KONSEKUENSI DERASNYA ARUS DIGITALISASI - 2018, Perusahaan Konvensional Terus Tergerus

Jakarta-Meski ekonomi dunia termasuk Indonesia ‎diperkirakan akan membaik pada 2018, arus digitalisasi terus merambah sehingga perusahaan ritel maupun transportasi konvensional dipastikan tergerus volumenya. Fakta membuktikan dalam beberapa tahun terakhir, banyak perusahaan konvensional  di negeri ini maupun negara lain seperti label sepatu Inggris, Clarks atau Time Inc terpaksa harus menutup usahanya.

NERACA

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Prof Dr Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, kondisi tutupnya gerai-gerai ritel dan bisnis konvensional lainnya di Indonesia maupun di negara lain, tidak terlepas dari pengaruh era digitalisasi.

"Iya (ekonomi membaik), tapi kan kita juga harus memperhatikan pengaruh dari digitalisasi. Itu sesuatu yang tidak bisa dihindari lagi. Ritel tutup bukan cuma di Indonesia, di seluruh dunia juga, apalagi Amerika Serikat. Yang besar-besar saja tutup," ujarnya di Jakarta, Rabu (14/2)

Bambang mengatakan, pelaku usaha yang kreatif, inovatif, dan adaptif yang akan bertahap menghadapi derasnya arus digitalisasi. Mereka harus bisa membuat skema bisnis secara online, di samping tetap menjalankan secara offline atau konvensional. "Kita bukan mau membela diri, tapi memang pelaku ekonomi yang bisa survive adalah pelaku ekonomi yang adaptif. Dia bisa cepat membuat skemanya offline dan online," ujarnya.

Bambang memperkirakan perubahan teknologi atau disruption akan berlangsung dalam jangka panjang. "Terus dong. Ini malah akan menjadi mainstream di kemudian hari dan ini bukan kebalikannya. Bukan gejala sementara, tapi gejala yang akan berkelanjutan ke depan," tutur dia.

Karena itu, menurut dia, perlu ada pengendalian barang-barang impor yang masuk ke Indonesia. Jangan sampai toko-toko online di Indonesia justru menjual banyak barang impor ketimbang produk lokal. “Kalau impornya terlalu dominan, maka industri dalam negerinya tidak jalan. Jadi menurut saya lebih ke sana, mendorong produk yang dijual online adalah produk dalam negeri. Ritel tetap jalan, industri jalan," ujarnya.

‎Lebih jauh dia mengatakan, pemerintah harus memperkuat pendidikan vokasi yang mengarah pada teknologi informasi, dan wirausaha. Tentunya untuk mengantisipasi maraknya penutupan ‎gerai ritel yang berdampak kepada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

"Vokasi bisa membuat orang bekerja mandiri, jadi kita harus antisipasi dari segi pendidikan dan lapangan kerjanya. Juga harus mulai berpikir melihat jenis pekerjaan apa yang tidak bisa tergantikan oleh revolusi industri 4.0," ujarnya.

Pada bagian lain, Sepatu Clarks sebagai label ternama dari Inggris resmi mengumumkan penutupan seluruh gerainya di Indonesia. Gerai sepatu premium tersebut akan segera ditutup mulai akhir Februari 2018. Melalui akun Instagram resminya, Clarks telah mengunggah pemberitahuan serupa, bertuliskan "Sorry We're Permanently Closed!"

 "Kabar melemahnya bisnis ritel di Indonesia itu memang benar, terutama bagi concept store. Ya, Clarks tutup karena memang sudah tidak sanggup untuk mengeluarkan cost yang terlalu besar," ujar salah satu perwakilan Clarks Indonesia, Rubby, seperti dikutip Liputan6.com, pekan ini.

Menurut pihak Clarks, perbandingan antara pemasukan dan pengeluaran sudah terlalu besar, di saat bisnis online tidak terlalu membantu. "Kalau dilihat sekarang masih banyak orang ragu untuk belanja barang-barang premium secara online, apalagi kan sepatu Clarks dengan harga yang cukup mahal, mulai dari Rp 2.500.000," ujarnya.

Pihak Clarks mengaku telah berusaha bertahan sejak tahun 2016 meski merasakan adanya perbandingan yang cukup besar antara pengeluaran untuk operasional dengan pemasukan yang didapatkan. Hingga diputuskan tahun 2018 adalah penutupan resmi seluruh gerai Clarks di Indonesia.

Penutupan gerai Clarks akan dimulai sejak tanggal 28 Februari 2018 mendatang, yaitu di PVJ, Tunjungan Plaza, diikuti AEON Serpong. Menyusul tiga gerai lainnya, yaitu Senayan City, Kelapa Gading Mall, dan Pondok Indah Mall yang akan segera ditutup di bulan Maret.

Demo Taksi Online

Di bidang usaha transportasi, maraknya taksi online sudah tidak terhindarkan lagi di Indonesia. Gelombang unjuk rasa ratusan supir taksi online sudah sering terjadi di Jakarta dan di beberapa kota besar lainnya. Pihak pemerintah tampaknya belum legawa menghadapi era digitalisasi di bidang usaha transportasi tersebut. Aturan yang dibuat pemerintah (Kemenhub) yang terakhir yaitu Permenhub No 108/2017 terlihat belum adaptif sehingga menimbulkan polemik hingga saat ini.

Hal itu terungkap dari pernyataan Perwakilan Aasosiasi Pengemudi Taksi Online Indonesia (Aliando) dan beberapa komunitas supir taksi online lain yang berdemonstrasi di depan Istana Merdeka, Jakarta, kemarin (14/2).  

"Lima orang perwakilan dari Aliando yang bertemu dengan Moeldoko dan telekonferensi dengan Pak Jokowi yang sekarang lagi di Papua," jelas Koordinator Aliando, Agung VJ. Sebelumnya, lebih dari ratusan orang yang berdatangan dari Jabodetabek, Jawa Barat, Surabaya hingga Medan. Mereka berdemonstrasi menolak aturan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. 108/2017.

Alasannya, aturan tersebut dirasa tak berpihak pada supir taksi online. Saat demonstrasi berlangsung, jalan Veteran dan sekitaran Monas ditutup sementara.

Pengemudi taksi online asal Jogjakarta, Nunug, mengatakan peraturan tersebut membuat supir taksi merasa terjepit. Pasalnya, mereka harus melakukan uji KIR yang membuat asuransi hangus dan harga jual kembali mobil turun.

"Kalau sudah uji KIR, asuransi sudah nggak mau tanggung kita lagi bak. Sudah gitu nanti kalau ada apa-apa di jalan bagaimana? Padahal masuk aplikasi itu juga harus punya asuransi. Selain itu, mobil juga kalau dijual lagi jadi murah," ujarnya seperti dikutip CNNIndonesia.com.

Supir yang tergabung dengan komunitas Fake Taxi Bandung, Asep, juga mengatakan bahwa PM tersebut memberatkan karena aturan stiker. Tanpa dipasangkan stiker saja, menurutnya, hal itu sudah membahayakan nasib pengemudi.

"Kalau kita pas enggak narik mobil kita dipasang stiker, gimana kalau kami dipalak orang di jalan. Tanpa stiker saja kami belum tentu akan," tambahnya.

Nunug sepakat bahwa hidup antara taksi konvensional dan online masih belum bisa berdampingan terutama di daerah. "Kalau di Jakarta malah saya lihat taksi konvensional diberi porsi lebih besar untuk dapat order. Kami yang mobil pribadi begini enggak ramai lagi, mungkin biar kami pada masuk perusahaan taksi konvensional biar dapat order," ujarnya.

Mereka juga mempersoalkan masalah kuota yang dirasakan berat oleh Asep yang menjadi Wakil Koordinator aksi Fake Taxi Bandung. Menurut dia, kuota yang disediakan Pemkot Bandung terlalu kecil sehingga akan terjadi suspensi besar-besaran oleh aplikator. Asep tak percaya bahwa dashboard yang disediakan aplikator untuk Kominfo akan mampu mengatur jumlah kendaraan online di wilayahnya agar sesuai dengan jumlah supir.

Peraturan batas atas dan bawah juga dirasa memberatkan oleh Nunug. Menurut dia, aturan itu tidak pro rakyat karena selama ini angkutan online dipilih karena kenyamanan dan keterjangkauannya.

Meski mengakui bahwa batas harga itu bisa melindungi konsumen dan supir sendiri, Nunug menilai bahwa butir aturan itu harusnya tak kembali muncul di PM 108/2017. Sebab sebelumnya, MA telah menolak aturan tersebut.

Aliando juga sempat melakukan sejumlah aksi serupa. Terakhir, tuntutan dilayangkan dua pekan lalu (29/1) untuk memrotes Permenhub No 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.

Pada Januari, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi sudah melakukan dialog dengan perwakilan pengemudi taksi daring yang berunjuk rasa saat itu. Usai dialog, Budi memastikan peraturan tersebut tetap akan diterapkan namun akan ada payung hukum khusus untuk menjembatani kepentingan supir taksi online.

"Kami tidak akan revisi Permenhub 108. Jadi kami buat payung hukum tertentu yang menjembatani kepentingan mereka koordinasi dengan aplikasi dan polisi. Jadi tidak ada revisi dan peniadaan Permenhub 108," kata Budi di kantornya.

Dia mengungkapkan produk hukum baru tersebut dilatarbelakangi hasil diskusi yang digelar bersama dengan para pengemudi taksi online. Sehingga, ada beberapa poin yang wajib dipertimbangkan untuk dicarikan jalan keluar.

Pertama, dengan ketidakpastian penangguhan dari pihak tertentu. Kemenhub berjanji akan memfasilitasi pertemuan antara taksi online dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi. Kedua, Kemenhub juga akan bakal membawa para pengemudi taksi online bertemu dengan perusahaan aplikasi, dalam hal ini adalah Gojek, Uber dan Grab. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…