Tinjau Ulang Zakat Potong Gaji ASN

Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Helmy Faishal Zaini meminta peninjauan ulang soal kebijakan pemerintah yang akan memotong langsung gaji untuk zakat bagi Aparatur Sipil Negara beragama Islam. "Wacana kebijakan tersebut harus ditinjau ulang," kata Helmy.

Sebelumnya, pemerintah berencana mengeluarkan peraturan untuk menarik zakat 2,5 persen bagi ASN Muslim. Rencana itu sedang digodok secara internal di Kementerian Agama untuk menjadi undang-undang.

Menurut Helmy, ada beberapa catatan mendasar yang harus diperhatikan seperti persoalan kewajiban zakat sendiri yang merupakan kewajiban pribadi. Maka dalam menunaikan zakat, sifatnya juga individual. "Tentang zakat setiap warga negara sebaiknya diserahkan kepada masing-masing individu. Negara tak perlu memaksa-maksa, karena Indonesia bukan negara agama. Begitu pula dengan sholat, puasa, adalah urusan manusia dengan Tuhannya," katanya.

Lebih lanjut, kata dia, penting juga untuk dikaji lebih dalam mengenai pertimbangan Indonesia yang bukan negara agama. "Negara yang bhinneka, kebijakannya juga harus mempertimbangkan kebhinnekaan," ujarnya.

Catatan lain yang perlu diperhatikan, kata dia, adalah soal mekanisme dan transparansi pengelolaan dana zakat yang sudah terkumpul. Bukan tidak mungkin hal itu menjadi masalah besar. "Belum lagi bagi sebagian ASN sudah memiliki pos-pos mustahik sendiri," tuturnya.

Dia mengatakan jika pemerintah berkukuh menerapkan kebijakan pemotongan tersebut maka sebaiknya pemotongan tersebut dimasukkan bagian dari pajak penghasilan sehingga tidak membayar ganda yaitu untuk pajak penghasilan dan zakat. "Kalaupun pemerintah ikut memfasilitasi zakat ASN, maka sebaiknya perlu dipikirkan pembayaran zakat itu dapat dikonversikan sebagai bagian dari pajak penghasilan," imbuhnya.

Seorang pengamat hukum Islam mengemukakan rencana Kementerian Agama mengambil zakat sebesar 2,5 persen dari aparat sipil negara merupakan kebijakan yang tepat, namun dinilai cukup terlambat. "Rencananya sudah jauh terlambat, seharusnya sejak dulu," kata pengamat hukum Islam dari Univeritas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara Dr Ansari Yamamah.

Ansari menjelaskan, perintah zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam yang memiliki kemampuan, bukan pengeluaran secara suka rela.

Ketentuan itu dapat terlihat dalam AlQuran Surat At-Taubah Ayat 103, yakni "khudz min amwalihim" yang berisi perintah untuk mengambil harta umat Islam yang memiliki kemampuan ekonomi sebagai zakat.

Selama ini, pemerintah kurang menegakkan prinsip perintah tersebut sehingga zakat terkesan seperti pemberian suka rela dari umat Islam. "Zakat itu perintah, harus diambil paksa karena dalam Islam tidak ada kewajiban membayar pajak," katanya.

Meski terlambat, tetapi kebijakan pemerintah untuk mengambil zakat dari aparatur sipil negara (ASN) tersebut harus didukung.

Malah, pengambilan zakat oleh pemerintah tersebut bukan hanya bagi kalangan ASN, tetapi seluruh umat Islam yang memiliki kemampuan atau kelebihan di bidang ekonomi.

Namun, kata Ansari, pemerintah harus mampu menerapkan asas keadilan, kearifan, dan transparansi jika ingin mengambil dan mengelola zakat dari umat Islam.

Sesuai amanat UU 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, pemerintah perlu arif dengan melakukan pemotongan pajak bagi ASN yang telah mengeluarkan zakatnya. "Jangan sampai 'double' (ganda), itu akan menyusahkan mereka," ujar Ansari.

Kemudian, pemerintah juga perlu berlaku adil dengan mengambil zakat dari kelompok non-ASN yang memiliki kemampuan ekonomi. Sedangkan asas transparansi dilakukan dengan menggunakan uang yang didapatkan dari zakat tersebut secara terbuka dan ditujukan untuk kemashlahatan umat. "Jangan disalahgunakan, nanti kualat," ujar alumni Leiden University Belanda tersebut.

Ansari Yamamah juga mengharapkan masyarakat tidak berburuk sangka atas kebijakan positif yang dijalankan pemerintah dengan mengambil zakat dari ASN. Dengan terus mengawasi pemanfaatannya, masyarakat perlu mempercayai pemerintah. "Jangan dikaitkan dengan yang macam-macam, apalagi untuk kepentingan politik," kata Ansari.

 

Proses Penghitungan

 

Lantas, "Bagaimana pemerintah menghitung jumlah pendapatan ASN setelah dipotong semua pengeluaran kebutuhan dasarnya, utangnya, dan pengeluaran dengan biaya operasional dalam bekerja, sehingga negara bisa menetapkan yang bersangkutan telah berkewajiban untuk mengeluarkan zakat profesinya". Pernyataan itu deras mengalir dari akademisi Universitas Hasanuddin Makassar Saiful Jihad.

Dia mengemukakan benar, bahwa pemerintah, seperti yang disampaikan Menteri Agama, kebijakan itu hanya ingin menfasilitasi agar ASN muslim dapat dibantu menunaikan kewajiban berzakat dengan memotong langsung gaji mereka. Tetapi, banyak hal yang perlu dilakukan pemerintah sebelum hal ini dilaksanakan, khususnya dalam hal membangun kepercayaan umat kepada pemerintah dan lembaga yang ditunjuk sebagai pengelola zakat.

Tidak bisa dipungkiri, lanjut dia, kepercayaan itu masih sangat kurang saat ini, sehingga maksud baik yang disampaikan, akan direspon negatif oleh masyarakat.

Jadi akan lebih baik jika pemerintah dan lembaga pengelola membangun kepercayaan masyarakat lebih dahulu, dengan menata dan mengelola zakat yang ada dengan baik dan hasilnya bisa dilihat dan dirasakan masyarakat yang berhak. "Akan lebih bijak jika Menteri Agama menunda dahulu kebijakan tersebut, dengan mendorong agar masing-masing individu dan dengan dibantu oleh petugas dari BAZ atau LAZ yang ada, untuk dapat menghitung kewajiban zakatnya," papar aktivis Perludem Sulsel ini.

Wakil Sekretaris PW Pergunu Sulsel ini menambahkan dengan cara seperti itu ASN secara sukarela mengeluarkan kewajiban zakat tersebut kepada yang berhak, lewat lembaga atau badan yang dipercaya, bukan dan tidak memaksakan dengan aturan yang bisa jadi menimbulkan kontrovesi serta penolakan dimasyarakat.

Pengurus IKA PMII ini menjelaskan, mengutip kembali ketentuan syara' terkait zakat, kaidah umum syar'i menurut para ulama berdasarkan hadits Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam adalah wajibnya zakat uang dan sejenisnya baik yang didapatkan dari warisan, hadiah, kontrakan atau gaji, atau lainnya, harus memenuhi dua kriteria.

Yakni, pertama batas minimal nishab dan kedua harus menjalani haul atau putaran satu tahun. Bila tidak mencapai batas minimal nishab dan tidak menjalani haul maka tidak diwajibkan atasnya zakat berdasarkan, Sabda Rasulullah.'Kamu tidak mempunyai kewajiban zakat sehingga kamu memiliki 20 dinar dan harta itu telah menjalani satu putaran haul' (hadits riwayat Abu Dawud) Kemudian penetapan zakat tanpa haul dan nishab hanya ada pada rikaz (harta karun), sedangkan penetapan zakat tanpa haul hanya ada pada tumbuh-tumbuhan (biji-bijian dan buah-buahan) namun ini tetap dengan nishab.

"Jadi penetapan zakat profesi (penghasilan) tanpa nishab dan tanpa haul merupakan tindakan yang tidak berlandaskan dalil, qiyas yang shahih dan bertentangan dengan tujuan-tujuan syari'at, juga bertentangan dengan nama zakat itu sendiri yang berarti berkembang," ungkap Jihad.

Meski demikian, pihaknya sangat sepakat kalau harta tersebut mesti disucikan (tuthahhirihim wa tuzakkihim), tetapi ketentuan syara' mesti dijalankan.

Dan bagi mereka yang pendapatannya tidak cukup nishab dan haulnya, bukan berarti mereka tidak perlu mengeluarkan dan menyisihkan hartanya untuk kepentingan umat, bahkan Islam justru menganjurkan untuk menumbuh suburkan shadaqah. (ant)

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…