Pelaku Industri Besi dan Baja Hilir Nasional Keluhkan Permendag 22/2018

Pelaku Industri Besi dan Baja Hilir Nasional Keluhkan Permendag 22/2018

NERACA

Jakarta - Sejumlah pelaku industri besi dan baja hilir nasional merasa khawatir akan membanjirnya produk impor di pasar dalam negeri. Hal ini seiring dengan penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 22 tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Besi dan Baja.

Keluhan terhadap regulasi tersebut, salah satunya datang dari Asosiasi Fastener Indonesia (AFI). Asosiasi yang saat ini anggotanya sekitar 15 perusahaan dengan total menyerap tenaga kerja sebanyak 6.000 orang, di antaranya mereka memproduksi sekrup, baut, mur, paku, dan komponen otomotif.“Kami khawatir akan membanjirnya produk jadi dari industri hilir yang didatangkan oleh importir umum untuk keperluan diperdagangkan,” ujar Ketua AFI Rahman Tamin di Jakarta, Minggu (11/2).

Menurut dia, Permendag 22/2018 yang menghapuskan adanya pertimbangan teknis dari Kementerian Perindustrian, diprediksi tidak bisa lagi mengontrol pasokan dan permintaan industri di dalam negeri.“Kami merasa pertimbangan teknis Kemenperin itu masih diperlukan dalam proses importasi besi dan baja,” tutur Rahman.

Apabila dalam pengajuan perizinan impor oleh importir umum tidak dikendalikan, importasi produk jadi dari besi dan baja akan melimpah dan mengancam industri dalam negeri.“Apalagi, pengawasan lartas telah bergeser ke post border,” imbuh dia.

Padahal, kata Rahman, saat ini produksi nasional dari industri besi dan baja turunan sedang berjalan baik dan tengah berencana untuk meningkatkan investasi dan kapasitas pada tahun ini.“Utilisasi kami terus meningkat, dari tahun 2015 sekitar 45 persen, menjadi 55 persen pada 2016, dan naik signifikan sebesar 80 persen tahun 2017. Selanjutnya, nilai penjualan kami mencapai Rp3,2 triliun per tahun dan kami juga menargetkan tambah investasi sebesar Rp300 miliar tahun ini,” ungkap dia.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Yusman menjelaskan, kebijakan baru Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukito tersebut, yang ditandatangani pada 10 Januari 2018, dianggap blunder dan perlu ditinjau ulang. Permendag 22/2018 merupakan perubahan ketiga dari Permendag Nomor 82 Tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya.

“Pertimbangan teknis Kemenperin seharusnya menjadi syarat utama, apakah boleh atau tidaknya impor bahan baku, karena Kemenperin adalah institusi yang sangat menguasai data antara kebutuhan dan suplai produk industri baja turunan dalam negeri,” papar dia.

Dia pun menilai, kebijakan Permendag 22/2018 tidak mencerminkan keberpihakan terhadap industri dalam negeri. Padahal, pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo sedang fokus pada peningkatan produktivitas dan daya saing industri nasional.

Bahkan, melalui kebijakan hilirisasi industri mampu membawa efek yang luas berupa peningkatan nilai tambah bahan baku dalam negeri, penyerapan tenaga kerja lokal, dan penerimaan devisa dari ekspor. Apalagi, Indonesia tengah menargetkan produksi 10 juta ton baja pada tahun 2025.

“Sudah seharusnya Bapak Presiden segera turun tangan untuk meninjau dan mengoreksi kebijakan yang sudah terlanjur dikeluarkan oleh Menteri Perdagangan. Kami berharap, pemerintah terus melindungi kepentingan industri dalam negeri agar bisa tumbuh sehat dan berdaya saing untuk ikut berperan aktif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” pungkas dia. Mohar

 

 

BERITA TERKAIT

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…