Hapuskan PSO KRL!

Manajemen PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) berharap pemberian subsidi kewajiban pelayanan publik (public service obligation-PSO) untuk KRL Jabodetabek bisa dikurangi. Nantinya masyarakat yang dianggap mampu tidak akan mendapatkan subsidi tarif lagi. Harapan seperti ini sepertinya sulit direalisasikan, karena konsep pelayanan jasa transportasi tidak bisa dibedakan antara penumpang yang mampu dan tidak mampu secara ekonomis.   

Apabila PT KCI, anak perusahaan PT KAI, menerima PSO dari Kementerian Perhubungan sebesar Rp1,29 triliun, seharusnya dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan pelayanan jasa transportasi massal KRL. Artinya, semakin membengkaknya subsidi dalam bentuk PSO memang sudah menjadi kewajiban negara. Tidak bisa negara bersikap “setengah hati” dalam mengucurkan PSO-nya.

KCI mencatat dari tahun ke tahun rata-rata volume penumpang KRL terus meningkat mulai 2013 hingga 2017. Pada 2013 tercatat sebanyak 431,886 penumpang, naik menjadi 566,530 penumpang pada 2014. Lalu naik lagi menjadi 705,556 penumpang pada 2015. Pada 2017 penumpang KRL mencapai 993,992.

Dari data kenaikan volume penumpang KRL tersebut, jelas beban negara memberikan subsidi (PSO) semakin membengkak. Nah, upaya mengatasinya tentu bukan “setengah hati” tetapi harus tuntas yaitu PSO dihapuskan atau tetap dipertahankan seperti saat ini. Kementerian Perhubungan harus jelas menentukan sikapnya ke depan.

Dan, tidak bisa membandingkan antara tatacara Kementerian Sosial menyalurkan bantuan non tunai ke masyarakat tidak mampu, memang sama sekali tidak bertujuan mencari keuntungan. Berbeda dengan PT KCI yang jelas-jelas bertujuan mendapatkan keuntungan dari kegiatan usahanya.

Pimpinan PT KCI hendaknya menyadari bahwa sejarah beroperasinya transportasi massal KRL di masa lalu memang dikenal dengan istilah “KRL Reguler/Ekspres” dan “KRL Ekonomi” yang sudah jelas ada perbedaan tarif ekonomi dan komersial. Jika KCI berharap ada kebijakan tarif khusus bagi masyarakat tidak mampu, berarti kebijakan itu mundur ke belakang. Repotnya lagi, nanti kebijakan PSO yang diperuntukan masyarakat tidak mampu tidak transparan datanya, dan berpotensi menimbulkan celah munculnya korupsi di tubuh anak perusahaan PT KAI itu.

Kebijakan PSO yang paling fair ke depan, adalah menurunkan besaran porsinya. Kalo PSO saat ini digunakan untuk mensubsidi 55% tarif yang harus dibayarkan oleh setiap orang, sebaiknya untuk tahun berikutnya dikurangi menjadi 40%-50% untuk semua penumpang, tanpa membedakan masyarakat mampu dan tidak mampu secara ekonomi.

Adalah sangat keliru jika menerapkan pola “PSO Tepat Sasaran” yang berbeda dengan program non tunai Kemensos. Karena, sebagian besar penumpang KRL adalah para pegawai swasta maupun pemerintah, yang penghasilannya rata-rata standar UMP. Jadi, apabila pemerintah (Kemenhub) mau meninjau kembali kebijakan PSO-nya, ya hanya dua pilihan: dihapuskan atau dikurangi porsi besaran prosentasenya.

Atau Kemenhub dapat menghidupkan kembali pola lama dengan istilah “KRL Ekonomi” bagi masyarakat tidak mampu, dan “KRL Reguler/Ekspres” khusus bagi masyarakat berpenghasilan mapan. Model seperti ini sebenarnya memberikan ruang pilihan bagi konsumen untuk memilih jenis KRL yang sesuai dengan kemampuan pribadinya.  

Istilah “KRL Ekonomi” zaman now tentu tidak sama dengan fisiknya KRL Ekonomi di zaman dulu. Bentuk fisiknya sekarang sama, hanya bedanya untuk “KRL Reguler/Ekspres” tidak berhenti di semua stasiun, melainkan berhenti di stasiun tertentu seperti Jatinegara, Manggarai, Juanda dan terakhir di stasiun Jakarta Kota. Tentu dengan tarif yang lebih mahal dari KRL Ekonomi, kecepatan dan ketepatan waktu KRL Reguler/Ekspres tentu menjadi lebih cepat sampai di tujuan. Konsumen tetap punya pilihan terbaik untuk menggunakan jasa KRL yang sesuai keinginannya.

Karena itu, kebijakan Kemenhub ke depan perlu lebih adil, transparan dan kredibel untuk kepentingan SEMUA penumpang KRL. Dan, perlu diingatkan lagi pola subsidi yang diberikan Kemensos yang tidak mencari keuntungan sepeserpun, tidak sama dengan visi dan misi PT KAI termasuk anak usahanya PT KCI yang selalu dituntut mendapatkan keuntungan yang wajar. Semoga!

 

BERITA TERKAIT

Sinergitas Lintas Sektoral

Dalam upaya menjaga Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas), serta untuk menciptakan situasi dan kondisi di wilayah agar tetap dalam keadaan…

Optimalisasi Pangan

Harga pangan di sejumlah wilayah Indonesia mengalami kenaikan dalam beberapa waktu terakhir, terlebih menjelang Ramadhan dan Lebaran Idul Fitri. Tidak…

Momentum Jalin Persatuan

Pasca pemilihan umum, bulan Ramadhan menyajikan momentum yang berharga bagi masyarakat untuk menyatukan diri. Meskipun perbedaan politik mungkin telah menimbulkan…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Sinergitas Lintas Sektoral

Dalam upaya menjaga Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas), serta untuk menciptakan situasi dan kondisi di wilayah agar tetap dalam keadaan…

Optimalisasi Pangan

Harga pangan di sejumlah wilayah Indonesia mengalami kenaikan dalam beberapa waktu terakhir, terlebih menjelang Ramadhan dan Lebaran Idul Fitri. Tidak…

Momentum Jalin Persatuan

Pasca pemilihan umum, bulan Ramadhan menyajikan momentum yang berharga bagi masyarakat untuk menyatukan diri. Meskipun perbedaan politik mungkin telah menimbulkan…