dari sini bisa dilihat bahwa BTM adalah koperasi atau lembaga keuangan mikro dengan rasa perbankan, karena menempatkan tingkat manajemen risiko yang paling tertinggi.

Dari dua perspektif ini—sangat jelas sekali apabila koperasi – koperasi yang ada sekarang ini sudah mengarah pada profesionalisme seperti halnya perseroan. Lantas mengapa pemerintah dan pemerintah daerah masih enggan menenpatkan dananya di koperasi? Pada hal sudah banyak koperasi – koperasi yang  mengembengan manajemen risiko seperti penjaminan dan pengawasan. Pada hal jika dana pemerintah itu ditempatkan kepada koperasi – koperasi tersebut, sudah berapa banyak multi effeknyanya dalam pemberdayaan ekonomi rakyat. Sementara dalam UU Koperasi tahun 1992 diberikan hak bagi pemerintah untuk menempakan dananya ke koperasi untuk pengembangan usaha. Anehnya lagi dalam implementasi UU No 6 tahun 2014 tentang desa, bahwa pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) tidak diarahkan untuk menjadi koperasi tapi sebuah lembaga keuangan lainya. Dari sini sangat jelas bahwa keberpihakan terhadap koperasi sangat minim sekali.

Maka dari itu, di tengah semangat membangun ekonomi kerakyatan dan otonomi daerah, pemerintah pusat atau pemerintah daerah harus bisa menerjemahkan tentang pembangunan ekonomi berbasis koperasi. Pasalnya dengan adanya koperasi, pemerintah akan mampu dengan mudah melaksanakan program – program kesejahteraan masyarakat. Penempatan dana – dana pemerintah ke koperasi dalam instrumen PMK, sukuk atau saham dari sektor – sektor riil yang didirikan koperasi merupakan bukti konkrit bahwa koperasi perlu di dukung. Untuk itu Kementerian Dalam Negeri yang memiliki otoritas tersebut—bisa melakukan terobosan ini—kalau ingin ekonomi kita itu berpihak pada wong cilik.

      

 

BERITA TERKAIT

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…

Investasi Emas Pasca Lebaran

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Usai lebaran Idul Fitri 1445 H masyarakat Indonesia mulai menjalankan aktifitas kembali seperti biasanya…

BERITA LAINNYA DI

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…

Investasi Emas Pasca Lebaran

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Usai lebaran Idul Fitri 1445 H masyarakat Indonesia mulai menjalankan aktifitas kembali seperti biasanya…